BincangMuslimah.Com – Resepsi pernikahan atau walimatul ‘ursy menjadi sebuah tradisi di kalangan masyarakat Indonesia. Berkenaan dengan ini, bagaimanakah hukum mengadakan pesta pernikahan dalam Islam?
Umumnya walimatul ‘ursy merupakan bentuk rasa syukur atas terselenggaranya pernikahannya. Kegiatan ini lumrah terselenggara dengan mengundang sanak keluarga, tetangga, sahabat dan karib kerabat kedua mempelai.
Tidak dapat dipungkiri bahwa untuk menyelenggarakan pesta tersebut membutuhkan biaya yang cukup besar. Pasalnya, tuan rumah menjamu para tamu dengan berbagai hidangan. Di sisi lain, tidak semua pasangan pengantin dan keluarganya memiliki biaya cukup untuk menyelenggarakan tradisi ini.
Hukum Mengadakan Pesta Pernikahan
Berangkat dari sinilah muncul satu pertanyaan, bagaimanakah hukum mengadakan pesta pernikahan dalam Islam? Jawaban pada pertanyaan tersebut ada dalam salah satu hadis Nabi. Hukum melaksanakan walimatul ‘ursy adalah sunnah, sebagaimana hadis berikut:
قَالَ رَسُوْلُ الله صلعم لِعَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ
Artinya: Rasulullah bersabda kepada Abdurrahman bin ‘Auf, “Adakanlah walimah, sekalipun hanya memotong seekor kambing”. (HR. Bukhari)
Merujuk pada kitab Fathul Qarib al-Mujib karya Imam Ibn Qasim al-Ghazi disampaikan tentang hukum dan konsep melaksanakan walimatul ‘ursy. Menurut beliau pengertian walimatul ‘ursy adalah perayaan yang diselenggarakan pasca akad nikah dengan menghidangkan berbagai jamuan makanan sebagai bentuk rasa syukur.
Inti dari diadakannya walimatul ‘ursy adalah makan-makan, serta tidak harus mewah dan berlebih-lebihan. Hal tersebut berdasarkan sabda Rasulullah di atas sesungguhnya inti disyariatkan pesta tersebut adalah untuk mengumumkan pernikahan dan ungkapan rasa syukur kepada-Nya.
Sementara tata cara menjamu makanan kepada para undangan adalah masih dirinci, jika yang orang kaya atau mampu maka minimalnya adalah menyembelih satu ekor kambing. Jika ia masuk dalam kategori orang yang tidak mampu maka cukup semampunya saja.
Hukum Menghadiri Pesta Pernikahan
Hukum menghadiri undangan pesta nikah adalah wajib bagi tamu yang diundang, kecuali apabila ia memiliki halangan untuk memenuhi undangan tersebut. Adapun hukum memakan jamuan yang tersedia adalah tidak wajib. Dalil yang menjadi dasar wajibnya menghadiri walimatul ‘ursy adalah hadis Nabi berikut:
إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلَى طَعَامٍ فَلْيُجِبْ، فَإِنْ شَاءَ طَعِمَ، وَإِنْ شَاءَ تَرَكَ
Artinya: Apabila salah seorang di antara kalian diundang untuk makan, maka penuhilah undangan tersebut. Jika berkehendak, maka ia boleh makan atau ia tinggalkan. (HR. Muslim)
Apabila pihak penyelenggara mengadakan walimah selama tiga hari, maka yang wajib dihadiri hanya hari pertama saja. Sedangkan hari kedua hukumnya sunnah, dan hari ketiga hukumnya makruh untuk menghadirinya. Mengenai penjelasan lengkap sekaligus terjemah milik Ibnu Qasim al-Ghazi sebagai berikut:
{فصل} (والوليمة على العُرس مستحبة). والمراد بها طعام يتخذ للعرس. وقال الشافعي: تصدق الوليمة على كل دعوة لحادث سرور. وأقلها للمكثر شاةٌ، وللمقل ما تيسر. وأنواعها كثيرة مذكورة في المطولات.
(والإجابة إليها) أي وليمة العرس (واجبة) أي فرض عين في الأصح. ولا يجب الأكل منها في الأصح. أما الإجابة لغير وليمة العرس من بقية الولائم فليست فرض عين، بل هي سنة. وإنما تجب الدعوة لوليمة العرس أو تسن لغيرها بشرط أن لا يخص الداعي الأغنياء بالدعوة، بل يدعوهم والفقراء وأن يدعوهم في اليوم الأول. فإن أَوْلَم ثلاثةَ أيام لم تجب الإجابة في اليوم الثاني، بل تستحب، وتكره في اليوم الثالث. وبقية الشروط مذكورة في المطولات. وقوله (إلا من عذر) أي مانع من الإجابة للوليمة، كأن يكون في موضع الدعوة من يتأذي به المدعو أو لا تليق به مجالسته.
Artinya: (Fasal) Melakukan resepsi pernikahan hukumnya disunnahkan. Yang dikehendaki dengan walimah adalah jamuan untuk pernikahan. Imam asy Syafi’i berkata, “Walimah mencakup segala bentuk undangan karena baru saja mengalami kebahagian.” Minimal walimah yang diadakan oleh orang kaya adalah menyembelih satu ekor kambing. Dan bagi orang miskin adalah jamuan yang mampu ia sajikan. Macam-macam walimah banyak dan disebutkan di dalam kitab-kitab yang panjang keterangannya.
Memenuhi undangan resepsi pernikahan hukumnya adalah wajib, maksudnya Fardlu ‘Ain menurut pendapat al-Ashah. Dan tidak wajib memakan hidangannya menurut pendapat al-Ashah. Adapun memenuhi undangan walimah-walimah selain resepsi pernikahan, maka hukumnya tidak Fardlu ‘Ain akan tetapi hukumnya adalah sunnah.
Memenuhi undangan walimatul ‘urs itu hanya wajib atau walimah yang lain hukumnya sunnah dengan syarat orang yang mengundang tidak hanya mengundang orang-orang kaya saja, akan tetapi mengundang orang-orang kaya sekaligus orang-orang fakir. Dan dengan syarat mereka diundang pada hari pertama.
Sehingga, jika seseorang mengadakan resepsi selama tiga hari, maka hukumnya tidak wajib datang di hari yang kedua bahkan hukumnya hanya sunnah, dan makruh datang di hari yang ketiga. Untuk syarat-syarat yang lain dijelaskan di dalam kitab-kitab yang lebih luas keterangannya.
Ungkapan mushannif, ‚kecuali ada udzur‛, maksudnya ada sesuatu yang menghalangi untuk menghadiri resepsi. Seperti di tempat acara ada orang yang bisa menyakiti orang yang diundang, atau tidak layak baginya untuk bergabung dengannya. (Fathul Qarib al-Mujib, hal: 46)
Demikianlah penjelasan tentang hukum mengadakan pesta pernikahan dalam Islam. Seyogyanya tuan rumah juga menyediakan undangan bagi fakir miskin yang ada di sekitar rumah mereka. Hal ini untuk berbagi kebahagiaan dalam pesta syukuran tersebut.
3 Comments