Ikuti Kami

Kajian

Nyai Khoiriyah Hasyim dan Jejak Perjuangan Emansipasi Perempuan di Mekkah

Nyai Khoiriyah Hasyim mekkah
https://fatayatdiy.com/

BincangMuslimah.Com – Pada abad 19 M, bicara pendidikan perempuan adalah tabu dan dianggap menjadi sesuatu yang tidak penting. Perempuan lebih disebut sebagai konco winking (teman di belakang) namun tidak teman samping atau teman sejajar maupun setara. Hingga populer kalimat perempuan merupakan sumur, dapur dan kasur yang mengkontruksi persepsi masyarakat bahwa perempuan tak perlu berpendidikan tinggi. Toh pada akhirnya ia akan ikut suami dan dinafkahi laki-laki.

Pada saat itu, lahirlah seorang perempuan hebat bernama Nyai Khoiriyah Hasyim yang di kemudian hari menoreh sejarah dalam kontribusinya di perjuangan emansipasi perempuan di Mekkah . Beliau berhasil membuktikan bahwa dengan pendidikan, perempuan bisa maju dan berada di ruang publik. Semua kontruksi sosial yang dilekatkan kepada perempuan terpatahkan dengan pendidikan. Dengan pendidikan yang layak, menurutnya, perempuan bisa berprestasi seperti kaum laki-laki.

Nyai Hajjah Khoiriyah Hasyim lahir pada tahun 1908 M (1326 H) di Tebuireng, Jombang. Beliau adalah seorang putri pertama dari Hadratus Syaikh K.H.M. Hasyim Asy’ari dan Nyai Hajjah Nafiqoh. Beliau adalah bibinya Gus Dur dan K.H. Sholahudin Wahid. Jika ditelisik, nasabnya lebih jauh, maka garis keturunan Nyai Khoiriyah baik dari ibu maupun ayahnya, keduanya bertemu pada Lembu Peteng (Brawijaya VI). Dari pihak ayah melalui Joko Tingkir dan dari pihak ibu dari Kyai Ageng Tarub I.

Masa kanak-kanaknya dihabiskan dengan belajar dengan ayahnya sendiri. Beliau mendengarkan ayahnya sedang mengaji kepada santrinya. Situasi dan kondisi saat itu membuat Nyai Khoiriyah tidak memperoleh pendidikan seperti saudara laki-lakinya, mengembara dari satu pesantren ke pesantren lainnya. Beliau mendapat pendidikan langsung dari ayahnya. Pada usia 13 tahun Nyai Khoiriyah Hasyim terlihat dewasa. Oleh karena itu, ayahnya menikahkan beliau dengan salah seorang santrinya yaitu K.H. Ma`sum Ali, santri asal Maskumbang, Gresik. Beliau adalah salah satu santri senior Hadratussyaikh K.H. Hasyim Asy’ari di Pesantren Tebuireng.

Baca Juga:  Sekilas tentang Sholihah Wahid Hasyim, Ibunda Gusdur

Suami beliau merupakan seorang yang pandai dan alim. Suaminya juga ahli dalam ilmu falak, ilmu sharaf, dan ilmu lainnya. Salah satu karya suaminya adalah Kitab Amtsilatu Tsrifiyah yang selalu menjadi pegangan  dan pedoman para santri di seluruh pesantren Indonesia.

Setelah menikah, mereka mendirikan sebuah pesantren atas anjuran ayahnya di daerah Seblak yang jaraknya 300 M ke arah barat Pesantren Tebuireng. Pada tahun 1933, K.H. Maksum Ali meninggal dunia. Nyai Khoiriyah Hasyim melanjutkan kepemimpinan suaminya. Dengan bekal ilmu  yang diperolehnya beliau sanggup melanjutkan kepemimpinan Pondok Seblak.

Pada tahun 1938, Nyai Khoiriyah Hasyim  dipersuntingkan oleh K.H. Muhaimin. Beliau berasal dari Lasem, Jawa Tengah yang sangat cakap ilmu dan alim. Suami beliau adalah kepala Madrasah Darul Ulum di Makkah. Setelah menikah Nyai Khoiriyah meninggalkan kampung halaman untuk menetap bersama suaminya di Makkah. Kepemimpinan pondok pesantren dilanjutkan oleh anaknya, Nyai Abidah Maksum dan suaminya KH. Mahfud Anwar.

