Ikuti Kami

Muslimah Talk

Pascamanusia dan Pascaperempuan: Perspektif Feminis di Masa Depan

muslimah posthuman Pascamanusia Pascaperempuan perspektif feminis
credit: photo from gettyimages.com

BincangMuslimah.Com – Sebelum Covid-19, pertemuan virtual adalah hal yang menjengkelkan, merepotkan, dan melelahkan. Kita tak bisa saling menatap dan menerka perasaan atau pikiran masing-masing. Sementara, penting bagi kita untuk mengetahui kondisi psikis dan emosi manusia dalam sebuah pertemuan.

Semasa pandemi, pertemuan virtual justru menjelma menjadi hal yang normal dan membentuk kebiasaan baru. Saat ini, bukan tidak mungkin manusia justru lebih karib dengan pertemuan virtual dan merasa canggung saat harus bertemu langsung. Berikut penulis akan menguraikan fenomena Pascamanusia dan Pascaperemuan melalui perspektif feminis masa depan.

Kecerdasan Buatan

Jika pertemuan virtual mampu menjelma menjadi kebiasaan baru, maka, cepat atau lambat, kehadiran robot dengan kecerdasan buatan (artificial intelligence) juga akan menjelma menjadi bagian hidup manusia yang normal. Tak ada lagi alasan untuk menolak kehadiran robot dengan kecerdasan buatan.

Ada banyak film bertema kecerdasan buatan dan robot, di antaranya adalah I, Robot (2004), Chappie (2015), Blade Runner 2049 (2017), Morgan (2016), Alita: Battle Angel (2019), dan film paling fenomenal 2001: A Space Odyssey (1968).

Film-film tersebut tidak bisa menjadi patokan kehidupan di masa depan, tapi penting untuk meletakkan kemungkinan dan mulai menyusun strategi menghadapi kemungkinan-kemungkinan tersebut.

Perkembangan teknologi memaksa manusia untuk beradaptasi lebih cepat. Laku hidup manusia ditentukan oleh kecanggihan teknologi. Semakin canggih teknologi, makin berubah pula kebiasaan manusia di seluruh dunia.

Hal itu terjadi sejak dulu. Umat manusia melewati masa-masa revolusi industri pertama hingga keempat. Kesemuanya adalah hal yang niscaya. Apakah masa depan manusia akan terjamin hanya bila manusia menyatu dengan teknologi?

Dalam filsafat, ada satu cabang pemikiran bernama posthumanisme yang mampu memperkirakan jawaban atas pertanyaan tersebut. Berbeda dengan postmodernisme yang tidak membentuk pemahaman tunggal tapi menaungi berbagai teori-teori yang bertebaran dan sulit dicari titik temunya, posthumanisme juga tak memiliki definisi tunggal, tapi mencakup tujuh definisi berbeda.

Baca Juga:  Benarkah Islam Menjunjung Tinggi Kesetaraan Gender? 

Francesca Ferrando, seorang filsuf posthuman dan pengajar filsafat di New York University menjelaskan tujuh definisi tersebut dalam tulisannya yang bertajuk Posthumanism, Transhumanism, Antihumanism, Metahumanism, and New Materialisms: Differences and Relations (2013).

Tujuh definisi tersebut adalah antihumanisme, posthumanisme budaya, posthumanisme filosofis, kondisi posthuman, transhumanisme posthuman, pengambilalihan kecerdasan buatan, dan kepunahan manusia secara sukarela.

Lebih jauh, ia pun mempertanyakan tentang posisi perempuan dalam diskursus posthumanisme. Dalam esai Is the Post-human A Post-woman? Cyborgs, Robots, Artificial Intelligence And the Futures of Gender: A Case Study (2014), ia menjelaskan bahwa cikal-bakal masa depan jenis kelamin sangat bergantung pada bagaimana jenis kelamin diaktualisasikan di masa kini.

Penghambat Kesetaraan Gender

Saat ini, kecerdasan buatan dan machine learning digunakan untuk menggantikan keputusan manusia dengan keputusan otomatis yang mewakili manusia. Para ahli menyatakan, kecerdasan buatan menciptakan risiko yang menghambat kesetaraan gender. Sebab, sistem-sistem kecerdasan buatan bias terhadap perempuan dan gender lainnya.

Sistem tersebut hanya mengandalkan asumsi dan data yang kurang mewakili kelompok yang mengalami diskriminasi. Akibatnya, mesin hanya menegaskan ketidaksetaraan, bias gender, ras, dan penyandang disabilitas.

