BincangMuslimah.Com- Lagu dengan lirik Bahasa Arab atau yang lebih akrab dikenal dengan arabic song, sudah sering menjadi latar belakang video atau backsound postingan di media sosial. Salah satunya yaitu lagu Habbitak x Ala Bali. Siapa yang tidak kenal dengan lagu Habbitak X Ala Bali? Sebuah lagu cinta yang sempat viral belakangan ini.
Tentu tidak ada yang salah dalam lagu ini. Pasalnya, kebanyakan perspektif masyarakat awam menganggap semua lagu arab itu merupakan shalawat atau lagu islami. Dan itulah fenomena yang banyak terjadi di masyarakat kita saat ini, ketika menyenandungkan lagu-lagu “bucin” yang jauh dari unsur “religius” (bukan Qasidah maupun Shalawat) di majelis-majelis shalawat, maulid, bahkan di musholla sekalipun.
Penulis beranggapan, fenomena ini terjadi karena faktor ketidakpahaman masyarakat terhadap bahasa Arab. Para influencer seperti Tobroni Muhammad pun juga berargumen bahwa fenomena ini muncul karena yang membawakan lagu-lagu pop Arab seperti ini kebanyakan adalah orang-orang yang lekat dengan agama, seperti grup hadroh, pelantun shalawat dan semacamnya.
Hanya dengan bermodalkan viralnya lagu Arab percintaan tersebut di media sosial lalu di cover oleh grup shalawat dan di bawakan dalam suatu majelis. Hingga orang awam dengan serta merta mengklaim bahwa semua itu merupakan shalawat.
Lagu Habbitak X Ala Bali
Lagu Habbitak X Ala Bali ini merupakan lagu bucin arab gabungan dari 2 lagu. Yang pertama adalah Habbitak ciptaan penyanyi asal Mesir Mohamed Hamaki yang kini sudah ditonton lebih dari 155jtx di akun You Tubenya. Lagu ini memiliki judul asli Haga Mestakhabeya. Sedangkan Ala Bali adalah lagu seorang penyanyi asal Mesir Sherine Abdil Wahab.
Keduanya berisi tentang kisah seseorang yang mencintai kekasihnya dalam diam, dan sama sekali tidak ada unsur religius di dalamnya. Kedua lagu ini mungkin masih cocok untuk dibawakan di acara pernikahan. Tapi jika menyenandungkan di majelis-majelis shalawat maupun maulid, atau bahkan di musholla dan masjid, saya rasa jangan ya dek yaa..
Perbedaan Shalawat dengan Lagu Arab
Dalam membawakan suatu musik, kiranya kita perlu untuk melihat konten atau lirik yang terkandung dalam lagu tersebut, tak hanya dari segi estetika melodinya saja. Pasalnya sepertihalnya yang telah kita singgung di awal pembahasan, banyak masyarakat yang salah kaprah membawakan lagu-lagu arab kedalam suatu majelis. Bahkan tak jarang ada yang melantunkannya di waktu antara adzan dan iqomah yang mana seharusnya kita gunakan untuk melantunkan pujian kepada Allah dan Rasul-Nya. Lantas apa perbedaan shalawat dan yang bukan?
Kita semua mungkin sudah tahu bahwa yang dinamakan shalawat adalah suatu pujian atas Nabi Muhammad, sedangkan lagu-lagu Arab adalah seni dan ekspresi suatu budaya. Namun, apa ciri khas yang mendominasi keduanya?
Keduanya memiliki perbedaan dalam segi tatanan kebahasaanya. Mengutip dari situs pba.iainmadura.ac.id, secara garis besar perbedaan penggunaan bahasa Arab menjadi dua bagian yaitu, bahasa Arab fushah (formal), dan bahasa Arab ‘ammiyah (informal).
Bahasa Arab Fushah dan Bahasa Arab ‘ammiyah
Bahasa Arab fushah sendiri berasal dari kata fashahah yang mengikuti bentuk isim tafdhil yang berkmakna jelas (al-bayan), dan terpeliharanya kata dari kesamaran dan susunan yang buruk (salamat al-alfadz min al-ibham wa su’i al-ta’lif). Penggunaan Bahasa Arab ini biasa pada situasi formal, seperti penulisan literatur ilmiyah, media massa, kepentingan pemerintahan dan lain sebaginya.
Secara lafdziyah (pengucapannya), bahasa Arab fushah menggunakan kosakata formal, klasik dan konsisten, memiliki struktur kalimat yang kompleks dan ketat. Seperti contoh “االلهم صلي على سيدنا محمد”. Selain digunakan dalam situasi formal, mayoritas lantunan shalawat dan lagu-lagu islami juga menggunakan bahasa fushah didalamnya. Seperti contoh lagu-lagu Maher Zain.