Selama di Makkah, beliau  berkecimpung dalam dunia pendidikan. Beliau mendirikan lembaga pendidikan untuk kaum perempuan yang bernama Madrasatul Bannat. Tentunya beliau adalah figur perempuan pesantren pertama yang berpengaruh di tanah  suci. (Sejarah setengah abad wanita Indonesia, Kowani)

Perjuangan Emansipasi Perempuan di Jawa dan di Makkah

Kehidupan Nyai Khoiriyah Hasyim  kembali mengalami kepahitan. Suami tercinta telah dulu menghadap Allah Swt. Setelah kepergian Kiai Muhaimin wafat pada tahun 1956, Nyai Khoiriyah  pun menghadapinya dengan sabar dan ikhlas. Selama 20 tahun beliau berada di Makkah, atas kegigihannya memperjuangkan hak-hak perempuan, beliau kemudian diundang oleh Raja Arab Saudi dan memperoleh penghargaan khusus berupa sebuah cincin.

Kemudian, Nyai Khoiriyah Hasyim  kembali ke Indonesia atas saran Ir.Soekarno saat berkunjung ke Makkah. Hal ini dikarenakan Indonesia sangat membutuhkan orang-orang berdedikasi tinggi seperti beliau. Setelah kembali ke Indonesia, pada tahun 1957 Nyai Khoiriyah Hasyim  kembali memimpin Pesantren Seblak setelah K.H. Mahfudz Anwar memilih fokus mengasuh Pesantren Sunan Ampel di Jombang.

Baca Juga:  Bolehkah Memberi Mahar Berupa Hapalan Alquran?

Tahun 1970, beliau mengalami kesehatan yang menurun, atas saran dr.Soeyito beliau pindah ke Surabaya. Selama tinggal di sana, beliau pernah menjabat  Dewan Penasihat Taman Pendidikan Putri (TPP) Khadijah, Pengurus Yayasan Masjid Rahmat (Yasmara) Kembang Kuning, Pimpinan Wilayah (PW) Muslimat NU Jawa Timur dan lain-lain. (Perempuan dalam Sejarah Lelaki, Jurnal Perempuan)

Membangun Madrasah Kuttabul Banat di Makkah

Berawal dari pengalaman Nyai Khoiriyah Hasyim tentang pendidikan perempuan di Haramain, Mekkah. Saat itu para perempuan di sana menghitung gelas dengan hitungan satu persatu dengan jumlah gelas yang sangat banyak. Hal tersebut kemudian mendorong Nyai Khoiriyah untuk mengajarkan ilmu perhitungan dengan metode lebih efidien dan efektif dengan cara mengalian jumlah perlusinan gelas.

Keadaan sistem pendidikan perempuan Saudi Arabia yang belum terorganisir  menjadi alasan bagi beliau untuk mendirikan dan membangun madrasah dengan sistem yang terorganisir. Beliau mengusulkan pembentukan madrasah kepada Dewan Masyayikh Dar Al-Ulum bersama suami.

Beliau diangkat menjadi pengurus di Madrasah tersebut. Awalnya hanya diperuntukkan bagi anak-anak perempuan pada Rabiul Awal 1362 M. Kemudian diteruskan ke jenjang yang lebih tinggi yakni tingkat tsanawiyyah, dan seterusnya. Tidak hanya itu, kemudian ini juga diikuti oleh madrasah-madarasah lain di kawasan  termasuk Madrasah Bnat di Saudi Arabia, Madrasah Ibtidaiyah di Kampung Syamsiyah.

Kemudian Madrasah Kuttabul Banat digagas oleh Nyai Khoiriyah dan Syaikh Muhaimin Al-Lasemi dan dilanjutkan oleh Syaikh Yasin Al-Fadani. Pendidikan yang diterapkan adalah berbasis semi formal yakni pembelajaran agama yang beraliran Ahlussunnah Waljamaah, pendidikan saintek dan ilmu sosial.

Pada Rabiul Awal 1377 H, beliau mendirikan pesantren untuk peserta didik  perempuan yang menetap karena jarak jauh  antara rumah dan madrasahnya. Pesantren ini bernama Ma’had Li Al-Muallimat yang tetap ada dan berkembang menjadi Jami’iyah Khoiriyah University.

Baca Juga:  Bolehkah Perempuan Menjadi Seorang Mufti?