Lebih buruk lagi, sistem-sistem tersebut juga tidak diawasi dengan mekanisme akuntabilitas dan peraturan yang cukup baik untuk memitigasi dampaknya terhadap masyarakat.

Hal tersebut menimbulkan ancaman besar. Beberapa forum internasional berkomitmen untuk mengembangkan sistem kecerdasan buatan yang baik, etis, dan bertanggung jawab.

Sayangnya, inisiatif yang sudah ada hanya menawarkan solusi teknis pada masalah sosial dan politik. Solusi tersebut masih harus dikembangkan dalam kerangka perlindungan hak asasi manusia.

Kecerdasan buatan dan machine learning memang memiliki kontribusi untuk menyelesaikan masalah-masalah paling pelik dalam hidup manusia, termasuk perubahan iklim dan pandemi.

Baca Juga:  Clash of Champions: Perempuan Berdaya di Panggung Apapun 

Tapi, perlu ditekankan bahwa teknologi akan sangat berbahaya bila tidak digunakan secara tepat. Teknologi juga akan melanggengkan ketidakadilan dan ketimpangan struktural di seluruh belahan dunia.

Alison Gillwald dan Rachel Adams dari University of Cape Town mengusulkan bahwa untuk mencegah bahaya tersebut, kita perlu membuat kebijakan tentang pengaturan data yang mampu memberdayakan perekonomian sekaligus menjamin hak-hak masyarakat. Kebijakan tersebut mesti dirumuskan oleh seluruh negara di dunia, berlandaskan kepentingan masyarakat.

Perspektif Feminis

Bagi Francesca, pertanyaan apakah pascamanusia (post-human) adalah pascaperempuan (post-woman) penting diajukan dan dijawab menggunakan perspektif feminis yang berpijak pada pendekatan posthuman.

Di masa depan, bidang studi kecerdasan buatan diprediksi akan berkembang di bawah dominasi laki-laki. Sebagai misal, ketika ada cyborg yang akan menentukan jenis kelamin, sebagian besar cyborg akan menyatakan netral atau laki-laki. Jarang sekali ada cyborg dan manusia yang memikirkan robot dalam istilah feminin.

Di sisi lain, Francesca juga memperkirakan bahwa di masa depan, apabila jenis kelamin sudah tidak memiliki relevansi biologis atau fisiologis untuk robot, maka istilah “gender” akan mengalami perumusan kembali dari segi hermeneutis dan perannya. Bagi robot, penegasan diperlukan untuk proses pembentukan identitas. Bagi manusia, penegasan diperlukan agar interaksi manusia dengan robot menjadi lebih baik.

Hubungan manusia dan robot di masa depan sangat kompleks. Untuk menghormati manusia, robot berkomunikasi dalam kode manusia tanpa menjadi manusia. Para robot menahan tubuh mekanis dan otak biologis yang merupakan kecerdasan buatan biologis, dibangun dari pengetahuan dan kategori manusia.

Keyakinan budaya memainkan peran kunci dalam penerimaan manusia terhadap eksistensi robot dengan kecerdasan buatan. Sementara itu, kepentingan politik, sosial dan ekonomi hadir untuk menjaga perkembangannya.

Baca Juga:  Permen PPKS, Langkah Maju Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi

Robot akan berevolusi dengan cara unik dan aneh yang sulit diprediksi. Risiko utama yang akan dihadapi oleh manusia adalah: apakah perbedaan robot dan manusia dapat ditempatkan menjadi norma manusia?

Untuk menghadapi kemungkinan tersebut, manusia harus menjalani dekonstruksi radikal terhadap gagasan tentang manusia. Francesca mengusulkan, keberadaan manusia sebaiknya ditekankan sebagai entitas dinamis yang tak berhenti berkembang. Manusia juga mesti merayakan perbedaan ada, bukan menakutinya.

Karena itulah, menggunakan bingkai kritis seperti epistemologi feminis dalam pengembangan epistemologi posthuman akan sangat bermanfaat saat manusia hidup berdampingan dengan robot.

Apakah Post-human Adalah Post-woman?

Merujuk pendapat Francesca, jawabannya adalah iya. Mengadopsi sudut pandang epistemologi feminis memungkinkan manusia menghasilkan pendekatan yang empatik.

Pendekatan empatik penting untuk mencegah robot yang ingin menjadi simbol baru dan untuk mencegah manusia terjerumus dalam paradigma dualistik atau anggapan keberadaan berlawanan seperti laki-laki/perempuan, manusia/mesin, diri/orang lain, dan lain sebagainya.