Sedangkan bahasa Arab ‘ammiyah berasal dari kata ‘ammah (umum) yang merupakan lawan kata dari kata khas (khusus), yaitu bahasa yang digunakan untuk komunikasi sehari-hari.
Berbeda dengan fushah, bahasa Arab ‘amiyah memiliki tata bahasa yang lebih santai dan fleksibel. kosa katanya pun menggunakan kata-kata lokal yang penggunaannya untuk percakapan sehari-hari dan bisa berubah seiring berkembangnya zaman. Dan penggunaan bahasa inilah pada mayoritas lagu arab modern saat ini, seperti kedua lagu diatas (Haga Mestakhabeya & ‘Ala Bali).
Perbedaan Pelafalan
Kedua lagu ini menggunakan Bahasa Arab dengan lahjah/’ammiyah Mesir yang memang dari segi pelafalannya terdapat sedikit perbedaan dari Bahasa Arab biasanya. Seperti potongan lirik dari lagu Haga Mestakhabeya berikut..
في جوة قلبي حاجة مستخبية
كل لما بجي أقول لها فجأة مش بقدر
قدام عينيك بقف وبنسى إيه يتقال..
Terdapat beberapa huruf yang tidak dibaca sebagaimana biasanya. Seperti membaca “ga” pada huruf “ج” yang pada kalimat “جوة”(guwa) dan “حاجة”(haga) yang umumnya membacanya “ja”. Karena mengikuti bahasa ‘amiyah Mesir yang notabenenya adalah daerah asal Hamaki. Pada lahjah Mesir, membaca “ga” pada huruf “ج”(Ja), sama seperti membaca “a” pada huruf “ق” yang sama seperti bunyi hamzah pada umumnya.
Terlepas dari tatanan kebahasaanya, kita juga bisa lihat dari budaya kebahasaan daerah asal lagu tersebut. Kita ambil contoh salah satu lagu yang juga sering dikira shalawat ialah lagu Nawarti Ayyami karya Helmy Abdel Baki, yang liriknya berbunyi sebagaimana berikut..
نورت أيامي, رجعت أحلامي
غيرت لون, وطعم, وشكل, الحياة..
الله الله الله الله يا الله.. الله الله الله الله أه…
Salah satu alasan yang sering penulis jumpai mengapa masyarakat mengira lagu ini shalawat, karena dalam lirik lagu tersebut ada kata “الله الله”.
Cara Membedakan antara shalawat dan Lagu
Perlu kita ketahui, bahwa kata “الله” di sini bukan berarti الله yang sama sebagaimana yang kita pahami dalam agama Islam. Itu hanya budaya berbahasa orang Arab sebagai “ungkapan” senang dan kagum. Setiap kali merasa gembira dan kagum, mereka pasti spontan untuk berkata “الله.. الله..”. Ini hanya sebatas spotanitas saja. Jadi, bukan berarti semua yang mencantumkan kata الله itu shalawat atau lagu islami.
Dari judulnya saja sudah bisa kita lihat, نَوَّرْتِ أَيَّامِي artinya “Engkau menerangi hari-hariku”. Lagu ini menceritakan seseorang yang sangat mencintai kekasihnya. Dia mengungkap kebahagiaannya dengan mengucap “الله, الله” karena kekasihnya selalu menerangi hari-harinya.
Lalu bagaimana cara yang simple untuk membedakan mana yang shalawat dan mana yang bukan bagi masyarakat penikmat shalawat yang awam tentang bahasa Arab? Yang pertama, kita bisa search di google tentang lagu shalawat yang kita inginkan. Kedua, lihat liriknya berisi tentang apa, entah dari lirik aslinya atau melihat dari terjemahannya. Apakah mengandung pujian atas Allah dan Rasul-Nya. Ataukah mengandung unsur percintaan di dalamnya.
Lagu Arab dan shalawat merupakan dua hal yang berbeda, keduanya memiliki tujuan, makna dan ciri khas masing-masing. Tentunya tak hanya lagu Arab saja. Sebagai penikmat kita juga berhak mengetahui arti dari lirik lagu yang kita dengar dalam bahasa apapun. Karena andaikata membawakan lagu bucin di majlis ataupun di musholla, lalu apa bedanya kita menyanyikan lagu Butiran Debu di semua momen tersebut? Pasti terasa aneh bukan? Karena itulah kita perlu untuk memahami maksud dari sebuah musik agar tidak ada kesalahpahaman di sana.
Wallahu a’lam…