Ikuti Kami

Kajian

Mengenang Tuan Guru KH Muhammad Zainuddin Abdul Majid, Pendiri Nahdlatul Wathan

BincangMuslimah.com- Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid dilahirkan di Kampung Bermi Pancor Lombok Timur pada tanggal 17 Rabi‟ul Awal 1315 H, nama kecil beliau adalah Muhammad Saggaf dan berganti nama menjadi Haji Muhammad Zainuddin setelah menunaikan ibadah haji.

Perubahan nama ini terjadi setelah ayahandanya, Tuan Guru Haji Abdul Majid, bertemu dan terkesan dengan akhlak dan kepribadian seorang ulama besar yang mengajar di Masjidil Haram, yaitu Syaikh Muhammad Zainuddin Serawak.

Muhammad Noor dalam buku Visi Kebangsaan Religius Refleksi Pemikiran dan Perjuangan Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid 1904-1997, menuliskan bahwa Zainuddin adalah anak bungsu yang lahir dari perkawinan antara Tuan Guru Haji Abdul Majid dengan seorang wanita shalihah yang bernama Inaq Syam (dalam bahasa sasak inaq itu artinya ibu) dan lebih dikenal dengan nama Hajjah Halimatus Sa’diyah.

Pengembaraan intelektual Zainuddin dalam menuntut ilmu pengetahuan diawali dengan pendidikan di dalam lingkungan keluarga dengan belajar membaca Al-Qur’an dan berbagai ilmu agama lainnya yang diajarkan langsung oleh ayahnya. Pendidikan tersebut dimulai semenjak berusia 5 tahun dan memasuki pendidikan formal semenjak berusia 9 tahun melalui sekolah umum yang saat itu disebut dengan Sekolah Rakyat Negara (Sekolah Gubernemen) di Selong, Lombok Timur.

Setelah menamatkan pendidikan formalnya selama empat tahun pada Sekolah Rakyat Negara pada tahun 1919 M, ia kemudian diarahkan oleh ayahnya untuk belajar ilmu pengetahuan agama yang lebih luas lagi pada beberapa kyai lokal saat itu, antara lain Tuan Guru Haji Syarafuddin dan Tuan Guru Haji Muhammad Sa’id dari Pancor serta Tuan Guru Haji Abdullah bin Amaq Dulaji dari Kelayu Lombok Timur.

Dari beberapa kyai lokal ini, Zainuddin selain mempelajari ilmu-ilmu agama dengan menggunakan kitab-kitab Arab-Melayu, juga secara khusus mempelajari ilmu-ilmu gramatika bahasa Arab, seperti ilmu Nahwu dan Sharaf.

Baca Juga:  Apa Makna Istri Harus Taat pada Suami? Simak Penjelasan Grand Syekh Al-Azhar

Rihlah Ilmiah

Menjelang musim haji pada saat itu sekitar tahun 1923 M, Zainuddin yang pada saat itu tengah berusia 15 tahun, berangkat ke Tanah Suci Makkah untuk melanjutkan studinya dengan diantar langsung oleh kedua orang tuanya. Di kota suci Makkah Al-Mukarramah ini, mula-mula ia belajar di Masjidil Haram dengan Syaikh Marzuki, seorang keturunan Arab kelahiran Palembang yang sudah lama tinggal di Makkah dan mengajar mengaji di Masjidil Haram.

Namun pada akhirnya, Zainuddin muda merasakan ketidakcocokan terhadap Syaikh Marzuki karena merasa tidak banyak mengalami perkembangan yang berarti dalam menuntut ilmu. Maka, setelah ayahnya pulang ke Lombok beliau langsung berhenti belajar mengaji pada Syaikh Marzuki.

Pada saat itu Zainuddin berkenalan dengan seorang yang bernama Haji Mawardi yang berasal dari Jakarta dan mengajaknya untuk ikut belajar di sebuah madrasah legendaris di Tanah Suci, yakni Madrasah al-Shaulatiyah yang pada saat itu di pimpin oleh Syaikh Salim Rahmatullah. Di Madrasah al-Shaulatiyah inilah ia belajar berbagai disiplin ilmu pengetahuan Islam dengan sangat rajin dan tekun di bawah bimbingan ulama- ulama terkemuka kota Suci Makkah waktu itu.

