BincangMuslimah.Com – Anak sah adalah anak yang dilahirkan setelah orang tuanya menjalani perkawinan yang sah. Sedangkan perkawinan dinyatakan sah ketika dilaksanakan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya. Sedangkan yang dimaksud dengan anak hamil luar nikah, Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia Neng Djubaedah menjelaskan sedikitnya ada dua faktor yang menyebabkan seorang anak dikategorikan luar nikah.
Pertama, adalah anak yang lahir tanpa adanya pernikahan sah. Dan kedua, adalah anak yang dibenihi sebelum pernikahan dan lahir setelah orang tuanya melakukan pernikahan.
Status hukum anak hamil di luar nikah ialah ia tidak mengikuti nasab laki-laki yang menyebabkan kelahirannya, tetapi nasabnya mengikuti ibu yang melahirkannya. Hal ini sebagaimana disabdakan Nabi saw:
ولد زنا لأهل أمه من كانوا حرة أو أمة
Anak dari hasil zina (anak hamil di luar nikah) ialah untuk keluarga ibunya yang masih ada, baik dia wanita merdeka maupun budak (H.R Abu Daud)
Maka hal ini berakibat pula pada hilangnya kewajiban atau tanggungan ayah kepada anak, dan hilangnya hak anak kepada ayah. Antara keduanya adalah sebagai orang lain (ajnabiy). Secara nyata, akibat yang diterima anak dari hasil zina diantaranya adalah:
Pertama. Hilangnya martabat muhrim dalam keluarga. Bila anak itu wanita maka antara bapak dengan anak itu dibolehkan menikah. Hal yang demikian dikemukakan oleh Imam Malik dan Syafi’I dengan mengatakan “Dibolehkan bagi seseorang, mengawini puterinya (anak di luar pernikahan), saudara perempuannya, cucu perempuannya, keponakan perempuannya yang semuanya itu dari hasil zina”
Akan tetapi menurut Abu Hanifah dan Imam Ahmad hal tersebut tidaklah manusiawi, artinya mereka menempatkan kedudukan manusia tetap pada tempatnya. Walaupun anak itu lahir dari perbuatan zina, tetapi anak itu tetap sebagai anaknya menurut bahasa dan urf. Oleh sebab itu, haram pulalah anak itu terhadap bapaknya.
Meskipun demikian, dalam segi hukum anak akibat hamil di luar nikah itu bukanlah anak yang sah menurut syariat Islam. Karena itu, ayah tersebut tidak bisa menjadi wali bagi anak perempuan ini bila ia hendak menikah. Maka yang mungkin bisa menjadi walinya adalah wali hakim atau anak laki-laki ke bawah (jika ia seorang janda)
Kedua. Hilangnya kewarisan antara anak dengan bapaknya. Hukum Islam tidak menetapkan hubungan kewarisan terhadap anak di luar pernikahan dengan ayahnya, karena anak di luar pernikahan tidak mempunyai hubungan kekerabatan dengannya. Sedangkan hubungan kekerabatan itu timbul atas dasar akad nikah yang sah sebagaimana yang telah ditentukan oleh syariat Islam. sebagaimana riwayat dari Ibn Abbas dinyatakan:
ومن ادعى ولدا من غير رشدة فلا يرث ولا يورث
Siapa yang mengklaim anak dari hasil di luar nikah yang sah, maka dia tidak mewarisi anak biologis dan tidak mendapatkan warisan darinya. (H.R Abu Daud).
Berdasarkan keterangan di atas, para ulama menyimpulkan bahwa anak hasil zina tidak mempunyai hubungan dengan ayahnya. Nasabnya tidak bisa dihubungkan dengan nasab ayahnya karena jika dipaksakan, hukumnya haram sebagaimana disabdakan Nabi saw:
من ادعى إلى غير أبيه وهو يعلم أنه غير أبيه فالجنة عليه حرام
Siapa yang mengaku anak seseorang, sementara dia tahu bahwa dia bukan ayahnya, maka surga haram untuknya. (H.R Bukhari)
Karena ia tidak dinisbatkan pada ayahnya, maka anak luar nikah ini seharusnya dinisbatkan pada ibu dan kerabat ibunya dan ia berhak mendapat warisan dari pihak ibu dan kerabat ibunya. Tidak ada pengakuan dan pengesahan terhadap anak di luar pernikahan, karena hukum Islam hanya mengenal anak sah, yaitu anak yang lahir dari perkawinan suami istri yang sah menurut syara’. Hal ini seperti telah diputuskan oleh nabi saw sebagaimana yang diriwayatkan oleh sahabat Amr ibn ‘Ash:
قَضَى النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ مَنْ كَانَ مِنْ أَمَةٍ لَمْ يَمْلِكْهَا أَوْ مِنْ حُرَّةٍ عَاهَرَ بِهَا فَإِنَّهُ لا يَلْحَقُ بِهِ وَلا يَرِث
Nabi saw memberi keputusan bahwa anak dari hasil hubungan dengan budak yang tidak dia miliki, atau hasil zina dengan wanita merdeka tidak dinasabkan ke bapak biologisnya dan tidak mewarisinya. (HR. Abu Daud dan Ahmad)
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa tidak ada hubungan kewarisan antara anak di luar pernikahan dengan ayahnya. Sebagai jalan keluar dalam hal ini, hubungan anak di luar pernikahan dengan ayah yang membuahinya dapat dihubungkan melalui jalan hibah atau wasiat bila sang ayah tersebut mau bertanggung jawab atas perbuatannya yang menyebabkan kelahiran anak itu. Wallahu A’lam.