BincangMuslimah.Com – Ketika seseorang meninggal, pihak keluarga biasanya mengadakan tahlil untuk mendoakan kebaikannya, meskipun hukum seputar tahlil masih sering diperdebatkan. Terlebih lagi jika dikaitkan dengan perempuan. Bagaimana hukum perempuan jika ia ikut membaca tahlil?
Sekilas tentang Tahlil dan Hukumnya
Tahlil merupakan salah satu kalimah thayyibah atau kalimat yang baik berupa La ilaha illallah, yang artinya tiada Tuhan selain Allah. Seiring berjalannya waktu, bacaan tahlil ini diadopsi oleh masyarakat Islam Nusantara dalam praktik keagamaan di Indonesia. Jadilah tahlil ini menjadi sebuah kebiasaan masyarakat untuk mengirimkan doa seperti surah Yasin, kalimah thayyibah dan pembacaan doa yang dihadiahkan untuk mayit.
Tahlilan bagi seseorang yang sudah meninggal memang tidak ada pada zaman Nabi saw. Namun, mendoakan mayit merupakan sebuah kebiasaan baik, masyarakat Arab juga melakukannya saat itu. Kemudian hal tersebut diperbolehkan selagi tidak bertentangan dengan Nas-nas agama. hal ini tercantum di dalam Fatwa Dar-Ifta Mesir sebagai berikut.
اجتماع المسلمين لعمل ختمة من القرآن الكريم أو قراءة ما تيسر من السور والآيات وهبة أجرها لمن توفي منهم، هو من الأمور المشروعة والعادات المستحسنة وأعمال البر التي توافق الأدلة الصحيحة والنصوص الصريحة، وأطبق على فعلها السلف الصالح
Artinya: Para muslimin bersepakat, ketika seseorang mengkhatamkan Alquran atau membaca beberapa ayat dari surah, yang mana pahalanya dihadiahkan kepada orang yang sudah meninggal, maka hal ini termasuk ke dalam perbuatan yang disyariatkan dan kebiasaan ini tidak bertentangan dengan teks-teks agama agama, baik (Sunnah maupun Alquran). Para ulama salih terdahulu juga sepakat dengan perbuatan tersebut. (Fatwa Dar-Ifta Mesir, No 4751).
Hukum Tahlil bagi Perempuan
Terlepas dari boleh atau tidaknya hukum mengirim doa kepada orang yang sudah meninggal. Lalu, bagaimana jika seorang perempuan mengikuti kegiatan tahlilan tersebut, apakah boleh perempuan mengikuti tahlil? Atau hanya di rumah saja.
Hukum tahlil ini sama dengan hukum ziarah makam bagi perempuan. Nabi Muhammad tidak membedakan antara hukum ziarah bagi laki-laki maupun perempuan. Pembatasan hukum pada masa itu tidak bermaksud apa-apa, kecuali karena kondisi perempuan saat itu. Perempuan memiliki hati yang lembut, khawatir ia akan menangis tersedu-sedu ketika melihat mayit. Hal tersebut yang perlu di garis bawahi.
Kemudian, dalam kitab Sahih Bukhari, disebutkan bahwa tidak ada yang membedakan dalam pengambilan hukumnya. Perempuan dan laki-laki boleh membaca tahlil karena tujuannya adalah mengingat kematian, yang tentu saja itu perintah dalam Alquran. (kitab Al-Jami li Ahkam al-Qur’an).
Masih dalam Fatwa Kubra Fiqhiyyah, dijelaskan juga kebolehan perempuan untuk ikut andil dalam pembacaan tahlil. Berikut redaksi hadisnya,
وَسُئِلَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ زِيَارَةِ قُبُوْرِالأَوْلِيَآءِ فِيْ زَمَنٍ مُعَيَّنٍ مَعَ الرِّحْلَةِ إِلَيْهَا… فَأَجَابَ بِقَوْلِهِ ِزيَارَةِ قُبُوْرِالأَوْلِيَاءِ قُرْبَةٌ مُسْتَحَبَّةٌ وَكَذَا الرِّحْلَةُ إِلَيْهَا
Artinya: Ibnu Hajar pernah bertanya kepada Rasulullah tentang bagaimana jika seseorang berziarah kubur ke makam-makam wali dan mengadakan perjalanan untuk menziarahi mereka? Kemudian Rasulullah menjawab, ‘Ziarahilah kubur kepada para wali terdekatmu, karena hal ini di sunnahkan, sebagaimana juga perjalanan menziarahi mereka.
Hadis di atas merupakan hadis tentang mengunjungi orang yang meninggal. Hukumnya sunnah karena bertujuan untuk mengingat kematian. Sebagaimana dengan pembacaan tahlil, jika niatnya untuk mengingat kematian maka hukumnya sunnah.
Syekh Hisyam Kamil, seorang guru Fikih Syafi’i di Azhar juga menegaskan, tidak ada hadis yang melarang pembacaan tahlil bagi orang yang meninggal. Ia juga menegaskan tidak adanya perbedaan mengenai hukum laki-laki dan perempuan ketika membaca tahlil bagi orang yang meninggal. Dengan catatan, perempuan tidak boleh meninggikan suaranya yang bertujuan menarik perhatian laki-laki.
Dari beberapa pendapat dan berbagai sumber literatur keagamaan tadi dapat disimpulkan bahwa perempuan boleh saja mengikuti tahlil. Tidak pula ada hadis yang mengkotak-kotakkan antara perempuan dan laki-laki dalam mengingat kematian.