BincangMuslimah.Com – Salah satu tradisi saat hari raya adalah saling berkunjung dan bersilaturahim ke sanak famili dan teman. Bagi beberapa muslim ada pula yang meneruskan dengan berpuasa 6 hari di bulan syawal usai puasa Ramadhan untuk meraih pahala seperti puasa setahun. Namun terkadang ada perasaan sungkan jika menolak hidangan lebaran yang telah disiapkan saat kita bertamu. Bolehkah membatalkan puasa syawal?
Ibnu Qudamah menjelaskan dalam al-Mughni bahwa pada dasarnya jika seseorang melakukan puasa sunah maka dia dianjurkan menyempurnakannya hingga selesai. Namun jika ibadah wajib seperti mengqadha puasa Ramadhan maka wajib diselesaikan kecuali ada udzur syar’i atau sebab yang menghalanginya puasa seperti haid atau sakit. Demikian menurut pendapat mayoritas ulama.
Adapun puasa syawal hukumnya sunah maka boleh saja bagi seseorang untuk membatalkannya atau menyempurnakan hingga selesai demikian pendapat madzhab hanbali dan syafi’i. Sebagaimana dikatakan dalam hadis berikut ini
قال النبي صلى الله عليه وسلم لأم هانئ – رضي الله عنها – وكانت صائمة فأفطرت:”أكنت تقضين شيئاً ؟ فقالت: لا. قال: فلا يضرك إن كان تطوعا”
Nabi Muhammad Saw. berkata kepada Ummi Hani yang puasa lalu batal, “Apakah kamu sedang puasa qadha?” dia menjawab, “tidak.” Nabi pun berkata, “Maka tidak masalah jika puasa sunah.” (HR. Abu Daud)
Ibnu Rusyd dalam Bidayah al-Mujtahid mengatakan bahwa ulama bersepakat jika membatalkan puasa sunnah tidak perlu mengqadhanya baik karena ada udzur atau karena lupa. Dan Mereka berbeda pendapat jika membatalkannya tanpa ada udzur, Imam Malik dan Imam Abu Hanifah berpendapat harus diqadha sedangkan Imam Syafi’i dan Imam Ahmad berpendapat tidak ada qadha.
Jadi membatalkan puasa sunah syawal untuk menghormati tuan rumah boleh, hal tersebut sebagaimana juga dikatakan dalam hadis riwayat Imam Baihaqi berikut ini
عن أبى سعيد الخدرى – رضى الله عنه – صنعت لرسول الله صلى الله عليه و سلم طعاما, فأتانى هو وأصحابه, فلما وضع الطعام فقال رجل من القوم : إنى صائم. فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم (دعاكم أخوكم, وتكلف لكم), ثم قال (أفطر و صم يوما إن شأت). رواه البيهقى بإسناد حسن
Dari Abu Said Al-Khudri ra. Berkata, “ketika saya membuatkan makanan untuk Rasulullah SAW, kemudian Beliau dengan para Shahabatnya datang kepadaku, salah satu dari kami ada yang berkata, “saya sedang berpuasa.” Lalu Rasulullah SAW bersabda, “biarkan teman kalian –untuk berpuasa-, sesungguhnya itu merupakan tanggung jawab dia,” kemudian Beliau melanjutkan sabdanya, “Berbukalah dan ganti puasamu di hari yang lain jika kamu menghendakinya.” (HR. Baihaqi)
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dengan sanad hasan. Berdasarkan hadis di atas, jelas Sayyid Sabiq dalam Fiqh al-Sunnah, ulama menyimpulkan kebolehan membatalkan puasa bagi orang yang sedang bertamu dan sunnah mengqadhanya atau mengganti pelaksanaan puasa tersebut di lain hari jika ia termasuk orang yang selalu melakukan ibadah puasa Syawal.
Dalam hadis lain juga diriwayatkan bahwa suatu ketika Rasulullah mempersaudarakan Salman dan Abu Darda’. Maka Salman mengunjungi kediaman Abu Darda’. Lalu ia melihat Ummu Darda’ dengan baju yang kumuh, lalu ia berkata, kepadanya, “Ada apa denganmu?” Dia menjawab, “Saudaramu Abu Darda’, dia tidak memperhatikan kebutuhan dunia”.
Kemudian Abu Darda’ datang, lalu ia membuat makanan untuk Salman. Salman berkata kepada Abu Darda’, “Makanlah!”. Abu Darda’ menjawab, “Aku sedang berpuasa”. Salman berkata: “Aku tidak akan makan hingga engkau makan”.
Dia berkata, “Lalu Abu Darda’ ikut makan”. Pada malam hari Abu Darda’ bangun, lalu Salman berkata, “Teruskanlah tidur”. Maka iapun tidur lalu bangun lagi, lalu Salman berkata, “Teruskanlah tidur”. Maka iapun tidur lagi. Pada akhir malam Salman berkata: “Sekarang bangunlah”. Kemudian mereka berdua shalat malam”.
Lalu Salman berkata kepada Abu Darda’, “Sesungguhnya Rabbmu mempunyai hak atasmu, dan jiwamu mempunyai hak atasmu, dan isterimu mempunyai hak atasmu, maka berilah setiap hak kepada orang yang berhak”. Kemudian Abu Darda’ menemui Nabi Saw lalu ia menceritakan hal itu. Maka Beliau bersabda, “Salman benar”. (HR. Bukhari & Tirmidzi)
Jadi karena puasa Syawal termasuk puasa sunnah, maka boleh membatalkannya karena demi menghormati tuan rumah atau untuk menghormati tamu.
Wallahu’alam.