BincangMuslimah.Com – Zakat fitrah merupakan satu dari lima kewajiban atau pilar agama Islam yang harus ditunaikan oleh setiap individu muslim. Maka seyogyanya bagi kita untuk memahami hal ihwal pelaksanaan zakat. Kewajiban membagikan sejumlah harta ini ini telah disyariatkan oleh Allah dalam banyak firman-Nya, salah satunya surat Al-Baqarah ayat 43:
وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرۡكَعُواْ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ
Artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.”
Dewasa ini, muncul polemik perihal penunaian zakat bagi masyarakat yang tinggal jauh dari kampung halamannya demi mencari nafkah. Dan ia belum memiliki kesempatan untuk pulang menuju kampung halamannya atau mudik.
Bagaimana cara menunaikan zakat fitrah bagi anak rantau? di mana dia harus menunaikan zakat, di tanah rantau atau di kampung halamannya?
Waktu Membayar Zakat Fitrah
Beberapa ulama menyebutkan adanya kelonggaran waktu dalam pembayaran zakat fitrah. Dari mulai waktu utama hingga waktu yang dilarang. Salah satunya yang termuat dalam kitab Tausyih ‘ala Ibni Abi Qasim karya Syekh Nawawi al-Bantani,
ولزكاة الفطرة خمسة أوقات وقت جواز وهو من ابتداء رمضان, ولا يجوز إخراجها قبله, ووقت وجوب وهو بإدراك جزء من رمضان وجزء من شوال ووقت ندب وهو من قبل صلاة العيد ووقت كراهة وهو بعدها ووقت حرمة وهو ما بعد يوم العيد وتكون قضاء
Artinya: “Waktu pelaksanaan zakat Fitrah terbagi lima. Pertama waktu boleh, yaitu terhitung sejak awal Ramadhan. Sebelum awal Ramadhan, tidak boleh mengeluarkan zakat Fitrah. Kedua waktu wajib, ketika seseorang mengalami meskipun sesaat Ramadhan dan sebagian bulan Syawwal. Ketiga waktu dianjurkan, sebelum pelaksanaan sembahyang Idul Fitri. Keempat waktu makruh, membayar zakat Fitrah setelah sembahyang Idul Fitri. Kelima waktu haram, pembayaran zakat setelah hari raya Idul Fitri, dan zakat Fitrahnya terbilang qadha.”
Pendapat Tentang Zakat Fitrah Bagi Anak Rantau
Ketentuan dalam pembayaran zakat fitrah akan berkaitan erat dengan tempat dan waktu keberadaan seseorang. Para ulama Syafi’iyah telah memberikan pendapat terkait acuan pendistribusian zakat fitrah adalah pada tempat di mana seseorang berada dan pada saat terbenamnya matahari di akhir bulan ramadhan atau malam hari raya.
Syekh Abdurrahman bin Muhammad bin Husein Ba’lawi memberikan penjelasannya dalam Ghayatu Talkhisil Murad:
مسألة : تجب زكاة الفطر في الموضع الذي كان الشخص فيه عند الغروب، فيصرفها لمن كان هناك من المستحقين، وإلا نقلها إلى أقرب موضع إلى ذلك المكان
Artinya, “Zakat fitrah wajib (ditunaikan) di tempat di mana seseorang berada pada saat matahari (di hari akhir Ramadhan) tenggelam. Maka ia memberikan zakat fitrah pada orang yang berhak menerima zakat yang berada di tempat tersebut, jika tidak ditemukan, maka ia berikan di tempat terdekat dari tempatnya.”
Menukil dari Fath Al-Qorib bahwa kriteria orang yang wajib membayar zakat adalah Islam, mempunyai cukup harta, dan masih menemui waktu hingga matahari terbenam akhir Ramadhan. Karena pada waktu tersebut adalah waktu yang diwajibkan untuk membayar zakat. Setelah itu adalah waktu haram (saat atau setelah shalat idul fitri).
Keterangan di atas dapat kita ambil benang merah dan kita cocokkan dengan keberadaan anak rantauan. Apabila seseorang tersebut berada di tempat rantauannya ketika waktu wajib membayar zakat hingga menemui Idul Fitri, maka ia harus menunaikannya di tempat merantaunya.
Sebaliknya, apabila seseorang tersebut kesehariannya berada di tempat rantauan, namun pada waktu wajib membayar zakat hingga menemui idul fitri ia berada di kampung halamannya, zakatnya pun ditunaikan di kampung halamannya.
Sebagaimana keteangan dari Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyah, zakat fitrah yang disalurkan di negeri tempat seseorang mendapatkan kewajiban zakat fitrah yaitu di saat ia mendapati waktu fithri (tidak berpuasa lagi). Karena wajibnya zakat fitrah untuk anak rantau ini ini berkaitan dengan sebab wajibnya yaitu bertemu dengan waktu fitri.