BincangMuslimah.Com – Endorsment adalah bahasa Inggris yang bila diterjemahkan secara harfiah bermakna dukungan. Endors dikenal sebagai istilah dukungan dari pihak lain untuk mempromosikan barang dagangan tertentu. Ini menjadi strategi pemasaran yang kini ramai dilakukan oleh beberapa brand suatu produk. Biasanya para pemilik produk memanfaatkan para selebgram atau artis untuk melakukan ini di media sosial mereka yang telah memiliki ribuan bahkan jutaan follower. Tapi apa hukum melakukan endorse barang dagangan orang dalam Islam?
Sebelum sampai pada jawaban, kita harus melihat bagaimana praktik endorsment yang terjadi selama ini. Ternyata tidak sedikit yang melakukan praktik kebohongan hingga mempengaruhi banyak orang untuk turut menggunakan barang yang dipromosikan. Lalu banyak pihak yang merasa dirugikan karena ternyata endorsment yang dilakukan berisi kebohongan.
Imam Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menulis bab tersendiri yang menjadi salah satu penyakit hati manusia, salah satunya adalah melakukan pujian. Ada dampak negatif yang terjadi dalam melakukan pujian ini, baik dari segi pelaku atau pihak yang dipuji. Ada 4 bahaya yang akan mengenai pelaku pujian. Tentu dampak negatif ini apabila pujian dilakukan secara berlebihan, terlebih jika dilakukan dengan bohong.
Pertama, kadangkala pelaku yang memberi pujian ini berlebihan dalam memuji dan bahkan sampai berbohong. Hal inilah yang sebaiknya dihentikan.
Ibnu Abi ad-Dunya meriwayatkan sebuah perkataan dari Khalid bin Ma’dan,
من مدح إماما او أحدا بما ليس فيه على رؤوس الاشهاد، بعثه الله يوم القيامة يتعثر بلسانه
“Barang siapa memuji seorang pemimpin, atau siapapun itu orangnya, dengan pujian yang tidak sepatutnya di hadapan umum, maka dia akan dibangkitkan oleh Allah pada hari kiamat dengan keadaan lidah yang menjulur sehingga membuat dia tersandung.”
Kedua, kadang-kadang seseorang yang melakukan tujuan pamer. Karena pujian akan menunjukkan seolah-olah mencintai yang dipuji, padahal dalam hatinya sebaliknya.
Ketiga, kadang-kadang juga, pelaku pujian belum melakukan verifikasi dan tidak ada potensi untuk mengetahuinya secara langsung.
Keempat, kadangkala pelaku memberi pujian kepada orang zalim atau fasik. Padahal, Islam tidak membenarkan memberikan pujian pada orang fasik. Imam Ghazali sebaiknya seorang yang fasik atau zalim dibuat risau dan gelisah agar ia melakukan intstropeksi diri.
Kalau kita hubungkan dengan praktik endorsment, kita perlu meninjau, jika terjadi praktik kebohongan dalam melakukan endorsment maka tentu hal itu dilarang. Unsur kebohongan yang menjadi larangan dalam endorsment. Imam Ghazali melarang pujian kepada seseorang jika hal itu tidak diceritakan secara detail dan pelaku tidak mengetahui detail sifat seseorang yang dipujinya.
Begitu juga dengan barang yang hendak diiklankan. Kalau sekedar mengambil uang dari brand suatu produk tanpa mengetahui secara spesifik barang tersebut, inilah yang dilarang. Apalagi hanya menyebut bagus atau layak dibeli tanpa memberi tahu apa keuntungan yang akan didapatkan oleh calon pembeli jika membeli produk tersebut.