BincangMuslimah.Com – Sejak kebijakan physical distancing yang mesti diterapkan, banyak kegiatan yang mesti dilakukan via online. Seperti belajar jarak jauh, kerja jarak jauh, seminar jarak jauh, bahkan akad nikah jarak jauh. Semua dilaksanakan melalui virtual dengan salah satu aplikasi bernama Zoom. Dalam pembahasan kali ini, tentu kita telah menemukan permasalahan apa yang berkaitan dengan fikih. Ya, akad nikah via zoom atau jarak jauh. Sahkah pernikahan ini?
Merebaknya virus Corona di dunia termasuk Indonesia, memunculkan banyak sekali permasalahan yang harus ditemukan solusi beserta beberapa alternatifnya. Zaman terus berkembang, fikih pun mengalami perkembangannya. Ulama melakukan konsensus terhadap suatu hukum dari sebuah permasalahan. Ini bukan berarti Islam tidak konsisten, tapi justru Islam selalu bisa menemukan solusi dari perkembangan zaman.
Syekh Wahbah Zuhaili sang ulama kontemporer terkemuka yang fatwa-fatwanya menjadi rujukan dalam permasalahan saat ini mengemukakan hal ini dalam permasalahan “Ijab dan Qabul”. Dalam Karyanya yang berjudul al-Fiqhu al-Islam wa al-Qadhaya al-Mu’ashirah, ia mengemukakan pendapat Ulama mayoritas bahwa syarat sahnya ijab dan qabul adalah dalam waktu yang singkat, tanpa jarak yang lama alias segera tanpa jeda selain tarikan nafas dari sang pengucap qabul yang diucapkan oleh mempelai laki-laki. Bahkan dalam ungkapan ulama Syafii ijab dan qabul disyaratkan tidak memiliki jeda karena itu akan merusak status qobul yang menjadi jawaban dari ijab itu, sehingga jeda yang terjadi cukup lama menyebabkan qobul tidak sah.
Ilustrasi jarak atau jeda antara ijab dan qabul adalah adanya percakapan di antara keduanya dengan pihak lain. Misal, sang wali perempuan yang menikahkan anaknya setelah mengucapkan ijab ia sempat berbicara dengan orang lain sebelum qabul itu terucap. Sedangkan jika jeda hanya sebentar, misal hanya sekedar tarikan napas di antara keduanya maka itu tidaklah masalah.
Dalam kitab yang sama, Syeikh Wahbab Zuhaili juga menyebutkan kewajiban hadirnya dua pelaku akad (wali dan suami) dan saksi dalam satu majlis, begitu menurut mazhab Syafii, Maliki, Hambali, dan Hanafi. Kini kita lalu bertanya, akankah masih disebut satu majlis akad nikah yang dilakukan via zoom atau virtual menggunakan aplikasi lainnya?
Dalam hasil Bahtsul Masail yang diadakan oleh beberapa tokoh agama dari Majlis Wilayah Cabang (MWC) NU Widasari, Indramayu, Jawa Barat pada tahun 2009 menyatakan sahnya pernikahan melalui video conference baik melalui video call whatsap, zoom, facebook, dan sebagainya.
Mereka mengutip pendapat jumhur ulama kecuali mazhab Hanafi dari beberapa sumber teks fiqh yang valid seperti kitab Hasyiah Bajuri dan Mughni al-Muhtaj yang menyebutkan wajibnya para pengucap akad berada dalam satu majlis dan bisa jelas saling melihat dalam mengucapkan ijab qabul. Sedangkan ulama mazhab Hanafi cukup menyatakan yang terpenting suara terdengar jelas saat pengucapan ijab qabul.
Para tokoh agama tersebut lalu menganalogikan “video conferense” dengan “satu majlis” yang hanya merupakan media karena bisa menghubungkan antara kedua pengucap akad. Keduanya, yakni video dan conference sama-sama tidak menghalangi kejelasan pengucapan ijab dan qabul antara kedua pengucap akad selama koneksi internet stabil. Artinya akad yang dilakukan via video conference tetaplah sah karena tidak adanya manipulasi. Wallaahu a’lam bisshowaab.