BincangMuslimah.Com– Mengapa daerah tertentu banyak orang saleh? Sedangkan yang di daerah lain, minim. Apa alasan mengapa daerah tertentu banyak menghasilkan orang saleh dan bertakwa. Sebaliknya, di lain daerah, justru banyak ahli maksiat?
Sebagai seorang Muslim, tentunya kita harus berusaha untuk meningkatkan kualitas iman dan takwa kita. Meski tidak bisa secara langsung, kita seyogyanya untuk melakukannya secara gradual dan bertahap.
Dari yang dulunya menghindari makanan haram, maka sekarang diusahakan untuk menghindari makanan yang syubhat. Mengapa demikian? Sebab ini sangat berimbas pada ketakwaan seseorang.
Mengapa Daerah Tertentu Banyak Orang Saleh?
Mungkin dalam benak kita terlintas suatu pertanyaan, mengapa hanya daerah tertentu saja yang menghasilkan sumber daya saleh dan bertakwa? Syaikhul Islam, Ibnu Hajar al-Haitami pernah melakukan riset mengenai fenomena ini. Beliau tuliskan dalam kompilasi fatwa fikihnya, ia mengatakan:
وَمِنْ الْمُشَاهَدَةِ أَنَّ بَعْضَ النَّوَاحِي يَكْثُرُ فِيهَا الصَّالِحُونَ وَالْمُتَّقُونَ، وَبَعْضَهَا يَقِلُّونَ فِيهِ، وَلَقَدْ اسْتَقْرَيْنَا سَبَبَ ذَلِكَ فَلَمْ نَجِدْهُ غَيْرَ أَكْلِ الْحَلَالِ أَوْ قِلَّةِ تَعَاطِي الشُّبُهَاتِ، فَكُلُّ نَاحِيَةٍ كَثُرَ الْحِلُّ فِي قُوتِ أَهْلِهَا كَثُرَ الصَّالِحُونَ فِيهَا وَعَكْسُهُ بِعَكْسِهِ
Realitas disebagian daerah banyak terdapat orang yang shaleh dan disebagian daerah yang lain sedikit. Dan setelah kami teliti ternyata penyebabnya adalah pada mengkonsumsi makanan halal atau menjauhi yang syubhat.
Oleh karena itu tiap daerah yang kebanyakan penduduknya mengkonsumsi makanan halal maka banyaklah orang saleh di daerah tersebut, begitu juga sebaliknya. (Ibnu Hajar Al-Haitami, Al-fatawa al-Fikhiyyah al-Kubra Juz III hal. 372)
Hipotesis Ibnu Hajar ini, patut kita renungkan. Apalagi kita sudah berada di akhir zaman, yang agaknya sudah kabur, antara yang halal dan haram. Seyogyanya kita harus tetap senantiasa berhati-hati, terlebih Rasulullah SAW bersabda:
لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا يُبَالِي الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ أَمِنْ حَلَالٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ
“Akan datang suatu masa pada umat manusia, mereka tidak lagi peduli dengan cara untuk mendapatkan harta, apakah melalui cara yang halal ataukah dengan cara yang haram.” (HR Al-Bukhari no. 2083).
Ada banyak sekali ancaman atau dampak buruk yang didapat dari makanan yang haram, di antaranya adalah sabda Rasulullah saw berikut;
a. Pengaruh makanan yang halal
يَاعَلِيُّ، مَنْ اَكَلَ الْحَلاَلَ صَفَادِيْنُهُ، وَرَقَّ قَلْبُهُ، وَلَمْ يَكُنْ لِدَعْوَتِهِ حِجَابٌ
“Hai Ali, barangsiapa memakan (makanan) yang halal maka agamanya menjadi bersih, hatinya lembut, dan tidak ada penghalang bagi doanya.”
b. Pengaruh Makanan Syubhat dan Haram
يَاعَلِيُّ، مَنْ اَكَلَ الشُّبُهَاتِ اِشْتَبَهَ عَلَيْهِ دِيْنُهُ وَاَظْلَمَ قَلْبُهُ. وَمَنْ اَكَلَ الْحَرَامَ مَاتَ قَلْبُهُ وَخَفَّ دِيْنُهُ وَضَعُفَ يَقِيْنُهُ وَحَجَبَ اللهُ دَعْوَتَهُ وَقَلَّتْ عِبَادَتُهُ
“Hai Ali, barangsiapa memakan (makanan) yang syubhat, maka akan syubhat baginya agamanya, dan hatinya pun menjadi gelap. Dan barangsiapa yang memakan (makanan) yang haram, maka hatinya akan mati, agamanya ringan, keyakinannya lemah, Allah menghalangi doanya, dan sedikit ibadahnya.”
c. Tanda-tanda jika Allah memurkai seorang hamba
يَاعَلِيُّ، اِذَا غَضَبَ اللهُ عَلَى اَحَدٍ رَزَقَهُ اللهُ مَالاً حَرَامًا، فَاِذَا اشْتَدَّتْ غَضَبُهُ عَلَيْهِ وَكَّلَ بِهِ شَيْطَانًا يُبَارِكُ لَهُ وَيَصْحَبُهُ وَيَشْغَلُهُ بِالدُّنْيَا عَنِ الدِّيْنِ وَيُسَهِّلُ لَهُ اُمُوْرَ دُنْيَاهُ وَيَقُوْلُ اللهُ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ
“Hai Ali, jika Allah sudah murka kepada seseorang, maka Allah akan memberinya rezeki yang haram. Dan jika kemurkaan Allah itu kian bertambah, maka Allah akan mempersilakan setan untuk membantunya (dalam urusan) kekayaan, membantunya (memperoleh harta), dan membuatnya lebih sibuk dalam urusan dunia daripada agama, hingga setan berkata, ‘Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang’.”