Refleksi tentang interaksi antar spesies akan menguatkan simbiosis mutualisme, bukan menguatkan posisi dualistik yang diemban robot dan manusia. Di masa depan, perspektif feminis dalam pendekatan posthumanisme akan memungkinkan manusia dan robot untuk mengembangkan potensi masing-masing. Pada akhirnya, pendekatan feminis akan membuat keduanya hidup berdampingan dengan damai.

Pendapat Francesca hanya bersifat usulan. Berikutnya, kitalah yang harus menentukan bagaimana perspektif feminis mampu mengubah nasib perempuan di masa depan. Saat ini adalah momentum terbaik untuk merumuskan bagaimana penentuan nasib tersebut.

Rekomendasi

perempuan hak memilih pasangan perempuan hak memilih pasangan

Tidak Hanya Perempuan, Laki-laki pun Harus Menahan Pandangan

muslimah posthuman Pascamanusia Pascaperempuan perspektif feminis muslimah posthuman Pascamanusia Pascaperempuan perspektif feminis

Menjadi Cyberfeminis dengan Memaksimalkan Media Sosial

ajarkan kesetaraan laki-laki perempuan ajarkan kesetaraan laki-laki perempuan

Mengenal Lebih Jauh Macam-macam Pendekatan Gender

zainab al-ghazali zainab al-ghazali

Zainab Al-Ghazali; Mufassir Perempuan Pelopor Feminisme Islam

Ditulis oleh

Tim Redaksi Bincang Muslimah

3 Komentar

3 Comments

Komentari

Terbaru

Sekjen IIFA: Syariat Islam Terbentuk Dari Fondasi Kemaslahatan Sekjen IIFA: Syariat Islam Terbentuk Dari Fondasi Kemaslahatan

Sekjen IIFA: Syariat Islam Terbentuk Dari Fondasi Kemaslahatan

Berita

Prof. Dr. Nasaruddin Umar: Syariah Bukan fenomena Agama Tetapi Fenomena Ekonomi Juga Prof. Dr. Nasaruddin Umar: Syariah Bukan fenomena Agama Tetapi Fenomena Ekonomi Juga

Prof. Dr. Nasaruddin Umar: Syariah Bukan fenomena Agama Tetapi Fenomena Ekonomi Juga

Berita

Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin, M.A. : SHARIF 2024 Membahas Prinsip Syariah yang inklusif Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin, M.A. : SHARIF 2024 Membahas Prinsip Syariah yang inklusif

Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin, M.A. : SHARIF 2024 Membahas Prinsip Syariah yang inklusif

Berita

Apakah Komentar Seksis Termasuk Pelecehan Seksual?

Diari

Jangan Insecure, Mari Bersyukur

Muslimah Daily

Pentingnya Self Love Bagi Perempuan Muslim

Diari

Mengenal Ingrid Mattson, Cendekiawan Muslimah dari Barat Mengenal Ingrid Mattson, Cendekiawan Muslimah dari Barat

Mengenal Ingrid Mattson, Cendekiawan Muslimah dari Barat

Muslimah Talk

anjuran menghadapi istri haid anjuran menghadapi istri haid

Haid Tidak Stabil, Bagaimana Cara Menghitung Masa Suci dan Masa Haid?

Ibadah

Trending

Jangan Insecure, Mari Bersyukur

Muslimah Daily

anjuran menghadapi istri haid anjuran menghadapi istri haid

Haid Tidak Stabil, Bagaimana Cara Menghitung Masa Suci dan Masa Haid?

Ibadah

Siapa yang Paling Berhak Memasukkan Jenazah Perempuan Ke Kuburnya?

Ibadah

keadaan dibolehkan memandang perempuan keadaan dibolehkan memandang perempuan

Adab Perempuan Ketika Berbicara dengan Laki-Laki

Kajian

Pentingnya Self Love Bagi Perempuan Muslim

Diari

Sya’wanah al-Ubullah: Perempuan yang Gemar Menangis Karena Allah

Muslimah Talk

anak yatim ayah tiri luqman hakim mengasuh dan mendidik anak anak yatim ayah tiri luqman hakim mengasuh dan mendidik anak

Hukum Orangtua Menyakiti Hati Anak

Keluarga

ayat landasan mendiskriminasi perempuan ayat landasan mendiskriminasi perempuan

Manfaat Membaca Surat Al-Waqiah Setiap Hari

Ibadah

Connect