BincangMuslimah.Com – Allah menanamkan rasa kasih dan sayang terhadap anak di dalam hati setiap orangtua. Secara naluriah perasaan tersebut akan hadir melalui kedekatan emosional atau jiwa dari hubungan anak dan orangtua. Perasaan tersebut pada akhirnya yang secara naluriah mendorong orangtua untuk selalu menjaga, menyayangi, mengasihi dan memperhatikan kebutuhan sang anak.
Tidak heran kiranya jika dalam Alquran, dalam beberapa kesempatan Allah mendeskripsikan betapa indahnya gambaran dari perasaan kasih murni orangtua terhadap anak.
Setidaknya, menurut Abdullah Nasih Ulwan dalam Tarbiyatul Awlad fil Islam, minimal ada tiga gambaran tentang betapa berharganya gambaran anak bagi orangtua yang dideskripsikan Allah dalam sabdanya.
Pertama, terkadang Allah menggambarkan buah hati sebagai perhiasaan kehidupan sebagaimana dikatakan dalam surat Al-Kahfi ayat 46
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلًا
Artinya; Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.
Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya menjelaskan potongan pertama ayat di atas bahwa harta dan anak dikatakan perhiasaan kehidupan karena dalam harta terdapat kebaikan dan manfaat begitu juga anak merupakan kekuatan dan semangat hidup bagi orangtua. Pada potongan ayat selanjutnya, kita diperingatkan bahwa perhiasan dunia hanyalah tipu daya sehingga jangan sampai terperdaya dan silau dengan harta yang banyak atau rasa sayang kepada anak sehingga lupa beramal saleh.
Kedua. Anak diibaratkan sebagai nikmat yang agung sehingga setiap orangtua sejatinya harus bersyukur kepada Allah atas karunia tersebut. Sebagaimana Allah bersabda
ثُمَّ رَدَدْنَا لَكُمُ الْكَرَّةَ عَلَيْهِمْ وَأَمْدَدْنَاكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَجَعَلْنَاكُمْ أَكْثَرَ نَفِيرًا
Kemudian Kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan mereka kembali dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar. (QS. Al-Isra; 6)
Dalam Tafsir Jalalayn, dijelaskan pada ayat sebelumya bahwa Bani Israil diporak-porandakan oleh Jalut dan bala tentaranya karena telah membuat kerusakan dan membunuh Nabi Zakariya, lalu ratusan tahun kemudian pada masa Nabi Daud, setelah Bani Israil kembali ke jalan yang benar dan mendapatkan petunjuk dan meninggalkan kerusakan Allah anugerahkan kembali kepada mereka harta dan anak-anak dan menjadikan jumlah mereka lebih besar dari sebelumnya. Namun ternyata mereka membuat kerusakan kedua dan membunuh Nabi Yahya, maka Allah menghukum mereka kembali karena tidak menyukuri karunia anak serta harta yang diberikan kepada mereka.
Ketiga, anak sebagai penyejuk hati orangtua jika mereka termasuk anak-anak yang saleh dan salehah. Sebagaimana Allah bersabda
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Furqan:74)
Imam al-Thabari mengatakan dalam tafsirnya bahwa anak yang saleh dan salehah tidak hanya akan menjadi penyenang hati di dunia tapi juga di akhirat.
*Artikel ini pernah dimuat BincangSyariah.Com