d. Setan selalu menyertai orang yang bergumul dengan yang haram
يَاعَلِيُّ، مَاسَافَرَ اَحَدٌ طَالِبَا الْحَرَامَ مَاشِيًا اِلاَّ كَانَ الشَّيْطَانُ قَرِيْنَهُ، وَلاَ رَاكِبًا اِلاَّ رَدِيْفَهُ، وَلاَ جَمَعَ اَحَدٌ مَالاً حَرَامًا اِلاَّ اَكَلَهُ الشَّيْطَانُ، وَلاَ نَسِيَ اسْمَ اللهِ تَعَالَى عِنْدَ الْجِمَاعِ اِلاَّ شَارَكَهُ فِيْ وَلَدِهِ، وَذَلِكَ قَوْلُهُ تَعَالَى: وَشَارِكْهُمْ فِي الْاَمْوَالِ وَالْاَوْلاَدِ وَعِدْهُمْ
“Hai Ali, tidaklah seseorang yang pergi mencari sesuatu yang haram melainkan setan akan menemaninya, tidak pula seseorang (yang pergi mencari sesuatu yang haram) dengan menaiki kendaraan melainkan setan akan membuntutinya.
Tidaklah seseorang yang mengumpul-ngumpulkan harta yang haram melainkan setan nanti akan (ikut) memakan hartanya itu, dan tidaklah seseorang yang lupa mengingat nama Allah ketika berhubungan dengan istrinya melainkan setan akan bergabung dengannya dalam memperoleh keturunan.
Demikianlah maksud firman Allah, “… Dan bersekutulah dengan mereka pada harta dan anak-anak serta beri janjilah mereka.””
e. Allah tak menerima sedekah dari harta haram
يَاعَلِيُّ، لاَ يَقْبَلُ اللهُ صَلاَةً بِلاَوُضُوْءٍ، وَلاَ صَدَقَةً مِنَ الْحَرَامِ
“Hai Ali, Allah tidak akan menerima shalat seseorang tanpa berwudhu dan tidak pula menerima sedekah dari harta yang haram.”
f. Anugerah kebaikan untuk orang yang selalu makan yang halal
يَاعَلِيُّ، لاَيَزَالُ الْمُؤْمِنُ فِيْ زِيَادَةٍ فِيْ دِيْنِهِ مَالَمْ يَأْكُلِ الْحَرَامَ. وَمَنْ فَارَقَ الْعُلَمَاءَ مَاتَ قَلْبُهُ وَعَمَى عَنْ طَاعَةِ اللهِ
“Hai Ali, seorang mukmin senantiasa akan bertambah agamanya selama ia tidak makan sesuatu yang haram. Dan barangsiapa yang menjauh dari para ulama, maka (lambat laun) hatinya akan mati dan matanya akan buta dari ketaatan kepada Allah.”
g. Celaan bagi orang yang tidak mengamalkan hukum al-Qur’an
يَاعَلِيُّ، مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ وَلَمْ يُحِلَّ حَلاَلَهُ وَلَمْ يُحَرِّمْ حَرَامَهُ كَانَ مِنَ الَّذِيْنَ نَبَذُوْا كِتَابَ اللهِ وَرَاءَ ظُهُوْرِهِمْ
“Hai Ali, barangsiapa membaca al-Qur’an, namun tidak menghalalkan apa yang dihalalkannya dan tidak mengharamkan apa yang diharamkannya, maka ia termasuk golongan orang yang membuang kitab Allah ke belakang punggung mereka.” (Imam Abdul Wahhab Sya’rani, Wasiyyat al-Mushtafa bab halal dan haram).
Bahaya Pengaruh Makanan Haram
Demikian pengaruh dari makanan haram, kami pernah mendengar salah penjelasan guru bahwa disunnahkan bagi orang yang mengetahui bahwa dia habis makanan yang tidak jelas status kehalalannya, dianjurkan baginya untuk berpuasa.
Agar supaya makanannya tidak menjadi daging di tubuhnya, sebab ketika menjadi daging, niscaya akan berdampak buruk. Yakni ia akan mudah melakukan perkara haram dan sebagainya.
اَللَّهُمَّ اكْفِنِيْ بِحَلَالِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَ أَغْنِنِيْ بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ
“Ya Allah, cukupkanlah aku dengan barang yang halal hingga aku tidak butuh kepada yang haram dan cukupkanlah aku dengan keutamaan-Mu hingga aku tidak butuh kepada selain-Mu”. (HR. Turmudzi)
Demikian alasan mengapa hanya daerah tertentu banyak orang saleh? Sedangkan yang di daerah lain, minim. Semoga bermanfaat. (Baca: Waspada! Bahaya Mengkonsumsi Produk Haram )
Tulisan ini pernah diterbitkan di BincangSyariah.Com.
1 Comment