Ikuti Kami

Kajian

Pendapat Para Ulama tentang Tradisi Takbiran Menggunakan Petasan

Tradisi Takbiran Menggunakan Petasan
Source: gettyimages.com

BincangMuslimah.Com – Takbiran merupakan bentuk luapan syukur atas rampungnya puasa sebulan penuh dan menyambut hari kemenangan bagi umat muslim. Di Indonesia sendiri, momen ini dikemas dengan berbagai tradisi unik di setiap daerahnya. Dalam masing-masing keunikan perayaannya, masyarakat tetap menggemakan suara takbir di sela-sela rangkaian acara.

Sebagaimana anjuran Rasulullah dalam hadisnya:

زينوا أعيادكم بالتكبير 

Artinya: “Hiasilah hari raya kalian dengan memperbanyak membaca takbir.”   

Selain menghidupkan atau menyemarakkan malam hari raya, esensi takbiran dalam Islam adalah membaca zikir kepada Allah dan rasa syukur atas rahmat yang telah dilimpahkan. Hal ini dikarenakan umat muslim telah menuntaskan kewajibannya selama satu bulan lamanya. Dan menyambut hari kemenangan dengan penghapusan dosa sesuai janji Allah Swt. 

Sabda Rasulullah saw. perihal balasan dalam memperbanyak takbir:   

اكثروا من التكبير ليلة العيدين فانهم يهدم الذنوب هدما

Artinya: “Perbanyaklah membaca takbiran pada malam hari raya (fitri dan adha) karena hal tersebut dapat melebur dosa-dosa.”   

Namun yang paling identik dari sebuah perayaan adalah adanya petasan. Menyalakan petasan seakan menjadi hal yang tak pernah ketinggalan untuk dilakukan dalam sebuah perayaan. Bak pelengkap dalam sebuah perayaan, petasan membuat momen menjadi hidup dan meriah dengan bunyi dan tampilannya.

Namun, bagaimana pandangan Islam perihal tradisi takbiran menggunakan petasan? Apakah hal itu mengganggu dan berseberangan hukum dengan adanya gema takbir kepada Allah?

Pendapat Tentang Takbiran Menggunakan Petasan

Dewasa ini, seakan kurang utama jika dalam suatu perayaan tidak terdapat petasan atau kembang api. Selain perayaan tahun baru, takbiran menjadi salah satu momen yang lekat dengan petasan. Melansir dari detik.com, membakar kembang api (petasan) sebenarnya  bukan berasal dari tradisi Islam. Namun, diadopsi dari budaya China abad ke-9, yang awalnya mereka biasa membakar tiga bahan racikan yakni, belerang, arang kayu, dan bubuk hitam.

Baca Juga:  Idulfitri Menurut Syekh Nawawi Al-Bantani

Dalam pandangan Islam, penggunaan petasan pada perayaan akan dikembalikan pada kondisi pengguna dan sekitarnya. Karena akan berkaitan dengan hablumminannas atau hubungan sesama manusia. 

Apabila kultur ini menjadikan tiap individu menjadi boros dan membelanjakan hartanya dengan berlebihan, maka yang demikian ini tidak akan mendapat ridho Allah Swt. Sebagaimana firman Allah swt surat Al-Isra’ ayat 27:

اِنَّ الْمُبَذِّرِيْنَ كَانُوْٓا اِخْوَانَ الشَّيٰطِيْنِ ۗوَكَانَ الشَّيْطٰنُ لِرَبِّهٖ كَفُوْرًا

Artinya: “Janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.

Begitu pula apabila hal tersebut menjadi pengganggu kenyamanan anak kecil maupun orang tua renta, maka akan sangat bertolak belakang dengan anjuran Rasulullah untuk menghormati tetangga atau sesama manusia:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ

Artinya: Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya. Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Pada Agustus 2010 silam, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menyempurnakan dan menetapkan fatwa tentang Hukum Petasan dan Kembang Api. Di dalamnya disebutkan bahwa jika terdapat banyak resiko bahaya,  petasan sangat dilarang untuk digunakan. Salah satu landasan ijtihadnya menggunakan hadis Nabi saw.:

Baca Juga:  Waktu yang Paling Dianjurkan untuk Puasa Syawal

لَا ضَرَرَ وَ لَا ضِرَارَ

Artinya: “(Kamu) tidak boleh membuat bahaya bagi dirimu sendiri dan juga tidak boleh membuat bahaya bagi orang lain”.

Melansir dari bincang syariah.com, terdapat beberapa ulama yang memiliki pandangan bahwa membakar petasan adalah bentuk pemborosan (tabdzir) dan berbahaya bagi pengguna dan lingkungan sekitarnya. Beberapa ulama tersebut adalah K.H. Sahal MahfudzSyaikh ‘Utsaimin dari Saudi Arabia, hingga Dewan Fatwa Yordania (Dar al-Ifta al-Urduniyyah).

