Ikuti Kami

Kajian

Emma Poeradiredjo, Sosok Perempuan dalam Kongres Pemuda

BincangMuslimah.Com – Sumpah Pemuda merupakan sebuah ikrar yang menjadi bukti otentik perjuangan kaum pemuda pada 28 Oktober 1928 silam, tepatnya pada hari minggu di Gedung Oost Java Bioscoop. Sejak saat itu, Sumpah Pemuda tonggak utama dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia yang diperingati setiap tahun pada tanggal 28 Oktober. Sumpah Pemuda lahir dari Kongres Pemuda II yang terselenggara di Jakarta pada 27-28 Oktober 1928. Dalam Kongres Sumpah Pemuda II, ada sekitar 700-an pemuda hadir, namun hanya 82 orang saja yang tercatat sebagai peserta kongres.

Dijelaskan dalam buku Panduan Museum Sumpah Pemuda, dari 82 orang tersebut, sebanyak enam orang adalah perempuan. Mereka adalah Dien Pantow, Emma Poeradiredjo, Jo Tumbuan, Nona Tumbel, Poernamawoelan, dan Siti Soendari. Hanya tiga yang berpidato dalam kongres tersebut, yaitu Emma Poeradiredja, Poernamawoelan, dan Siti Soendari. Nama  Emma Poeradiredja menjadi menarik untuk diulas.

Selayang Pandang Riwayat Kehidupan Emma Poeradiredjo 

Emma Poeradiredjo  lahir di Cilimus, Kuningan, pada 13 Agustus 1902. Beliau merupakan sosok yang lengkap seorang pekerja sosial, aktivis pergerakan, tokoh emansipasi perempuan, dan politisi. Selama masa hidupnya, beliau adalah sosok yang kerap berkiprah untuk menyuarakan masalah perempuan. Kegigihannya memperjuangkan isu-isu perempuan itu menjadikannya seorang tokoh emansipasi yang layak diperbincangkan.

Emma Poeradiredjo telah menjadi aktivis sejak usia belia, pada usia 16 tahun saat duduk kelas 1 MULO, dan hanya berhenti berkiprah pada akhir hayatnya di usia 73 tahun. Beliau adalah perempuan pribumi pertama yang menjadi anggota Dewan Kota Bandung/Gemeenterad (1938-1942). Dia juga pendiri Pasundan Istri/PASI (1930), terlibat aktif dalam Kongres Pemuda I dan II (1926 & 1928), Ketua pada Kongres Perempuan Indonesia III tahun 1938 di Bandung (yang kemudian menjadi peringatan Hari Ibu setiap 22 Desember), pegawai yang sangat berdedikasi pada Jawatan Kereta Api dengan mendirikan berbagai yayasan, dan seorang nasionalis sejati.

Baca Juga:  7 Hadis tentang Nuzulul Quran

 

Aktivis Organisasi

Di saat pendidikan bagi kaum pribumi merupakan barang mahal, Emma memiliki previllage dan berhasil melalui berbagai jenjang pendidikan, yang membawanya menjadi aktivis di berbagai organisasi pemuda saat itu. Saat masih duduk di kelas satu MULO (1917), Emma sudah menjadi anggota Bond Inlandsche Studeerenden (BIS). Pada tahun 1918, beliau bergabung dengan Jong Java, sebuah organisasi yang mengenalkannya pada gagasan-gagasan mengenai kesetaraan dari para tokoh pergerakan nasioal pada awal abad keduapuluh. Pada saat yang sama, beliau juga mulai aktif di Paguyuban Pasundan, sebuah organisasi yang memperjuangkan gagasan-gagasan nasional, meski namanya terdengar lokal. (historia.id edisi 28 Oktober 2019)

Menurut catatan Sjarif Amin dalam buku Perjoangan Paguyuban Pasundan Pada masa 1925-1926, Emma aktif di berbagai organisasi kepemudaan, seperti Jong Islamieten Bond (JIB) pada 1925. Ia juga menjadi ketua atau voorzitster JIB cabang Bandung pada 1926, sekaligus menjadi ketua Natipij (National Islamieten Padviderij). Yaitu organisasi kepanduan yang didirikan oleh JIB, yang ia ikuti sejak tahun 1925 sampai tahun 1940.

