BincangMuslimah.Com – Masjid adalah tempat ibadah umat muslim. Di dalamnya tidak hanya terjadi kegiatan yang nilainya ritual, tetapi juga sosial. Misal, kegiatan santunan yatim dan piatu, mengkaji ilmu agama, dan perkumpulan majlis ilmu lainnya. Allah menciptakan manusia berjenis kelamin dan laki-laki adalah untuk menyembahNya, keduanya setara sebagai hamba Allah. Maka di manapun tempat beribadah adalah wujud dari upaya keduanya beribadah kepada Allah. Namun hingga kini, masih sering timbul pertanyaan, bagi perempuan shalat di rumah atau di masjid, manakah yang lebih baik?
Mengenai masjid, rasulullah menyebutkan keutamaan masjid sebagai tempat ibadah bagi setiap orang yang beriman, baik laki-laki maupun perempuan:
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {المَسْجِدُ بَيْتُ كُلِّ مُؤْمِنٍ}
Artinya: Nabi saw. bersabda, “Masjid adalah rumahnya setiap mukmin.”
Hadis ini berasal dari riwayat Imam Abu Nu’aim dari sahabat Salman. Meski memiliki sanad yang dho’if, namun dalam hadis lain dengan konteks yang sama dapat ditemukan hadis yang menjelaskan hal ini. Imam Nawawi al-Bantani menjelaskan bahwa hadis ini bermakna bahwa masjid menjadi tempat bagi setiap muslim, artinya tidak memandang apakah ia laki-laki ataupun perempuan.
Nabi Muhammad Saw. pun pernah bersabda agar tidak melarang perempuan untuk masuk masjid:
حَدَّثَنَا الْحَكَمُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي الرِّجَالِ فَقَالَ أَبِي يَذْكُرُهُ عَنْ أُمِّهِ عَنْ عَائِشَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَمْنَعُوا إِمَاءَ اللَّهِ مَسَاجِدَ اللَّهِ وَلْيَخْرُجْنَ تَفِلَاتٍ قَالَتْ عَائِشَةُ وَلَوْ رَأَى حَالَهُنَّ الْيَوْمَ مَنَعَهُنَّ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Al-Hakam Telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Abi Ar-Rijal berkata; Ayahku menceritakannya dari ibunya dari Aisyah dari Nabi Shallallahu’alaihiwasallam bersabda: “Janganlah kalian melarang wanita pergi ke masjid, dan hendaklah mereka keluar dengan tidak menggunakan wangi-wangian.” Aisyah berkata: “Kalau Nabi melihat keadaan wanita sekarang ini maka beliau tentu melarangnya.” (HR. Ahmad)
Dalam hadis ini, Nabi justru melarang orang-orang untuk mencegah perempuan mendatangi masjid. Memang terdapat nasihat agar tidak bersolek berlebihan bagi perempuan sebab tujuan dari mengunjungi masjid adalah beribadah, baik untuk shalat atau menghadiri majlis ilmu. Kebiasaan ini adalah kebiasaan yang dulu Rasulullah sering lihat di masanya. Seperti yang dikatakan oleh Aisyah, jika Rasulullah melihat kejadian itu (perempuan bersolek berlebihan saat ke masjid) maka Rasulullah tentu melarangnya.
Meski terdapat hadis bahwa tempat yang paling utama untuk beribadah bagi perempuan adalah rumah, tapi bukan berarti masjid menjadi tempat yang tidak mendapat ganjaran bagi perempuan yang mengunjunginya.
عن ابن عمر قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم « لا تمنعوا نساءكم المساجدّ وبيوتُهنَّ خيرٌ لهنَّ
Artinya: Dari Ibnu Umar berkata: Rasulullah Saw bersabda, “janganlah kalian melarang perempuan kalian untuk ke masjid, sedangkan rumah-rumah mereka adalah lebih baik bagi mereka.” (HR. Abu Daud)
Terdapat juga hadis lain yang menyebutkan hal yang sama, bahwa rumah bagi perempuan adalah lebih baik untuk melaksanakan shalat jamaah daripada di masjid:
عن مورق عن أبي الأحوص ، عن عبد الله ، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : « صلاة المرأة في بيتها أفضل من صلاتها في حُجرتها وصلاتها في مُخدعها أفضل من صلاتها في بيتها
Artinya: Dari Mawraq dari Abu al-Ahwash, dari Abdullah, dari Nabi Saw bersabda: shalatnya perempuan di rumahnya lebih baik daripada shalatnya di kamarnya. Shalatanya perempuan di ruang kamarnya (yang lebih privat) lebih baik daripada shalat di rumahnya (di ruangan yang lebih terbuka). (HR. Ibnu Mas’ud)
Apakah Rasulullah hendak membatasi pergerakan dan ibadah perempuan? Bagaimana memahami maksud Rasulullah?
Syekh Muhammad al-Mukhtar al-Shinqiti, salah seorang ulama kontemporer berkebangsaan Arab Saudi mencoba membaca hadis-hadis ini secara kontekstual. Dalam kitab tafsirnya berjudul Adwa` al-Bayan disbeutkan bahwa anjuran untuk shalat berjamaah bagi perempuan di rumah saja karena pada saat itu kondisi masjid hanya memiliki satu pintu. Hingga dikhawatirkan akan timbulnya fitnah (kerusakaan yang mengantarkan pada zina) dan ikhtilath (percampuran laki dan perempuan). Selain itu, kebiasaan perempuan jahiliyah pada masa itu masih lekat meski Islam telah datang mereduksinya perlahan-lahan.
Maka disebutkan juga dalam riwayat Aisyah, jikalau Rasulullah melihat terjadinya fitnah yang begitu marak di dalam masjid tentu Rasulullah akan melarang perempuan untuk ke masjid:
عن عائشة رضي الله عنها قالت : لو أنَّ رسول الله صلى الله عليه وسلم رأى من النساء ما رأينا ، لمنعهنَّ منَ المسجد كما مَنَعت بنو إسرائيل نساءَها .
Artinya: Dari Aisyah R.A berkata: jika Rasulullah melihat perempuan-perempuan seperti yang telah ekami lihat (pada masa itu), maka tentu Rasulullah akan melarang perempuan masuk masjid sebagai dilarangnya perempuan pada masa Bani Israil. (HR. Bukhari & Muslim)
Justru pada masa kini, masjid atau yang lebih kecil lagi terdapat mushala, sudah disediakan pintu yang berbeda bagi laki-laki dan perempuan. Tempat wudhu dan kamar mandi yang berbeda, serta diberi batasan berupa tirai. Beberapa hal tersebut justru untuk memberi kesempatan bagi perempuan agar bisa turut hadir di masjid untuk beribadah.
Artinya, di manapun perempuan melakukan shalat baik di masjid maupun di rumah tetaplah dinilai utamanya. Seperti yang juga dikatakan oleh Buya Yahya, salah satu ulama Indonesia sekaligus pimpinan Pesantren al-Bahjah. Keutamaan shalat bagi perempuan di rumah akan berlaku jika rumahnya memang mengantarkan ia pada kekhusyu’an. Bagaimana jika sebaliknya? tentu dipersilakan saja untuk shalat di masjid. Sebab esensi dari shalat adalah mencapai kekhusyu’an dan ridha Allah. Wallahu a’lam bisshowab.