BincangMuslimah.Com – Setiap tanggal 28 Oktober tentu lumrah memperingati Hari Sumpah Pemuda. Dalam sejarah tercatat Sumpah Pemuda hasil kesepakatan dalam Kongres Pemuda II merupakan kesepakatan kolektif antara organisasi-organisasi pemuda yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia waktu itu. Pelopor Kongres Pemuda II adalah Perhimpoenan Peladjar-Peladjar Indonesia (PPPI) yang lahir setelah pelaksanaan Kongres Pemuda I, yaitu pada tahun 1926.
Hubungan Persatuan dengan Pemuda
PPPI adalah organisasi kepemudaan yang bersifat lintas primordial dan beranggotakan pelajar seluruh Indonesia. Di antara tokoh-tokoh PPPI ini adalah Sigit, Soegondo Djojopoespito, Soewirjo, S. Reksodipoetro, Moehammad Jamin, A. K Gani, Tamzil, Soenarko, Soemanang, dan Amir Sjarifudin. (sumber)
Melansir dari kemdikbud.go.id pelaksanaan Kongres Pemuda II di tiga Gedung yang berbeda dan terbagi dalam tiga kali rapat. Pelaksanaan rapat pertama pada Sabtu, 27 Oktober 1928 di Gedung Katholieke Jongenlien Bond (KJB), Lapangan Banteng. Dalam rapat pertama ini Soegono menyampaikan harapannya agar kongres ini dapat menjadi pertemuan untuk memperkuat semangat persatuan dalam sanubari para pemuda.
Kemudian agenda rapat selanjutnya adalah uraian Moehammad Jamin tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda. Menurutnya ada lima factor yang bias memperkuat persatuan Indonesia yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan.
Pelaksanaan rapat kedua pada Minggu, 28 Oktober 1928 di Gedung Oost-Java Bioscop, agenda rapatnya adalah membahas mengenai Pendidikan di Indonesia. Dalam kesempatan ini, kedua pembicara yaitu Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro sependapat bahwa anak-anak Indonesia harus mendapat Pendidikan kebangsaan, didik secara demokratis. Juga ada keseimbangan antara Pendidikan di sekolah dan bimbingan di rumah.
Dalam sesi rapat berikutnya yang dilaksanakan di Gedung Indonesische Clubhuis Kramat, Soenario menyampaikan pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain Gerakan kepanduan. Kemudian Ramelan menyampaikan bahwa Gerakan kepanduan tidak bisa terpisahkan dari Gerakan nasional. Gerakan kepanduan melatih kedisiplinan dan kemandirian anak sebagai kebutuhan dalam perjuangan.
Sebelum menutup kongres, dalam kesempatan ini memperdengarkan kumandang lagu “Indonesia raya” buah karya Wage Rudolf Supratman denngan iringan alat musik biola. Inilah kali pertama kumandang lagu Indonesia Raya ke hadapan publik.
Setelah itu, penutup Kongres Pemuda II dengan mengumumkan rumusan hasil Kongres. Rumusan tersebut diucapkan secara Bersama-sama sebagai Sumpah Setia, yang kini dikenal dengan Sumpah Pemuda.
Ada tiga point yang menjadi cetak biru dalam Sumpah Pemuda dalam Kongres pemuda II pada tanggal 28 Oktober 1928. Pertama yaitu menyepakati Indonesia sebagai tanah air yang satu, mengakui berbangsa satu, yaitu bangsa Indonesia, dan mengakui Bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu.
Pasca Sumpah Pemuda
Pemuda sebagai agent of change (agen perubahan), perannya sangat kentara dalam momentum Sumpah Pemuda ini. Sumpah Pemuda menjadi titik awal kebangkitan dan kesepakatan pemuda yang pada saat itu terus berupaya melepaskan diri dari cengkraman kolonialisme. Juga sebagai upaya melupakan fanatisme kedaerahan demi kesatuan bangsa.
Sebelum mengikrarkan Sumpah Pemuda, organisasi pemuda daerah seperti Jong Java (1915), Jong Soematranen Bond (1917), Jong Islamieten Bond (1924), Jong Batak, Jong Minahasa, Jong Celebes, Jong Ambon, Sekar Roekoen, Pemoeda Kaoem Betawi, dan organisasi lainnya bergerak secara kedaerahan saja. Namun setelah mengumandangkan ikrar Sumpah Pemuda bersama, keberadaan organisasi kepemudaan daerah ini tidak lagi terkotak-kotak, mereka bersepakat untuk mengakui kesatuan dan melupakan perbedaan kedaerahan, suku, ras, agama, etnis, dan lainnya.
