BincangMuslimah.Com – Dalam Islam, seorang perempuan muslim mesti mengetahui perbedaan jenis darah baik itu haid, nifas, dan istihadhoh. Karena hal tersebut berpengaruh pada ibadah ritual seperti shalat, puasa, dan haji. Ada narasi hadis yang tersebar bahwa darah istihadhah merupakan hentakan setan di rahim wanita, benarkah demikian?
Teks hadis tersebut cukup panjang, berasal dari Hamnah binti Jahsy, salah satu sahabiyah yang mengeluarkan darah istihadhah banyak sekali. Kemudian ia mendatangi Rasulullah untuk meminta fatwa, ternyata Rasul sedang berada di rumah saudaranya yang juga merupakan istri Rasul, Zainab bin Jahsy.
Hamnah bertanya apakah istihadhah tersebut menghalanginya untuk shalat dan puasa. Rasul pun menjawab,
سَآمُرُك بأمْرَين أيهما فَعَلْتِ أجْزَأَ عَنْكِ من الآخر، وإن قَوِيتِ عليهما فأنتِ أعْلَم». قال لها: «إنما هذه رَكْضَةٌ من رَكَضَات الشيطان فَتَحَيَّضِي ستَّة أيام أو سبعة أيَّام في عِلْم الله، ثم اغْتَسِلِي حتى إذا رأيت أنك قد طَهُرْتِ، واسْتَنْقَأْتِ فصلِّي ثلاثا وعشرين ليلة أو أربعا وعشرين ليلة وأيامها وصومي، فإن ذلك يُجْزِيكِ….. إلخ
Artinya: “Aku akan menyuruhmu melakukan dua hal, mana saja di antara keduanya yang kamu lakukan maka akan mengganti yang satunya. Jika kamu mampu melakukannya maka kamu lebih tahu” Rasulullah lalu bersabda, “Sesungguhnya itu merupakan salah satu rakdhah syetan, maka jalanilah haid selama 6 atau 7 hari sesuai (yang dicatat) dalam ilmu Allah, kemudian mandilah. Apabila kamu merasa sudah suci dan bersih maka tunaikanlah shalat selama 23 hari atau 24 hari, dan berpuasalah, karena itu akan mencukupimu……”
(HR. Abu Daud, Ahmad, Tirmizi, dan Ibnu Majah)
Dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi karya Syekh al-Mubarakfuri, kitab penjelas (syarah) dari hadis-hadis Imam Tirmizi, hadis ini dikomentari oleh Abu Isa bahwa ia berstatus hasan shahih. Artinya, dalam satu jalur ia berstatus shahih dan dalam jalur lain berstatus hasan. Sedangkan komentar dari Imam Ahmad bin Hanbal berstatus shahih.
Adapun penjelasan kata رَكْضَةٌ yang merupakan bentuk tunggal dan رَكَضَاتٌ yang merupakan bentuk jamak dalam bahasa Indonesia berarti hentakan. Sebagaimana yang disebutkan dalam Alquran,
اُرْكُضْ بِرِجْلِكَۚ
Artinya: Hentakkanlah kakimu.
Syekh al-Mubarakfuri mengutip perkataan Syekh al-Jaziri. Makna hentakan secara bahasa merupakan suatu pekerjaan memukul yang bertujuan untuk menyakiti. Adapun makna “hentakan setan” dalam hadis ini adalah bahwa setan menemukan jalan untuk mengecohkan perempuan dalam urusan ibadahnya, kesuciannya, dan agamanya. Jika dipahami dari penjelasan beliau, makna hentakan di sini bukanlah makna hakikat, melainkan makna kiasan yang menunjukkan kesempatan bagi setan bagi perempuan yang bingung mengenai perhitungan atau permasalahan istihadhah.
Didukung juga oleh kitab ‘Aunul Ma’bud yang merupakan syarah hadis Sunan Abu Daud karya Abu al-Tayyib Muhammad Syams al-Haqq bin Amir ‘Ali bin Maqsud ‘Ali al-Siddiqi al-‘Adzim Abadi. Beliau menyebutkan bahwa makna “hentakan setan” adalah makna kiasan. Makna yang menunjukkan pada kesempatan setan untuk membuat perempuan bingung mengenai ibadahnya yang berkaitan dengan haid dan istihahdhah.
Hikmah yang bisa diambil dari hadis ini adalah seorang perempuan muslim harus mengerti tentang ilmu yang berkaitan dengan haid dan istihahdah. Hal tersebut sangat penting karena berkaitan dengan urusan ibadah wajib baginya seperti shalat, puasa, dan haji. Jika seorang perempuan menyangka ia istihadhah padahal ia haid, maka tentu ibadah yang ia lakukan tidak sah. Jika seorang perempuan istihadhah tapi ia menyangka bahwa ia haid, maka ibadah yang ia tinggalkan berimbas pada dosa.
Demikian penjelasan mengenai hadis darah istihadhah yang merupakan hentakan setan, bahwa hal itu bukanlah makna hakikat melainkan makna kiasan. Wallahu a’lam.