Pada Kongres Pemuda Indonesia I 1927, Emma bersama pemuda lainnya di Bandung mendirikan sebuah organisasi intelektual khusus perempuan bernama Dameskring, yang bertujuan untuk memupuk dan membina kepemimpinan perempuan dalam rangka berkontribusi menyuarakan cita-cita kemerdekaan Indonesia.

Anggotanya terdiri dari para perempuan muda terpelajar dari berbagai suku bangsa yang berusia 17-23 tahun. Selanjutnya, melalui organisasi yang didirikannya, Pasundan Istri (PASI), ia turut  memperjuangkan reformasi politik dengan ‘hak dipilih dan memilih bagi kaum perempuan’ yang saat itu tidak pernah diberi ruang.

 

Perintis Kesetaraan

Saat berusia 26 tahun, Emma Poeradiredjo menjabat  Ketua JIB cabang Bandung pada tahun 1926. Dari pengalaman ini kita dapat mengatakan bahwa beliau telah berhasil memosisikan diri sebagai perintis kesetaraan gender. Kita mengetahui bahwa ssangat tidak mudah menjadi pemimpin sebuah organisasi pemuda Islam pada era ketika kesempatan perempuan untuk mendapatkan pendidikan saja masih susah. Ditambah  dengan pandangan soal kepemimpinan perempuan dalam Islam yang masih sangat diperdebatkan. Namun, Emma telah berhasil menembus  sekat-sekat gender dengan memimpin sebuah organisasi Islam dengan anggota laki-laki dan perempuan.

Baca Juga:  Mencampuri Urusan Orang Lain di Medsos Termasuk Ghibah

Posisinya sebagai ketua JIB inilah  yang membawa langkahnya aktif pada Kongres Pemuda I (1926) dan Kongres Pemuda II (1928). Pada forum itu, beliau banyak menyuarakan isu-isu terkait pendidikan dan perempuan. Sisi lain  yang menunjukkan sikapnya sebagai pelopor kesetaraan ialah  saat beliau bekerja sebagai pegawai Jawatan Kereta Api (1922-1959).

Pada tahun 1922, ketika beliau mulai bekerja di Jawatan Kereta Api yang saat itu milik pemerintah kolonial, ia menghadapi dua tantangan sekaligus yakni Pertama, tatanan struktur sosial kolonial yang menempatkan pribumi sebagai warga kelas dua. Kedua, pekerjaan di jawatan Kereta Api bisa disebut  sebagai dunia ‘laki-laki’. Namun dengan pengalaman organisasi yang ia miliki, beliau berhasil mendobrak stigma dan kontruksi sosial tersebut.

Membawa narasi feminis berbasis kearifan lokal

Hal yang menarik dari ide dan gagasan dalam menyebarkan narasi feminis adalah pemikiran Emma berlandaskan dengan nilai budaya sunda. Beliau menggunakan pengetahuan kearifan lokalnya yang kaya untuk berbicara di hadapan publik terkait isu pemberdayaan perempuan. Seperti posisi perempuan dalam keluarga maupun negara. Contohnya merujuk pada Wawacan Sulanjana yang mengisahkan bagaimana padi berasal dari perempuan. Artinya, perempuan adalah sumber kehidupan.

Beliau juga mencontohkan bagaimana di pedesaan para istri sering menjadi penentu secara politis bagi para suami untuk terlibat aktif pada kegiatan tertentu, seperti pada ungkapan, “ah, abdi mah kumana pun bojo” (saya mah terserah istri saja). Contoh lain, dalam budaya Sunda, penyebutan kepada audiens saat di depan khalayak adalah Ibu/Bapak, menyebut Ibu dulu baru Bapak. Bukan sebaliknya. (Pasoendan Istri jeung Politiek, Sipatahoenan, Th. XVI, No. 158, 18 Juli 1939)

Rekomendasi

Sumpah Pemuda: Dekonstruksi dan Rekonstruksi Hindia Belanda Menuju Indonesia

Isyarat Pesan Q.S. Al-Baqarah Ayat 186 di Bulan Ramadan Isyarat Pesan Q.S. Al-Baqarah Ayat 186 di Bulan Ramadan

