BincangMuslimah.Com – Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) ternyata juga menyebabkan dampak buruk bagi anak, walaupun tindak KDRT terjadi antar suami istri atau ayah dengan ibu sang anak. Sebelum membahas lebih dalam perihal dampak buruk pada anak yang menyaksikan KDRT, mungkin tidak ada salahnya mengetahui apa, siapa yang berisiko dan bentuk-bentuk KDRT terlebih dahulu.
Menurut Komnas Perempuan, KDRT adalah kekerasan yang terjadi pada ranah privat atau personal. Biasanya pelaku dengan korban memiliki relasi yang akrab dan dekat. Sering juga ditemukan pelaku punya pertalian darah dengan korban.
Misalnya saja, kekerasan yang terjadi antara suami dengan istri, kakek dengan cucu, orangtua pada anak atau sebaliknya. Bisa juga kekerasan terjadi pada majikan dengan asisten rumah tangga yang bekerja di dalam rumah tangga tersebut.
Lantas apa saja bentuk dari KDRT? Mengacu pada Komite Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Pada Perempuan (The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women/CEDAW) terdapat bentuk kekerasan berbasis gender.
Artinya, ada kekerasan baik kekerasan fisik, psikis, dan seksual yang terjadi berakar pada perbedaan berbasis gender dan jenis kelamin yang sangat kuat di dalam masyarakat.
Bentuk-bentuk KDRT juga bisa diintip di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), yaitu meliputi kekerasan fisik (Pasal 6), kekerasan psikis (Pasal 7), kekerasan seksual (Pasal 8), dan penelantaran rumah tangga (Pasal 9).
Pada kasus di lapangan, tindak KDRT ternyata bisa merambat dari istri, lalu ke anak. Dengan kata lain, pelaku yang tidak mendapatkan tindakan yang tepat bisa melakukan kekerasan kepada siapa saja.
Namun bagaimana jika anak tidak mendapatkan kekerasan, namun terus melihat KDRT yang dilakukan oleh orangtua mereka?
Dampak Anak Terus Menyaksikan Tindak KDRT Jangka Panjang
Tidak bisa dianggap sepele. Menurut laman Komnas Perempuan, ternyata anak yang menyaksikan kekerasan di dalam rumah secara terus-menerus dapat memberikan dampak sangat serius. Khususnya dalam perkembangan mental dan nilai-nilai yang dianut.
Pertama, anak akan sulit mengembangkan perasaan damai di dalam hatinya. Selain itu, perkembangan emosi anak menjadi tidak sempurna. Rasa empati dan kasih sayang pun terganggu.
Anak tidak mendapat contoh bagaimana mencintai atau menyayangi antar sesama manusia. Sepanjang tumbuh kembangnya, anak akan diliputi perasaan sedih, cemas, bingung dan bingung dengan keberadaan dirinya.
Selain itu, anak tumbuh menjadi orang yang tidak percaya dengan siapa pun. Beberapa situasi di atas tentu saja dapat memengaruhi kualitas hidupnya. Ia juga diprediksi akan kesulitan beradaptasi dalam bersosialisasi.
Ketika menghadapi konflik atau suatu permasalahan, anak kelak akan bingung. Karena sejak kanak-kanak, ia tidak mendapatkan pengajaran yang baik terkait problem solving.
Kedua, akibat melihat kekerasan dalam jangka panjang, anak merasa kekerasan adalah jalan yang tepat dalam menyelesaikan masalah. Kekerasan menjadi hal yang wajar dan boleh dilakukan.
Bukan tidak mungkin, kelak ketika anak tumbuh dewasa lalu berkeluarga, ia masih memegang nilai ini. Bak lingkaran setan, KDRT pun terulang kembali. Mereka yang mendapatkan paparan KDRT melakukan hal serupa pada pasangan, bahkan anaknya.
Atau sebaliknya, anak yang dahulunya kerap melihat kekerasan antar orangtua, ia bisa menjadi korban kekerasan ketika dewasa. Bukannya melapor, ia merasa tindakan kekerasan yang dialaminya merupakan hal wajar dan pantas diterima.
Oleh karena itu, mari tingkatkan kesadaran kita untuk menghindari tindak KDRT. Tidak hanya hubungan suami saja yang hancur, anak-anak pun akan menjadi korban.