BincangMuslimah.Com – Kekerasan bukanlah kunci yang dapat menyelesaikan masalah. Namun, masih saja mereka yang mempunyai kuasa dan ditinggikan bersikap arogan dan mengambil tindakan kekerasan.
Yang ada, kekerasan malah membuat masalah menjadi kusut seperti benang yang tercampur baur. Tidak bertemu mana ujung dan pangkal. Selain berdampak secara fisik, kekerasan turut menyakiti kondisi psikis.
Bukan tidak mungkin setelah fisik, mental pun ikut sakit. Salah satu kekerasan pada perempuan yang masih memprihatinkan adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Dalam Islam, ada beberapa ayat yang dijadikan dalih dari legitimasi kekerasan. Sampai saat ini masih ada yang beranggapan jika istri yang dianggap menentang perintah suami boleh dipukul temasuk saat pasangan tidak sengaja berkata kasar.
Padahal, perlu peninjauan dan kajian kembali dengan pendekatan tertentu untuk menafsirkan ayat-ayat tersebut secara utuh. Sayangnya, tanpa mengkaji tafsiran lebih jauh, ayat terkadang disalah artikan oleh oknum.
Ada kalanya menjadi dalih dari para laki-laki berbuat semen-mena pada perempuan.Bahkan, menjadikan istri harus memenuhi segala tuntutan dari sang suami. Tanpa harus memikirkan situasi dan kondisi.
Misalnya, memaksa berhubungan intim meski kondisi kesehatan istri memprihatinkan, dianggap menentang atau bertindak durhaka. Ada pula laki-laki atau suami yang memukul perempuan dengan alasan mendidik.
Padahal, bisa saja, kekerasan yang dilakukan untuk melampiaskan keegoisan semata. Hal ini menjadi sulit, apalagi karakter setiap orang berbeda-beda. Serta memiliki kondisi psikologis yang tidak sama.
Hal ini lah yang membuat lahirnya sebuah anggapan jika Islam melegalisasi kekerasan dalam rumah tangga. Namun jelas sekali jika hal itu tidak benar.
Bahkan Rasulullah, suri teladan seluruh umat yang diamanahkan menyampaikan wahyu dari Allah SWT tidak pernah melakukan kekerasan satu kali pun. Bagaimana seorang hamba malah bisa melakukan kekerasan?
Nabi Muhammad Saw pun pernah memberikan sebuah nasehat pada seorang sahabat yang melakukan konsultasi saat pasangan atau istrinya berkata kasar. Memang itu adalah sikap yang tidak terpuji, namun Rasul bukan menyuruhnya untuk memukul sang istri.
عَنْ لَقِيطِ بْنِ صَبْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: كُنْتُ وَافِدَ بَنِى الْمُنْتَفِقِ-أَوْ فِى وَفْدِ بَنِى الْمُنْتَفِقِ-إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ لِي امْرَأَةً وَإِنَّ فِي لِسَانِهَا شَيْئًا يَعْنِى الْبَذَاءَ. قَالَ: «فَطَلِّقْهَا إِذًا». قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ لَهَا صُحْبَةً وَلِي مِنْهَا وَلَدٌ. قَالَ: «فَمُرْهَا-يَقُولُ عِظْهَا-فَإِنْ يَكُ فِيهَا خَيْرٌ فَسَتَفْعَلُ وَلَا تَضْرِبْ ظَعِيْنَتَكَ كَضَرْبِكَ أُمَيَّتَكَ». رواه أبو داود.
Artinya: Dari Laqith bin Shabrah ra: Saya pernah datang sebagai utusan Bani Muntafiq berkunjung ke Rasulullah. Saat itu saya bertanya: “Wahai Rasul, istri saya lidahnya sangat kasar dan menyakitkan”. “Ya ceraikan saja”, saran Nabi Saw. “Wahai Rasul, saya masih mencintainya dan ia juga memberi saya anak”, jawab saya. “Kalau begitu, nasihatilah dia, kalau dia baik, ia pasti akan berubah, tetapi janganlah memukulnya sebagaimana kamu memukul hamba sahaya”. (Sunan Abu Dawud, no. Hadis: 142).
Menurut Faqihuddin Abdul Kodir di dalam bukunya yang berjudul 60 Hadis Shahih, hadis di atas menceritakan sebuah konsultasi salah seorang sahabat mengenai sang istri. Diketahui istrinya memiliki ucapan yang pedas dan menyakitkan.
Nabi Muhammad Saw justru memberikan nasihat agar Laqith bin Shabrah tidak memukul sang istri. Melainkan mencoba memberi nasihat terhadap sikap istrinya tersebut.
Setiap orang punya nilai kebaikan di dalam hatinya. Dan apa bila kebaikan tersebut masih dimiliki oleh sang istri, maka nasihat itu bisa saja meluluhkan hatinya. Sehingga dapat mengubah tabiat yang tidak baik tersebut.
Hanya saja, memang dibutuhkan keikhlasan sekaligus kesabaran. Masih dalam buku yang sama, Faqihuddin menekankan jika Rasul tidak merekomendasikan kekerasan sebagai pemecahan masalah.
Bahkan pilihan terburuk, dibandingkan memberikan pukulan, Faqih berpendapat berpisah lebih baik. Ketimbang memunculkan kekerasan dan lambat laun malah menjadi sebuah siklus atau pembiasaan.
Sehingga kekerasan bisa saja disebut menyalahi prinsip kesalingan antara suami dengan istri. Sekali lagi perlu ditekankan jika hubungan suami dan istri bukan bos dan karyawan. Atau posisi pertama dan kedua.
Namun keduanya, antara suami dan istri mestilah saling membutuhkan, melindungi dan melengkapi berlandaskan pada komitmen dan syariat Islam. Dilengkapi dengan kasih sayang dan cinta di dalamnya.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan jika kekerasan bukanlah tindak yang dibenarkan dalam Islam. Begitu pula dalam rumah tangga. Ketika ada sifat yang buruk dari pasangan, cara terbaik adalah menasihati dalam kebaikan dengan sabar dan ikhlas. Demikian yang seharunya dipahami oleh suami saat pasangan atau istrinya tidak sengaja berkata kasar.
5 Comments