Mendirikan Perpustakaan dan Pemberantasan Perempuan Buta Huruf

Burhanuddin Jajat dalam buku Ulama Perempuan Indonesia, mengatakan pada masa itu keadaan perempuan sangat memprihatinkan. Tradisi yang mengekang perempuan membuatnya tidak dapat mengakses pendidikan. Belum lagi budaya patriarki dan sebab lainnya telah membuat perempuan tidak bisa berkembang, apalagi doktrinisasi agama telah mempersempitkan ruang gerak.

Nyai Khoiriyah mempercayai bahwa membaca  ialah penting sebagai pemenuhan kewajiban umat muslim dalam belajar, beliau berinisiatif untuk  mendirikan perpustakaan di Jombang untuk pertama kali untuk para santri. Di sana beliau juga mengajar membaca huruf latin untuk para santri dan masyarakat umum terutama kaum perempuan.

Buku yang beliau dikoleksi seperti kitab-kitab kuning, Alquran beberapa buku lawas milik beliau dan kerabat, beliau ajaran kepada para santri. Dari proses belajar dan pengalaman beliau ini beliau memperoleh penghargaan. Perjuangan dan emansipasi beliau aktualisasikan dalam pendidikan.

Demikian perjalanan Nyai Khoiriyah Hasyim yang telah memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi kaum perempuan di Mekkah dan Indonesia. Semoga perjuangan beliau bisa menjadi motivasi bagi para perempuan Indonesia.

 

Rekomendasi

Mahsati Ganjavi: Perempuan Cemerlang yang Membangkitkan Muslim Azerbaijan

Masriyah Amva dan Kepemimpinan Perempuan di Pesantren Masriyah Amva dan Kepemimpinan Perempuan di Pesantren

Masriyah Amva dan Kepemimpinan Perempuan di Pesantren

Kapan Seorang Istri Dapat Keluar Rumah Tanpa Izin Suami? Kapan Seorang Istri Dapat Keluar Rumah Tanpa Izin Suami?

Mengenal Fatima al-Fihri, Perempuan Muslim Pendiri Universitas Pertama di Dunia

Fatimah Al-Banjari: Ulama Perempuan Pengarang Kitab Parukunan

Ditulis oleh

Mahasiswi UIN Jakarta dan volunter di Lapor Covid

2 Komentar

2 Comments

Komentari

Terbaru

Apakah Komentar Seksis Termasuk Pelecehan Seksual?

Diari

Jangan Insecure, Mari Bersyukur

Muslimah Daily

Pentingnya Self Love Bagi Perempuan Muslim

Diari

Mengenal Ingrid Mattson, Cendekiawan Muslimah dari Barat Mengenal Ingrid Mattson, Cendekiawan Muslimah dari Barat

Mengenal Ingrid Mattson, Cendekiawan Muslimah dari Barat

Muslimah Talk

anjuran menghadapi istri haid anjuran menghadapi istri haid

Haid Tidak Stabil, Bagaimana Cara Menghitung Masa Suci dan Masa Haid?

Ibadah

Mapan Dulu, Baru Nikah! Mapan Dulu, Baru Nikah!

Mapan Dulu, Baru Nikah!

Keluarga

Melatih Kemandirian Anak Melatih Kemandirian Anak

Parenting Islami ; Bagaimana Cara Mendidik Anak Untuk Perempuan Karir?

Keluarga

Sya’wanah al-Ubullah: Perempuan yang Gemar Menangis Karena Allah

Muslimah Talk

Trending

Jangan Insecure, Mari Bersyukur

Muslimah Daily

anjuran menghadapi istri haid anjuran menghadapi istri haid

Haid Tidak Stabil, Bagaimana Cara Menghitung Masa Suci dan Masa Haid?

Ibadah

Siapa yang Paling Berhak Memasukkan Jenazah Perempuan Ke Kuburnya?

Ibadah

keadaan dibolehkan memandang perempuan keadaan dibolehkan memandang perempuan

Adab Perempuan Ketika Berbicara dengan Laki-Laki

Kajian

Pentingnya Self Love Bagi Perempuan Muslim

Diari

Sya’wanah al-Ubullah: Perempuan yang Gemar Menangis Karena Allah

Muslimah Talk

anak yatim ayah tiri luqman hakim mengasuh dan mendidik anak anak yatim ayah tiri luqman hakim mengasuh dan mendidik anak

Hukum Orangtua Menyakiti Hati Anak

Keluarga

ayat landasan mendiskriminasi perempuan ayat landasan mendiskriminasi perempuan

Manfaat Membaca Surat Al-Waqiah Setiap Hari

Ibadah

Connect