BincangMuslimah.Com – Kasus pemerkosaan dan pencabulan yang dilakukan oleh salah satu anak pengasuh pesantren Shiddiqiyyah, Jombang, Jawa Timur berujung pada penangkapan tersangka setelah melewati drama yang berkepanjangan. Dari sekian drama yang terjadi, hal yang menghambat eksekusi hukum terhadap Bechi, tersangka, adalah sikap pembelaan dari warga sekitar pesantren dan ayahnya sendiri.
Kesalahan yang dilakukan oleh seseorang, tanpa memandang status sosial atau strata pendidikan, harus ditegakkan hukumnya seadil-adilnya. Termasuk apa yang dilakukan oleh Bechi, pelaku pemerkosaan yang justru dibela oleh ayahnya, Kyai Muchtar Mu’thi. Padahal jika menengok apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad, beliau sendiri tegas akan mengadili anaknya jika terbukti melakukan kesalahan.
Hal ini sebagaimana kisah yang tercatat dalam hadis Nabi riwayat Abu Daud melalui penuturan salah satu istrinya, Aisyah Radhiyallahu ‘anha,
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ قُرَيْشًا أَهَمَّهُمْ شَأْنُ الْمَرْأَةِ الْمَخْزُومِيَّةِ الَّتِي سَرَقَتْ فَقَالُوا مَنْ يُكَلِّمُ فِيهَا يَعْنِي رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا وَمَنْ يَجْتَرِئُ إِلَّا أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ حِبُّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَلَّمَهُ أُسَامَةُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أُسَامَةُ أَتَشْفَعُ فِي حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللَّهِ ثُمَّ قَامَ فَاخْتَطَبَ فَقَالَ إِنَّمَا هَلَكَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ وَايْمُ اللَّهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا
Artinya: dari Aisyah radliallahu ‘anha berkata, “Bangsa Quraisy pernah dikagetkan dengan kasus pencurian seorang wanita Makhzumiyah. Orang-orang berkata, “Siapakah yang akan memintakan amnesti kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?” sebagian yang lain menjawab, “Tidak ada yang berani melakukan hal itu selain Usamah bin Zaid, kekasih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?” Usamah kemudian menyampaikan hal itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, hingga beliau pun bersabda: “Wahai Usamah! Apakah engkau akan meminta keringanan dalam masalah hukum had Allah? Beliau kemudian berdiri dan berkhutbah: “Hanyasanya orang-orang sebelum kalian binasa karena jika ada orang terhormat dari mereka mencuri, mereka tidak menegakkan had. Tetapi jika ada orang rendahan yang mencuri, mereka menegakkan had atasnya. Demi Allah, sekiranya Fatimah binti Muhammad mencuri, sungguh aku akan memotong tangannya.”
Kisah ini berkaitan dengan status sosial yang dimiliki oleh pelaku pencurian, yaitu seorang wanita dari Makhzumiyah yang dibela oleh golongannya agar tidak dikenakan pemotongan tangan. Kala itu, Makhzumiyah adalah salah satu klan yang terhormat, besar, dan terpandang di kalangan masyarakat Arab. Orang-orang dari Makhzumiyah merasa memiliki wewenang untuk meminta keringanan pada Rasulullah. Maka membujuk Usamah bin Zaid untuk menyampaikan maksud tersebut pada Rasulullah.
Namun tak disangka, Rasulullah tegas menolak untuk melakukan itu. Bahkan beliau sendiri mengatakan, andaikata putrinya yang melakukan itu maka ia sendiri yang akan menegakkan hukum potong tangan yang kala itu berlaku sebagai pembalasan bagi perbuatan mencuri.
Sikap Rasulullah menunjukkan ketegasan luar biasa tanpa memandang status sosial atau nasab. Perumpamaan Rasulullah yang akan memotong tangan Fathimah jika melakukan itu adalah bentuk ketegasan Rasulullah untuk menegakkan keadilan.
Maka sangat disayangkan, jika pelaku pemerkosaan yang berasal dari trah pesantren ini justru dibela oleh ayahnya sendiri yang merupakan pengasuh pesantren dan pimpinan Thariqah Shiddiqiyyah. Jangan sampai agama dijadikan tameng dan legitimasi untuk berbuat zalim.
4 Comments