Ikuti Kami

Kajian

Tidak Ada Kawin Paksa dalam Islam

risiko nikah muda

BincangMuslimah.Com – Pernikahan punya sejuta makna. Setiap orang memiliki prinsip yang berbeda terkait hal ini. Pada dasarnya, pernikahan adalah momen sakral yang berisikan komitmen antara laki-laki dan perempuan. 

Menjadi bentuk keseriusan dalam sebuah hubungan. Sedangkan di dalam Islam, menikah menjadi salah satu bentuk ibadah. Selain itu Pernikahan menjadi satu upaya menjaga kesucian manusia yang juga memerlukan pemenuhan kebutuhan biologis sebagai makhluk.

Membangun rumah tangga dalam sebuah pernikahan juga memiliki harapan hadirnya rasa tentram, damai dan penuh cinta. Tentu dengan terwujudnya sebuah keluarga yang sakinah, mawadah dan warahmah. 

Melihat sakralnya sebuah pernikahan, maka dibutuhkan keikhlasan dan bekal yang matang oleh kedua belah pihak. Kesiapan tidak hanya dari sisi laki-laki saja. Perempuan pun mengemban hal yang sama. 

Tidak hanya sekadar kemapanan belaka. Namun juga kesiapan fisik dan mental. Sehingga rumah tangga dapat dijalani dengan kesungguhan, kesalingan dan kasih sayang. 

Oleh karenanya tidak salah jika saat akan menikah, perlu dipertanyakan bagaimana kesiapan dan keridhaan dari calon mempelai. Begitu pun dari sisi perempuan. Meski saat ini kasus perjodohan paksa dari pihak orangtua sudah jarang terdengar, isu ini seletingan masih bisa ditemukan. 

Di tiap sudut tanah air, masih ditemukan pernikahan di usia dini. Selain karena faktor ekonomi dan edukasi, adanya tekanan dari pihak keluarga dan lingkungan menjadi salah satu faktornya. 

Perjodohan yang disebut-sebut dapat menyelamatkan keluarga terus dipaksakan meski pun tidak ada keridhaan dari perempuan. 

Selain itu ada beberapa tradisi yang harus menikahkan anak-anak mereka jika tertangkap tangan sedang berhubungan dekat. Walau pun diketahui umur masih belasan tahun, tapi hal ini dilakukan untuk menjaga nama baik keluarga. 

Baca Juga:  Memandang LGBT dari Sisi Kemanusiaan

Kita tentu tidak bisa melupakan kisah Rasminah. Ia merupakan korban pernikahan anak. Di mana ia mengalami kawin paksa saat masih berusia 13 tahun. Kisahnya cukup menyayat hati dan menguras air mata. Faktor utama penyebab pernikahan yang menjadi mimpi buruk bagi Rasminah adalah ekonomi yaitu kemiskinan. 

Dan masih banyak jenis pernikahan lain yang bersifat memaksa dan tidak berlandaskan pada keikhlasan dari salah satu pihak. Dalam hal ini, perempuan lah yang kerap menjadi pihak yang dipaksa. 

Masih saja ada pagar kasat mata yang menuntut perempuan harus manut dan patuh. Tidak boleh membantah dan mengungkapkan penolakan secara gamblang. Perempuan tidak punya hak bicara atas dirinya dan hal ini menjadi stigma yang dilegitimasi oleh masyarakat kita. 

Bahkan pandangan ini semakin dibebankan pada sebuah aturan. Dimana perempuan harus tunduk pada semua keputusan laki-laki. Anak perempuan dengan ayahnya dan istri pada suaminya. Aturan ini pun disebut-sebut sudah berdasarkan pada ketetapan agama dan tidak boleh diganggu gugat. 

Padahal hal itu tidak lah benar. Kemunculan Islam pada dasarnya di masa jahiliyah adalah memberikan seluruh hak-hak perempuan secara penuh. Satu di antaranya dimulai saat menyatakan ingin menikah atau menolak suatu perjodohan. 

جاءَتْ فتاةٌ إلى رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ فقالت: يا رسولَ اللهِ، إنَّ أبي زوَّجَني ابنَ أخيهِ يرفَعُ بي خَسيسَتَه، فجعَلَ الأمرَ إليها، قالت: فإنِّي قد أجَزْتُ ما صنَعَ أبي، ولكنْ أردْتُ أنْ تَعلَمَ النِّساءُ أنْ ليس للآباءِ منَ الأمرِ شيءٌ

Abu Buraidah menuturkan dari ayahnya yang berkata ‘ada seorang perempuan muda datang kepada Nabi Muhammad Saw dan bercerita. Ayahku menikahkanku dengan anak saudaranya untuk mengangkat derajatnya melaluiku. Nabi Muhammad  saw memberikan keputusan akhir di tangan sang perempuan. Kemudian perempuan itu berkata. ‘Ya Rasulullah, aku rela yang dilakukan ayahku. Tetapi aku ingin mengumumkan kepada para perempuan bahwa ayah-ayah tidak memiliki hak untuk urusan ini.” (H.R Ibnu Majah dalam Sunan-nya Hadis No 3282).

Baca Juga:  Hukum Penggunaan Topi Haji bagi Jamaah Wanita

Menurut Faqihuddin Abdul Kodir di dalam bukunya yang berjudul 60 Hadis Shahih menjelaskan jika hadits ini berisi tentang kemandirian dan kemanusian dari perempuan. 

