BincangMuslimah.Com – Tuntutan perempuan untuk bisa menjadi sempurna sering muncul dari diri sendiri. Persepsi perempuan dan ambisi bahkan sering disalahartikan oleh masyarakat. Perempuan seolah tidak boleh punya ambisi. Demikian kira-kira cuplikan perbincangan dalam diskusi buku Cinta Untuk Perempuan yang Tidak Sempurna (CUPYTS) di chanel Youtube Lentera Hati, pada Senin malam (16/08/2020).
Pada Sesi Talk #3 diskusi buku dengan tema Ambisi dan Gengsi ini diisi oleh Dewi Sandra dan Dian Sastro serta dimoderatori oleh Najelaa Shihab.
Bagi Dewi Sandra, semua orang harus mempunyai cita-cita, mimpi, harapan dan tujuan. Maka, akan mengherankan apabila ada perempuan-perempuan yang merasa tidak berhak punya ambisi sebab that’s all life is all about.
Perempuan harus melakukan sesuatu, menciptakan sesuatu, berkarya, meninggalkan warisan, apa pun itu. Masalah besar atau kecilnya itu relatif, lanjut Dewi. Perempuan diberikan satu hikmah yang luar biasa besar dalam kehidupan.
“Amat disayangkan apabila seseorang yang sudah diberikan potensi untuk melakukan apa pun dalam kehidupannya tapi dia tidak melakukannya karena ditutup pintunya. Akan sangat disayangkan apabila pintu itu sendiri tertutup oleh tangannya sendiri,” ucapnya.
Dewi berharap, semoga, perempuan yang sudah melewati banyak hal telah menjalani kehidupan yang produktif. Perempuan harus kerja keras dan kita lihat hasilnya apa. Kalau perempuan punya mimpi, di mana mimpi yang hadir di dalam pikiran tidak sembarangan, pasti aka nada cara apa pun itu untuk kita bisa meraihnya.
“Setiap perempuan harus bisa bersabar untuk melewati proses demi proses yang mana tidak ada hal yang mudah. Ambisi bukan hanya boleh tapi harus punya dan harus siap untuk menjalani itu. Jadi bukan cuma dimimpikan, tapi juga dikerjakan,” jelas penyanyi yang juga kerap jadi presenter itu.
Dewi Sandra pernah membatasi dirinya. Saat melangkah, ia tahu jalan yang dilaluinya salah, Tuhan membawanya ke arah yang berlawanan, tapi jalan yang dilaluinya tetap indah. Ada pelajaran yang mahal dalam setiap hal kecil yang terjadi dalam kehidupan. Pelajaran tersebut tidak akan mungkin didapat jika hidupnya lurus-lulus saja. Ia kerap mendapatkan pelajaran baru yang tidak ia bayangkan sebelumnya.
Sementara itu saat pertama kali memformulasikan cita-cita atau ambisi saat berumur 10 tahun, Dian Sstrowardoyo mengaku belum bisa memformulasikan cita-cita dengan baik. Waktu itu, ia belum mempunyai tujuan yang pasti. Proses untuk mendefinisikan “kamu maunya apa” beriringan dengan kita mendefinisikan “siapa diri kita”.
Saat memformulasikan siapa diri sendiri saat usia pubertas, formulasi yang dibentuk masih bergantung pada ego diri. Dulu, Dian beramibisi untuk bisa kuliah di luar negeri dan bisa menyatakan pendapatnya di depan orang-orang dari negara lain. Kini, di usia menjelang 40 tahun, ia kembali mempertanyakan pada dirinya: bisakah ambisi tersebut didefiniskan ulang, diformulasikan ulang, dikalibrasi lagi?
Bagi Dian, ambisi bisa diposisikan bukan sebagai pemuas ego atau keren-kerenan, tapi dalam arti yang lebih bermakna. Dian tidak bisa sekolah di luar negeri, lalu bagaimana ambisi bisa tetap terwujud? Jawabannya adalah ia masih bisa mengenyam pendidikan tinggi di dalam negeri dan masih bisa menjadi seorang ibu. “Beranjak dewasa, setiap perempuan pasti berusaha mewujudkan cita-cita yang didambakan,” ujar Artis yang meraih kepopuleran setelah tampil memukau di film Pasir Berbisik tahun 2001 itu.
Baik Dian dan Dewi, keduanya sepakat bahwa perempuan muda akan selalu merasa iri dengan sesama perempuan yang dipandang lebih dari dia. Lebih cantik, lebih pintar, lebih cepat belajar dan lain sebagainya. Bekerja dan berkarya tidak akan pernah optimal jika terus membandingkan apa yang dilakukan diri sendiri dengan apa yang dilakukan oleh orang lain.
“Kita butuh kompetisinya, bukan gengsinya. Kita justru butuh empati dan dukungan-dukungan yang berarti.” Pungkas Najelaa Shihab mengakhiri diskusi.[]