BincangMuslimah.Com – Bulan Rabiul Awwal adalah salah satu bulan yang dimuliakan Allah. Tepatnya, pada 12 Rabiul Awwal, Nabi Muhammad lahir di dunia sebagai pembawa ajaran dan petunjuk dari Allah. Karena dedikasi Nabi terhadap umat begitu besar, banyak umat Islam di belahan dunia memperingati Maulid Nabi, tak terkecuali di Mesir.
Sebelum membahas lebih jauh bagaimana peringatan Maulid Nabi di Mesir, perlu kita ketahui bahwa Maulid Nabi tidak dilakukan ketika zaman Nabi. Oleh karena itu, banyak pendapat mengenai ini.
Menurut Salafus Shalih, sejak abad ke-4, Maulid sudah dirayakan dengan berbagai pendekatan, seperti membagikan makanan, pembacaan ayat-ayat Alquran, maupun pembacaan syair untuk Nabi. Tak sedikit ulama dahulu juga melakukannya, di antaranya Ibnu Katsir, Ibnu Hajar, Jalaluddin As-Suyuthi, dan banyak lainnya.
Menurut Imam Jalaluddin As-Suyuthi, dalam kitabnya Hasan Maqsad fi ‘Amal Maulid, Maulid Nabi dilakukan untuk memperingati lahirnya sang kekasih Allah, salah satunya dengan membaca Alquran sebagai bentuk rasa bahagia. Kejadian ini memang belum pernah dilakukan pada masa sebelumnya, tapi bukan berarti bid’ah dholalah, akan tetapi bidah hasanah. Karena tidak bertentangan dengan Alquran dan sunnah.
Perayaan Maulid mempunyai ciri khas masing-masing di berbagai daerah. Di Indonesia, setiap bulan Rabiul Awwal, langgar-langgar dan mushalla berkumandang lantunan shalawat dan beberapa perayaan lain seperti lomba Maulid, pengajian di langgar maupun mushalla dan beberapa perayaan lainnya.
Berbeda dengan sebelumnya, pada kali ini saya berkesempatan merayakan Maulid Nabi di bumi kinanah, Mesir. Tentunya masyarakat Mesir mempunyai tradisi khusus dalam menyambut Maulid Nabi. Mari kita simak bagaimana masyarakat Mesir dalam memperingati Maulid Nabi.
Di setiap tahunnya, ada dua bulan yang diperingati oleh masyarakat Mesir, yaitu bulan Ramadhan dan bulan kelahiran Nabi atau Rabiul Awwal. Melihat sejarah, perayaan Maulid Nabi di Mesir sudah diadakan sejak Dinasti Fatimiyah tahun 971 M.
Dikisahkan, ada seorang prajurit bernama Biamrillah, ketika itu Biamrillah sedang menunggangi kuda dan istrinya berjalan di sisinya. Kala itu, sang istri mengenakan pakaian mewah dengan bunga melati di atas kepala. Melihat pemandangan yang tak biasa itu, masyarakat Mesir terkagum-kagum dengan romantisnya pasangan suami-istri tersebut.
Melihat itu, suatu ketika ada pembuat manisan yang terinspirasi dari hubungan tersebut. Manisan atau halawiyat merupakan bentuk ekspresi dari melihat sesuatu hal yang baik. Kemudian, manisan tersebut dibuat menyerupai seorang pengantin yang cantik yang menggambarkan kecantikan prajurit Biamrillah.
Dari manisan tersebut, akhirnya setiap perayaan Maulid sangat kental dengan makanan khas, halawiyat. Selain itu, halawiyat juga menggambarkan bahwa masyarakat Mesir sangat bahagia akan lahirnya Nabi Muhammad sebagai pembawa ajaran Allah. Dari kebiasaan ini, setiap memasuki bulan Rabiul Awwal, para pedagang menjejerkan berbagai macam dagangan salah satunya halawiyat. Halawiyat bulan Rabiul Awwal tentunya berbeda dari yang biasanya. Sejak zaman Fatimiyah, halawiyat bulan Rabiul Awwal berbentuk pengantin perempuan dengan gemerlap gaun khas Mesir.
Seiring perkembangan zaman, halawiyat arusah atau manisan pengantin yang menggambarkan istri Biamrillah beralih ke boneka pengantin berbahan plastik. Itu karena minimnya pengrajin halawiyat arusah. Maka dari itu, agar tetap menjaga tradisi masyarakat Mesir ketika bulan kelahiran Nabi, beralihlah menjadi boneka pengantin berbahan plastik. Selain itu, kelebihan lainnya yaitu bisa terpakai dalam kurun waktu yang panjang.
Selain halawiyat dan boneka pengantin, sepanjang jalan banyak pita-pita maupun kain corak khas Mesir dipajang sepanjang jalanan, gemerlap lampu juga tidak ketinggalan. Bulan ini, masyarakat saling berbondong-bondong untuk memeriahkan dan berbahagia dalam menyambut salah satu bulan yang agung.