Asvi Warman Adam menuliskan, Sumpah Pemuda 1928 dapat dipandang sebagai “Proklamasi” bangsa Indonesia dan perubahan sosial politik yang terjadi dalam dunia. Ide dan “roh” bangsa Indonesia “tertiup” dalam bentuk Sumpah Pemuda. Saat ikrar sumpah pemuda dengan iringan lagu kebangsaan Indonesia Raya oleh WR Soepratman di Kramat Raya 106 pada tanggal 28 Oktober 1928. Selanjutnya, jiwa itu menyertai “raga” bangsa (nation) Indonesia yang lahir pada 17 Agustus 1945 di tengah perjuangan menentang fasis Jepang dan kolonialis Belanda.
Ketika Sumpah Pemuda disepakati dalam Kongres Pemuda II, terjadilah “Pemerdekaan secara simbolik dan mental” karena pada saat diikrarkan tiga point kesepakatan sebagai bukti kecintaan terhadap Indonesia, maka pada saat itu “Hindia Belanda” secara terbuka “didekonstruksi” dan “direkonstruksi” menjadi “Indonesia”.
Sambutan Negatif dari Kolonial Belanda
Menurut Sutejo K. Widodo dalam Memaknai Sumpah Pemudadi Era Reformasi, pemerintah Belanda tidak menyambut baik Kongres Pemuda II yang menghasilkan Sumpah Pemuda. Di mata kolonial Belanda, menganggap semangat Sumpah Pemuda yang tergabung dalam wadah organisasi pemuda sebagai ancaman. Sehingga dapat menggoyahkan keberlangsungan eksploitasi dan juga penjajahan terhadap Bangsa Indonesia.
Untuk melancarkan misi ini, beberapa pejabat kolonial seperti Hendrikus Coljin (mantan Menteri Urusan Daerah Jajahan), kemudian Perdana Menteri Belanda, Veteran perang Aceh dan bekas ajudan Gubernur Jendral van Heutz menerbitkan pamflet. Pamflet tersebut menyatakan bahwa kesatuan Indoensia sebagai suatu pepesan kosong belaka. Lanjutnya lagi, masing-masing pulau dan daerah Indonesia adalah etnis yang terpisah-pisah sehingga masa depan jajahan ini tak mungkin tanpa terbagi dalam wilayah-wilayah.
Pamflet di atas adalah upaya untuk memeprlemah persatuan. Dengan cara ini beberapa pejabat kolonial tersebut mencoba membangkitkan spirit kedaerahan kepada pribumi yang masih rentan kembali berpihak kepada kolonial.
Pernyataan lain yang tak kalah menyebalkan dan amat menghinakan semangat persatuan Bangsa Indonesia adalah, bahwa Belanda telah berkuasa di Indonesia selama tiga setengah abad dan akan berkuasa tiga setengah abad lagi. Hinaan ini maksudnya adalah Bangsa Indoensia tidak akan pernah lepas dari cengkraman kolonial Belanda. Jadi jangan sekali-kali bermimpi untuk dapat merdeka!
Tetapi sayangnya, ancaman melalui pamflet dan juga hinaan yang menyebalkan yang ditujukkan kepada Bangsa Indonesia sama sekali tidak dapat dibuktikan. Dalam pelaksanaan Kongres Pemuda II yang begitu ramai dihadiri oleh pemuda-pemuda dari berbagai daerah di Indonesia. Lalu setelahnya terus melakukan Gerakan-gerakan kepemudaan dan rutin melaksanakan kongres-kongres.
Pengakuan Kebangsaan dan Kesatuan Indonesia
Tercatat pada 31 Desember 1930 sebagai keseriusan dalam menghimpun kesatuan Bangsa Indonesia, sehingga terbentuklah Perkoempoelan Indonesia Moeda (MI). Sebuah organsasi kepemudaan nasional yang solid, kuat, dan juga bercita-cita untuk merealisasikan kemerdekaan yang pasti.
Menjadi jelas bahwa Kongres Pemuda II yang mengikrarkan Sumpah Pemuda bukan pekerjaan untuk merajut benang persatuan dan kerja kolektif yang sebentar. Bukan juga inisiatif dari segelintir orang. Hal ini adalah buah dari hasil momentum Kebangkitan Nasional pada 20 Mei 1908. Lalu berbagai pihak merajutnya hingga menghasilkan kesepakatan Sumpah Pemuda.
Karenanya, Sumpah Pemuda telah berhasil meruntuhkan sekat-sekat kesukuan dan kedaerahan, tetapi juga berhasil membangkitkan pengakuan kebangsaan dan kesatuan Indonesia. Dan yang tak kalah penting adalah, mulai memperkenalkan dan memperdengarkan nama Indonesia pada momentum Sumpah Pemuda.
2 Comments