BincangMuslimah.Com – Bulan Syawal seringkali dijadikan bulan untuk memulai kehidupan baru dengan membentuk keluarga baru di bawah naungan pernikahan. Karena Rasulullah sendiri pun menganjurkan untuk melakukan pernikahan di bulan Syawal di samping tindakan beliau yang menikahi beberapa istrinya di bulan Syawal.
Kata nikah sendiri secara etimologi berarti berkumpul. Sedangkan secara terminologi nikah adalah akad yang mengandung pembolehan terhadap wati’ dengan menggunakan lafal نكاح atau تزويج (nikah). Di dalam akad sendiri tentunya harus mengandung sighat ijab dan kabul yang diutarakan oleh wali si perempuan dan calon suaminya.
Berdasarkan dari definisi ini, pernikahan dapat sah jika sudah ada kata ijab dan qabul dari wali dan calon suami. Namun terkadang akad saja dirasa tidak cukup. Sehingga diadakanlah pesta untuk mengumumkan pernikahan tersebut yang biasa disebut dengan resepsi pernikahan. Baik hanya diadakan di rumah saja atau bahkan menyewa gedung mewah dengan segala hiasan dan hidangannya.
Mengingat besarnya pengeluaran yang dibutuhkan untuk melakukan resepsi pernikahan, seringkali banyak orang yang menunda hajatnya karena ingin mengumpulkan biaya untuk pernikahannya. Lantas apakah resepsi pernikahan ini adalah syariat, atau hanya sekadar adat?
Di dalam syariat Islam, pesta disebut sebagai walimah. Setidaknya ada 6 macam pesta yang biasa diadakan. Hal ini sebagaimana yang disebutkan oleh Imam al-Ruyani di dalam kitab Baḥru al-Madzhab fī Furū’ al-Madzhab al-Syāfi’iy juz. 9 hal. 453 dengan mengutip pendapat Imam Abdul Ghaffar al-Qazwini di dalam kitab al-Ḥāwī al-Ṣaghīr. Menurut beliau ada 6 macam bentuk pesta:
Pertama: walīmatul ursy adalah pesta atas berkumpulnya kedua pasangan suami istri
Kedua: walīmatul khurs adalah pesta atas melahirkan anak
Ketiga: walīmatul i’thar adalah pesta atas khitan
Keempat: walīmatul wakīrah adalah pesta atas membangun rumah
Kelima: walīmatun naqī’ah adalah pesta yang diadakan untuk menyambut orang yang datang dari perjalanan
Keenam: walīmatul ma’dabah adalah pesta yang diadakan tanpa adanya sebab
Resepsi pernikahan sendiri atau yang disebut dengan walimatul ‘ursy memang dianjurkan untuk diadakan. Namun hukumnya tidak wajib hanya sekedar sunnah saja. Sebagaimana yang disebutkan oleh Syekh Ibnu Qasim di dalam kitab Fath al-Qarīb al-Mujīb fi Syarh Alfāẓ al-Taqrīb hal. 236
والوليمة على العُرس مستحبة. والمراد بها طعام يتخذ للعرس
Artinya: Walimah al-Ursy adalah disunnahkan. Dan yang dimaksud dengan walimah al-‘ursy adalah makanan yang dibuat untuk pesta pernikahan.
Lebih lanjut beliau juga menjelaskan tentang minimal makanan yang dihidangkan untuk pesta pernikahan ini dengan redaksi:
وأقلها للمكثر شاةٌ، والمقل ما تيسر
Artinya: Dan minimal hidangan yang disediakan untuk orang kaya adalah seekor kambing. Sedangkan untuk orang miskin adalah sesuatu yang ia mampu.
Dari keterangan ini sudah jelas bahwa sejatinya pesta resepsi pernikahan memang berasal dari syariat bukan sekadar adat. Namun syariat ini hanya bersifat anjuran saja tanpa ada paksaan. Hal yang terpenting dari pesta yang diadakan ini adalah adanya jamuan yang disediakan untuk para tamu.
Sehingga tidak ada tuntutan sama sekali di dalam pesta pernikahan yang diajarkan oleh Islam untuk menyediakan tempat di gedung yang mewah dengan pakaian yang megah. Makanan yang dihidangkan pun tidak dituntut untuk mewah, melainkan menyesuaikan dengan kondisi orang yang mengadakan.
Oleh karena itu, tidak perlu mengkhawatirkan pesta perkawinan. Karena pada dasarnya pesta tersebut bisa diadakan secara sederhana sesuai dengan kemampuan orang yang bersangkutan.
Sekian, Semoga bermanfaat.
1 Comment