Ketekunannya dalam belajar membuahkan hasil. Beberapa orang gurunya mengakui bahwa beliau tergolong murid yang cerdas. Prestasi akademiknya sangat membanggakan. Ia berhasil meraih peringkat pertama dan juara umum. Di samping itu, dengan kecerdasan yang luar biasa, ia berhasil menyelesaikan studinya dalam kurun waktu 6 tahun.

Padahal waktu belajar normal adalah 9 tahun, yaitu mulai dari kelas I sampai dengan kelas IX. Dari kelas II, ia langsung ke kelas IV. Tahun berikutnya ke kelas VI, dan kemudian pada tahun-tahun berikutnya secara berturut-turut naik ke kelas VII,VIII dan IX.

Prestasi yang membanggakan ini disertai pula dengan perlakuan istimewa dari pihak Madrasah al-Shaulatiyah. Ijazahnya ditulis langsung oleh ahli khat terkenal di Mekah, yaitu Al-Khathath al-Syaikh Dawud al-Rumani atas usul dari direktur Madrasah al-Shaulatiyah. Maulana al-Syaikh menyelesaikan studi di Madrasah al-Shaulatiyah pada tanggal 22 Dzulhijjah 1353 H dengan predikat “mumtaaz” (Summa Cumlaude).

Baca Juga:  Hukum Menghadiri Undangan Natal yang Diadakan di Tempat Kerja

Atas prestasinya Zainuddin juga mendapat pengakuan dari ulama-ulama dunia, hingga saat ini belum ada yang menyamai nilainya di Madrasah al-Shaulatiyah dan masih terpampang ijazahnya dengan nilai 10 untuk semua mata pelajaran.

Jika di klasifikasikan guru-gurunya berdasarkan latar belakang mazhab yang berbeda, maka akan terlihat kategorisasi mazhab sebagai berikut: (1). 11 orang bermazhab Syafi‟i; (2). 6 orang bermazhab Hanafi; (3). 11 orang bermazhab Maliki. Di antara sekian banyak gurunya yang disebutkan diatas, yang paling berjasa dalam mempengaruhi pemikirannya adalah Syaikh Hasan Muhammad al- Masyyath yang juga merupakan pengajar di Madrasah al-Shaulatiyah, Mekkah.

Hubungan keduanya tidak hanya secara zhahir sebagai seorang guru dengan murid saja, akan tetapi secara bathin ia merupakan seorang murabbi (pembimbing) yang nantinya akan sangat berperan besar dalam membantu perjuangan dakwah yang diemban oleh Zainuddin.

Perjuangan Membela Agama dan Negara

Setelah selesai menuntut ilmu di Mekah, Zainuddin kembali ke tanah air atas perintah dari gurunya yang paling dikagumi, yakni Syaikh Hasan Muhammad al- Masyyath, pada tahun 1934. Zainuddin langsung melakukan kunjungan dakwah ke berbagai lokasi di pulau Lombok, sehingga dikenal secara luas oleh masyarakat.

Hingga akhirnya, pada tahun 1934 mendirikan pesantren al-Mujahidin sebagai tempat pemuda-pemuda Sasak mempelajari agama dan selanjutnya pada tanggal 15 Jumadil Akhir 1356 H/22 Agustus 1937 mendirikan Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (selanjutnya disebut NWDI) dan menamatkan santri (murid) pertama kali pada tahun ajaran 1940/1941.

Kemudian pada tanggal 15 Rabiul Akhir 1362 H/21 April 1943 M ia mendirikan madrasah Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah (selanjutnya disebut NBDI) khusus untuk kaum wanita. Kedua madrasah ini merupakan madrasah pertama di Pulau Lombok yang terus berkembang dan merupakan cikal bakal dari semua madrasah yang bernaung di bawah organisasi Nahdlatul Wathan.

Baca Juga:  Bolehkah Perempuan Ceramah di Depan Lelaki?

Organisasi Nahdlatul Wathan yang bergerak di dalam bidang pendidikan, sosial dan dakwah islamiyah didirikan pada tanggal 15 Jumadil Akhir 1372 H/1 Maret 1953 M. Lembaga sosial dan dakwah islamiyah Nahdlatul Wathan berkembang dengan pesat bukan hanya di NTB melainkan juga diberbagai daerah di Indonesia seperti NTT, Bali, Jawa Timur, Jawa Barat, DKI Jakarta, Riau, Sulawesi, Kalimantan, bahkan sampai ke mancanegara seperti Malaysia, Siangapura, Brunei Darussalam, dan lain sebagainya. Zainuddin sebagai ulama pemimpin umat, dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa telah mengemban berbagai jabatan dan menanamkan berbagai jasa pengabdian.