Surah Ali Imran Ayat 103: Pentingnya Persatuan dan Kesatuan Pada Momen Sumpah Pemuda

Kesetaraan Gender dalam Bingkai Sumpah Pemuda 1928 Kesetaraan Gender dalam Bingkai Sumpah Pemuda 1928

Kesetaraan Gender dalam Bingkai Sumpah Pemuda 1928

Dolly Salim: Perempuan yang Tercatat dalam Sejarah Sumpah Pemuda Dolly Salim: Perempuan yang Tercatat dalam Sejarah Sumpah Pemuda

Dolly Salim: Perempuan yang Tercatat dalam Sejarah Sumpah Pemuda

Ditulis oleh

Mahasiswi UIN Jakarta dan volunter di Lapor Covid

Komentari

Komentari

Terbaru

Konsekuensi bagi Orang yang Tidak Membayar Hutang di dalam Islam Konsekuensi bagi Orang yang Tidak Membayar Hutang di dalam Islam

Konsekuensi Orang yang Tidak Membayar Hutang di dalam Islam

Kajian

Pandangan Ibnu Rusyd Tentang Sosok Perempuan Pandangan Ibnu Rusyd Tentang Sosok Perempuan

Afra binti Ubayd: Ibu dari Para Pejuang Syariat Islam

Muslimah Talk

menyantuni anak yatim muharram menyantuni anak yatim muharram

Keutamaan Menyantuni Anak Yatim Di Bulan Muharram

Kajian

Alasan Mengapa Kita Membela Palestina Alasan Mengapa Kita Membela Palestina

Alasan Mengapa Kita Membela Palestina

Muslimah Talk

Sering Lupa dan Bingung Usai Melahirkan? Bisa Jadi Ibu Tengah Hadapi Mom Brain Sering Lupa dan Bingung Usai Melahirkan? Bisa Jadi Ibu Tengah Hadapi Mom Brain

Sering Lupa dan Bingung Usai Melahirkan? Bisa Jadi Ibu Tengah Hadapi Mom Brain

Muslimah Talk

Al-Hafizhah Karimah al-Marwaziyah: Perempuan yang Menghabiskan Masa Hidupnya Dengan Keilmuan Al-Hafizhah Karimah al-Marwaziyah: Perempuan yang Menghabiskan Masa Hidupnya Dengan Keilmuan

Al-Hafizhah Karimah al-Marwaziyah: Perempuan yang Menghabiskan Masa Hidupnya Dengan Keilmuan

Muslimah Talk

Iddah dan Ihdad bagi Perempuan Pekerja Iddah dan Ihdad bagi Perempuan Pekerja

Iddah dan Ihdad bagi Perempuan Pekerja

Kajian

Amalan tahun baru Islam Amalan tahun baru Islam

Amalan yang Dianjurkan Sambut Tahun Baru Islam

Ibadah

Trending

puasa istri dilarang suami puasa istri dilarang suami

Kritik Nabi kepada Laki-laki yang Suka Main Kasar pada Perempuan

Kajian

Zainab binti Khuzaimah Zainab binti Khuzaimah

Ummu Kultsum; Putri Rasulullah yang Diperistri Utsman bin Affan

Muslimah Talk

Doa yang Dipanjatkan Fatimah az-Zahra pada Hari Senin Doa yang Dipanjatkan Fatimah az-Zahra pada Hari Senin

Doa yang Dipanjatkan Fatimah az-Zahra pada Hari Senin

Ibadah

Hukum Menalak Istri saat Mabuk Hukum Menalak Istri saat Mabuk

Hukum Menalak Istri saat Mabuk

Kajian

menyantuni anak yatim muharram menyantuni anak yatim muharram

Keutamaan Menyantuni Anak Yatim Di Bulan Muharram

Kajian

Dalil Perempuan Tidak Perlu Menutup Wajahnya Dalil Perempuan Tidak Perlu Menutup Wajahnya

Dalil Perempuan Tidak Perlu Menutup Wajahnya

Kajian

Cerita Para Selebgram Muslimah yang Inspiratif

Muslimah Daily

Beberapa Kesunahan 10 Muharram Beberapa Kesunahan 10 Muharram

Lima Amalan yang Dianjurkan di Bulan Muharram

Ibadah

Connect