Hukum di Indonesia sendiri pun telah menerbitkan undang-undang KUHP bagi pengguna petasan yang terus menerus illegal, membuat gaduh, mengganggu kenyamanan, bahkan mengganggu tempat peribadatan. 

Sedikit menarik benang merah, larangan adanya tradisi takbiran menggunakan petasan ini berfokus pada aspek merugikan diri, membahayakan dan mengganggu sekitar. Tradisi ini bisa saja menjadi boleh apabila penggunaannya tidak berlebihan atau secukupnya, juga dengan persiapan yang baik. Sehingga aman dalam pelaksanaannya. 

Seperti misalnya menyalakan beberapa petasan saja di lapangan terbuka yang tidak berdempetan dengan rumah masyarakat. Hal ini hanya sebagai langkah untuk mengurangi mudharat atau bahaya yang ditimbulkan, namun ingin tetap meriah dalam menghidupkan malam takbiran.

Namun, kiranya hal tersebut juga bisa kita gantikan dengan versi kegiatan lain yang lebih bermanfaat dalam menyemarakkan malam hari raya. Seperti pawai obor, takbir keliling, berkumpul dengan keluarga, takbiran berhadiah, dan lain sebagainya.

Rekomendasi

beberapa ibadah bulan syawal beberapa ibadah bulan syawal

Berikut Beberapa Ibadah yang Bisa Dilakukan di Bulan Syawal

Idulfitri Menurut Nawawi Al-Bantani Idulfitri Menurut Nawawi Al-Bantani

Idulfitri Menurut Syekh Nawawi Al-Bantani

Idulfitri Menurut Nawawi Al-Bantani Idulfitri Menurut Nawawi Al-Bantani

Cerita Idulfitri di Masa Kolonial

pakaian baru hari raya pakaian baru hari raya

Haruskah Memakai Pakaian Baru Saat Hari Raya?

Ditulis oleh

Mahasiwi Fakultas Dirasat Islamiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Mahasantriwati Pesantren Luhur Sabilussalam.

1 Komentar

1 Comment

Komentari

Terbaru

ajarkan kesetaraan laki-laki perempuan ajarkan kesetaraan laki-laki perempuan

Mengenal Lebih Jauh Macam-macam Pendekatan Gender

Kajian

Kisah cinta Zainab binti Rasulullah Kisah cinta Zainab binti Rasulullah

Kisah Cinta Sayyidah Zainab binti Rasulullah

Muslimah Talk

Hukum kremasi jenazah mualaf Hukum kremasi jenazah mualaf

Hukum Kremasi Jenazah Mualaf

Kajian

Rembuk Ide Rembuk Ide

El-Bukhari Institute Gelar Rembuk Ide, Bahas Moderasi Beragama untuk Gen Z

Berita

Bincang Thaharah; Wudhu Tidak Berurutan, Apakah Tetap Sah?

Video

Perbedaan Haji dan Umrah Perbedaan Haji dan Umrah

Tiga Perbedaan Haji dan Umrah

Ibadah

Syarat-syarat dikabulkannya doa Syarat-syarat dikabulkannya doa

Fungsi dan Syarat-syarat Dikabulkannya Doa  

Ibadah

Larangan bagi Perempuan Haid Larangan bagi Perempuan Haid

Larangan bagi Perempuan Istihadhah

Kajian

Trending

Doa keguguran Doa keguguran

Kehilangan Buah Hati Akibat Keguguran, Baca Doa yang Diajarkan Rasulullah Ini

Ibadah

masa iddah hadis keutamaan menikah masa iddah hadis keutamaan menikah

10 Hadis Tentang Keutamaan Menikah

Kajian

Tujuh Keutamaan Membaca Shalawat Tujuh Keutamaan Membaca Shalawat

Doa agar Terhindar dari Prasangka Buruk pada Allah

Ibadah

Mengenal Rufaidah al-Aslamiyah: Perawat Perempuan Pertama dalam Sejarah Islam

Muslimah Talk

Mandi junub dan haid Mandi junub dan haid

Empat Hal yang Perlu Diperhatikan Ketika Mandi Wajib

Ibadah

Resensi Buku Pernah Tenggelam Resensi Buku Pernah Tenggelam

Resensi Buku Pernah Tenggelam: Halu Berlebihan Menenggelamkan Keimanan?

Diari

Shafiyah binti Huyay Teungku Fakinah Shafiyah binti Huyay Teungku Fakinah

Kisah Bulan Madu Rasul dengan Shafiyah binti Huyay

Muslimah Talk

muslimah mencukur habis rambutnya muslimah mencukur habis rambutnya

Bolehkah Muslimah Mencukur Habis Rambutnya?

Kajian

Connect