Atas jasa-jasa MZAM itulah, maka pada tahun 1995 belau dianugerahi Piagam Penghargaan dan medali Pejuang Pembangunan oleh pemerintah Republik Indonesia. Zainuddin, selain tergolong ulama yang berbobot dalam bidang keilmuan, juga termasuk penulis dan pengarang yang produktif.

Bakat dan kemampuannya tersebut tumbuh dan berkembang semenjak beliau belajar di Madrasah al- Shaulatiyah Makkah. Akan tetapi karena kepadatan dan banyaknya acara kegiatan keagamaan dalam masyarakat yang harus diisi olehnya, sehingga peluang dan kesempatan untuk mengarang dan memperbanyak tulisannya hampir tidak pernah ada. Diantara karya tulis dan karangan ilmiah dari Zainuddin adalah Hizib Nahdlatul Wathan, Thariqat Hizib NW dan Syair Wasiat Renungan Masa.

Akhir tahun 1997 menjadi masa kelabu bagi Nusa Tenggara Barat, hari Selasa, 21 Oktober 1997 M/20 Jumadil Akhir 1418 H, sang ulama karismatis, TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, berpulang ke rahmatullah sekitar pukul 19.53 Wita di kediamannya di desa Pancor, Lombok Timur. Tiga warisan besar ia tinggalkan: ribuan ulama, puluhan ribu santri, dan sekitar seribu lebih kelembagaan Nahdlatul Wathan yang tersebar di seluruh Indonesia dan mancanegara.

Rekomendasi

Ditulis oleh

Penulis Buku “NW Studies II” dan “Senandung Aforisme, Catatan Ruang Waktu Etika dan Cinta Si Gadis”. Saat ini sedang menyelesaikan gelar Magister Aqidah dan Filsafat Islam di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Komentari

Komentari

Terbaru

doa terhindar dari keburukan doa terhindar dari keburukan

Doa yang Diajarkan Rasulullah kepada Aisyah Agar Terhindar Keburukan

Ibadah

mengqadha puasa orang meninggal mengqadha puasa orang meninggal

Cara Mengqadha Puasa Orang yang Sudah Meninggal

Kajian

Keutamaan Melaksanakan I’tikaf Ramadhan Keutamaan Melaksanakan I’tikaf Ramadhan

Keutamaan Melaksanakan I’tikaf di Bulan Ramadhan

Kajian

doa nuzulul quran diamalkan doa nuzulul quran diamalkan

Doa Nuzulul Quran yang Bisa Diamalkan

Ibadah

Doa Setelah Shalat Witir

Ibadah

lupa qunut shalat witir lupa qunut shalat witir

Imam Lupa Qunut Saat Shalat Witir, Wajibkah Sujud Sahwi?

Kajian

keberkahan orang makan sahur keberkahan orang makan sahur

Keberkahan untuk Orang Makan Sahur

Ibadah

kebiasaan shalat tarawih mesir kebiasaan shalat tarawih mesir

Tiga Kebiasaan Shalat Tarawih di Mesir

Kajian

Trending

doa terhindar dari keburukan doa terhindar dari keburukan

Doa yang Diajarkan Rasulullah kepada Aisyah Agar Terhindar Keburukan

Ibadah

perempuan tulang punggung keluarga perempuan tulang punggung keluarga

Dua Pahala yang Dijanjikan untuk Perempuan yang Jadi Tulang Punggung Keluarga

Kajian

Benarkah Janin yang Gugur Menjadi Syafaat Bagi Orang Tuanya Kelak?

Kajian

pendarahan sebelum melahirkan nifas pendarahan sebelum melahirkan nifas

Pendarahan Sebelum Melahirkan, Apakah Termasuk Nifas?

Kajian

Dalil Kewajiban Puasa Ramadhan dalam Al-Qur’an dan Hadis

Ibadah

Hijab Menurut Murtadha Muthahhari Hijab Menurut Murtadha Muthahhari

Konsep Hijab Menurut Murtadha Muthahhari

Kajian

Doa Setelah Shalat Witir

Ibadah

Zainab Fawwaz Penggerak Pembebasan Zainab Fawwaz Penggerak Pembebasan

Zainab Fawwaz, Penggerak Pembebasan Perempuan Mesir

Khazanah

Connect