Pada masa pra Islam, perempuan nyaris tidak memiliki suara akan dirinya sendiri. Hadis di atas, menurut Faqihuddin adalah bentuk dari revolusioner yang dibawa oleh Rasulullah. 

Kisah hadis di atas menunjukkan keberanian dari seorang perempuan. Dan ini tidak akan terjadi jika nabi Muhammad Saw tidak mengubah kondisi sosial terlebih dahulu. 

Kondisi sosial yang dibawakan oleh Rasul tentunya membawa rasa aman dan nyaman. Serta berterus-terang dalam mempertanyakan hak-hak mereka, dalam hal ini adalah perempuan.

Di sisi lain, Faqihuddin pun menangkap pesan penting dari hadis di atas. Yaitu perempuan memiliki hak atas pernikahan dirinya sendiri. Bukan ayah atau keluarga jauh. Sebab, orang yang akan menjalani rumah tangga adalah si ‘perempuan’ ini.

Oleh karena itu dapat disimpulkan jika pernikahan tidak bisa dipaksakan jika tidak ada keridhaan dari salah satu pihak. Keduanya harus benar-benar nyaman dan rela untuk disatukan. Sehingga bisa mewujudkan keluarga yang diperintahkan oleh Al-Qur’an yaitu sakinah, mawadah dan warahmah. 

Rekomendasi

Kisah Annemerie Schimmel Kisah Annemerie Schimmel

Kisah Annemerie Schimmel, Orientalis yang Terpesona dengan Islam

fomo media sosial islam fomo media sosial islam

Upaya Menghindari Fomo dalam Kacamata Islam

Langkah mengesahkan Pernikahan Siri Langkah mengesahkan Pernikahan Siri

Langkah Hukum Mengesahkan Pernikahan Siri

Mahar Transaksi Jual Beli Mahar Transaksi Jual Beli

Tafsir Surat An-Nisa Ayat 4; Mahar Bukan Transaksi Jual Beli

Ditulis oleh

Melayu udik yang berniat jadi abadi. Pernah berkuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, jurusan Jurnalistik (2014), aktif di LPM Institut (2017), dan Reporter Watchdoc (2019). Baca juga karya Aisyah lainnya di Wattpad @Desstre dan Blog pribadi https://tulisanaisyahnursyamsi.blogspot.com

4 Komentar

4 Comments

Komentari

Terbaru

Anjuran Bagi-bagi THR, Apakah Sesuai Sunah Nabi?

Video

QS At-Taubah Ayat 103: Manfaat Zakat dalam Dimensi Sosial QS At-Taubah Ayat 103: Manfaat Zakat dalam Dimensi Sosial

QS At-Taubah Ayat 103: Manfaat Zakat dalam Dimensi Sosial

Kajian

Sedang Haid, Apa Tetap DiAnjurkan Mandi Sunnah Idulfitri Sedang Haid, Apa Tetap DiAnjurkan Mandi Sunnah Idulfitri

Sedang Haid, Apa Tetap DiAnjurkan Mandi Sunnah Idulfitri

Ibadah

Anjuran Saling Mendoakan dengan Doa Ini di Hari Raya Idul Fitri

Ibadah

Bolehkah Menggabungkan Salat Qada Subuh dan Salat Idulfitri? Bolehkah Menggabungkan Salat Qada Subuh dan Salat Idulfitri?

Bolehkah Menggabungkan Salat Qada Subuh dan Salat Idulfitri?

Ibadah

kisah fatimah idul fitri kisah fatimah idul fitri

Kisah Sayyidah Fatimah Merayakan Idul Fitri

Khazanah

Kesedihan Ramadan 58 Hijriah: Tahun Wafat Sayyidah Aisyah Kesedihan Ramadan 58 Hijriah: Tahun Wafat Sayyidah Aisyah

Kesedihan Ramadan 58 Hijriah: Tahun Wafat Sayyidah Aisyah

Muslimah Talk

Kapan Seorang Istri Dapat Keluar Rumah Tanpa Izin Suami? Kapan Seorang Istri Dapat Keluar Rumah Tanpa Izin Suami?

Ummu Mahjan: Reprentasi Peran Perempuan di Masjid pada Masa Nabi

Muslimah Talk

Trending

Ini Tata Cara I’tikaf bagi Perempuan Istihadhah

Video

Ketentuan dan Syarat Iktikaf bagi Perempuan

Video

tips menghindari overthingking tips menghindari overthingking

Problematika Perempuan Saat Puasa Ramadhan (Bagian 3)

Ibadah

Tuan Guru KH Zainuddin Abdul Madjid Tuan Guru KH Zainuddin Abdul Madjid

Tuan Guru KH Zainuddin Abdul Madjid: Pelopor Pendidikan Perempuan dari NTB

Kajian

malam jumat atau lailatul qadar malam jumat atau lailatul qadar

Doa Lailatul Qadar yang Diajarkan Rasulullah pada Siti Aisyah

Ibadah

Anjuran Saling Mendoakan dengan Doa Ini di Hari Raya Idul Fitri

Ibadah

mengajarkan kesabaran anak berpuasa mengajarkan kesabaran anak berpuasa

Parenting Islami : Hukum Mengajarkan Puasa pada Anak Kecil yang Belum Baligh

Keluarga

Puasa Tapi Maksiat Terus, Apakah Puasa Batal?

Video

Connect