BincangMuslimah.Com – Termasuk salah satu yang membatalkan puasa adalah masuknya segala sesuatu ke dalam saluran masuk tubuh (mulut, hidung) dengan sengaja. Maka makan minum dengan sengaja sudah pasti membatalkan puasa. Namun bagaimana jika sisa makanan yang tersangkut di sela-sela gigi tertelan? batalkah puasa?
Syekh Zainuddin al-Malibari dalam Fathul Muin menyebutkan
لو بقي طعام بين أسنانه فجرى به ريقه بطبعه لا بقصده: لم يفطر إن عجز عن تمييزه ومجه. وإن ترك التخلل ليلا مع علمه ببقائه وبجريان ريقه به نهارا لأنه إنما يخاطب بهما إن قدر عليهما حال الصوم لكن يتأكد التخلل بعد التسحر أما إذا لم يعجز أو ابتلعه قصدا: فإنه مفطر جزما. وقول بعضهم: يجب غسل الفم مما أكل ليلا وإلا أفطر: رده شيخنا.
“Apabila terdapat sisa makanan di sela-sela gusi lalu ikut tertelan bersama ludah sebagaimana biasanya ia menelan ludahnya bukan sengaja menelannya, jika tidak bisa memisahkan lalu mengeluarkannya maka puasanya tidak menjadi batal. Sekalipun tidak menyela-nyelai gigi di malam hari serta mengetahui masih terdapat sisa makanan yang di siang harinya akan ikut tertelan bersama ludah.
Karena kewajiban memisahkan sisa makanan dan membuangnya itu adalah jika ia mampu melakukannya di siang hari. Namun sunah muakad melakukan cungkil gigi dilakukan setelah makan sahur. Adapun bila mampu mengeluarkannya atau bisa sengaja menelannya, maka sudah pasti dihukumi batal puasa. Pendapat ulama bahwa wajib mencuci mulut dari apapun yang termakan di malam hari tertolak oleh guru kita.”
Guru Al-Malibari banyak, di antaranya yang terpenting adalah sang muhahrir besar fase kedua yaitu Ibnu Hajar Al-Haitami (w. 974 H). Jika Al-Malibari menyebut syaikhuna dalam kitab Fathul Mu’in, maka yang dimaksud adalah Ibnu Hajar Al-Haitami ini.
Menukil pendapat Ibnu Hajar al-Haitami, membersihkan sela-sela gigi sebelum waktu puasa dimulai tidak wajib namun sangat disunnahkan. Hal ini agar sisa makanan di sela-sela gigi itu tidak tertelan saat siang bulan Ramadhan.
Jadi jika orang puasa tahu ada yang terselip di gigi dan ia bisa membersihkannya namun sengaja tidak mengeluarkannya maka puasanya batal. Beda halnya jika ia tidak sengaja menelannya karena tidak tahu, maka tidak batal puasanya, ini merupakan pengecualian dari membatalkannya setiap sesuatu benda yang masuk ke dalam tubuh sebagaimana disebutkan dalam kitab I’anah Thalibin. (2/263).