BincangMuslimah.Com – Saat ini publik diramaikan oleh dengan Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA). Kenapa menjadi perhatian? Karena RUU KIA ini dianggap bersifat progresif bagi perempuan, khususnya seorang ibu pekerja.
Ada beberapa aturan yang menjadi fokus masyarakat, yang mana mengatur waktu istirahat ibu saat keguguran. Hingga memperpanjang masa cuti saat melahirkan hingga sedikitnya enam bulan.
Hal ini terdapat di dalam Pasal 4 Ayat (2) pada draf RUU Kia. “Selain hak sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), setiap ibu yang bekerja berhak: a, mendapatkan cuti melahirkan paling sedikit 6 (enam) bulan.”
Isi pasal ini menjadi ramai diperbincangkan, sembari memperhitungkan apa dampaknya pada perempuan di dunia kerja. Di sisi lain, Komnas Perempuan dalam website resminya memberikan tanggapan yang positif terkait RUU KIA ini.
Komnas perempuan pun menyampaikan apresiasinya lama masa cuti yang diajukan di dalam draf tersebut. Dan regulasi ini menurut Komnas Perempuan merupakan bentuk dari hak maternitas perempuan.
Sebagai informasi tambahan, hak maternitas merupakan hak yang tidak dapat dilepaskan dari perempuan. Hal ini dikarenakan fungsi reproduksi yang hanya ada pada perempuan. Di antaranya seperti hamil, melahirkan, menyusui dan menstruasi.
Komnas Perempuan menyampaikan jika negara sudah semestinya memberikan perlindungan terhadap hak tersebut. Dan pemenuhan hak maternitas merupakan keadilan berbasis gender sehingga tidak boleh berdampak pada hak bekerja dan berserikat bagi perempuan.
Namun, kehadiran RUU KIA ini juga memunculkan kekhawatiran bagi sebagian masyarakat. Jika kelak RUU ini ditetapkan sebagai Undang-undang, muncul kekhawatiran enggannya masyarakat merekrut perempuan sebagai pekerja.
Belum lagi ada stigma yang muncul di tempat kerja. Sampai saat ini masih ada stigma yang memandang buruk jika perempuan sedang hamil bekerja. Karena dianggap kurang totalitas dan konsentrasinya terbagi. Cuti tiga bulan saja masih sulit diterima. Apa lagi jika diperpanjang.
Di sisi lain, ada juga respons lain yang diberikan dari RUU ini. Sebagian perempuan juga menyambut positif dari rencana aturan ini. Karena beberapa ibu membutuhkan waktu yang cukup panjang. Penambahan masa cuti pada hamil tentu menjadi kabar yang baik.
Masa cuti yang diambil pada dasarnya tidak hanya untuk memastikan sang buah hati dalam kondisi baik. Tapi juga sebagai waktu recovery ibu dan anak. Bayangkan ada bekas jahitan pada ibu usai pasca caesar.
Hal ini pun berlaku yang sama dengan ibu yang melahirkan secara normal. Entah karena ada pembengkakan kaki atau masalah kehamilan lainnya. Selain itu memulihkan badan yang merasa lelah karena kehadiran sang buah hati. Namun ibu tidak hanya membutuhkan pemulihan fisik saja. Psikis pun perlu dapat perhatian karena rentan alami baby blues atau postpartum blues.
Tentunya rancangan regulasi ini menghadirkan banyak dampak positif yang bisa dirasakan oleh ibu kelak. Namun kekhawatiran dari sebagian ibu seperti paparan di atas juga perlu mendapatkan perhatian bagi pemerintah.
Satu di antaranya adalah memastikan tidak ada diskriminasi terhadap perempuan di dunia kerja. Selain itu jika nantinya RUU KIA ini disahkan, butuh skema baru untuk memproteksi hak-hak perempuan.
Komnas perempuan pun menyatakan jika negara perlu mengantisipasi dengan alokasi anggaran jika ada tempat bekerja yang tidak bisa menjalankan RUU ini. Selain membutuhkan anggaran, dibutuhkan juga pengawasan yang ketat terkait penerapan regulasi ini.
Selain itu Komnas Perempuan juga menyarankan adanya identifikasi kebutuhan cuti dari pihak suami. Dan memastikan akan tetap mendapatkan upah secara penuh sehingga tidak ada kekhawatiran dari penghasilan.
Pemerintah juga tidak perlu melihat dari sisi perusahaan. Memberikan dukungan agar perusahaan bisa menjalankan regulasi ini, mungkin dengan pembuatan skema subsidi.
Dalam Islam, dijelaskan jika para ibu mendapatkan hak maternitas. Bahkan Rasulullah Saw pun mencontohkan bagaimana ia menghormati dan memberikan hak bagi ibu susuannya.
عن أبي الطُّفَيْلِ رضي الله عنه قَالَ رَأَيْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- يَقْسِمُ لَحْمًا بِالْجِعِرَّانَةِ إِذْ أَقْبَلَتِ امْرَأَةٌ حَتَّى دَنَتْ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَبَسَطَ لَهَا رِدَاءَهُ فَجَلَسَتْ عَلَيْهِ فَقُلْتُ مَنْ هِىَ فَقَالُوا هَذِهِ أُمُّهُ الَّتِى أَرْضَعَتْهُ. رواه أبو داود في سننه، رقم الحديث: 5146، كتاب الأدب، باب فِى بِرِّ الْوَالِدَيْنِ.
“Dari Abu Thufail ra, berkata: (Suatu saat) saya melihat Nabi Saw sedang membagikan daging di daerah Ji’ranah, kemudian ada seorang perempuan datang dan mendekat, dan Nabi Saw pun bergegas menggelar selendangnya di tanah (mempersilahkannya duduk). Perempuan itu kemudian duduk di atas selendang tersebut. Saya bertanya: “Siapa perempuan itu?, orang-orang menjawab: “Itu ibu (susuan) yang menyusui Nabi”. (Sunan Abu Dawud, dalam Sunan-nya no. Hadis: 5146).”
Menurut Faqihuddin Abdul Kodir di dalam bukunya yang berjudul 60 Hadis Shahih, memaparkan kisah ketika Rasulullah memberikan penghormatan kepada ibu susuan beliau. Perempuan itu bernama Halimah as-Sa’diyah.
Langkah ini bisa diteladani oleh setiap umat dan manusia. Banyak bentuk tindakan penghargaan yang bisa dilakukan. Satu di antaranya yaitu memberikan apresiasi pada kegiatan domestik dan pemberdayaan ekonomi bagi perempuan.
Memberikan regulasi yang mendukung hak maternitas merupakan salah satu bentuk pemberdayaan ekonomi pada perempuan. Dan RUU KIA bisa menjadi salah satu upaya dari pemerintah untuk melindungi hak tersebut.
Oleh karena itu dapat disimpulkan jika RUU KIA menjadi kabar baik bagi para perempuan yang hamil, melahirkan dan mengalami keguguran. Di sisi lain pemerintah perlu mempertimbangkan dari sisi perusahaan. Selain itu jika peraturan jadi disahkan, perlu ada pengawasan dari penerapan aturan tersebut.
2 Comments