BincangMuslimah.Com – Siapa sih yang mau dipaksa menikah? Apalagi dipaksa menikah dengan orang yang tidak dicintai dan bukan pilihannya sendiri. Begitulah yang dialami oleh perempuan-perempuan zaman jahiliyah. Mereka dinikahkan dengan tanpa pertanyaan dan persetujuan mereka sama sekali.
Namun, kejadian tersebut berbeda saat Islam datang. Nabi saw. justru melarang pemaksaan pernikahan terhadap perempuan jika ia menolak dijodohkan. Salah satu buktinya terangkum dalam riwayat hadis sebagai berikut.
عَنْ الْقَاسِمِ أَنَّ امْرَأَةً مِنْ وَلَدِ جَعْفَرٍ تَخَوَّفَتْ أَنْ يُزَوِّجَهَا وَلِيُّهَا وَهِيَ كَارِهَةٌ فَأَرْسَلَتْ إِلَى شَيْخَيْنِ مِنْ الْأَنْصَارِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ وَمُجَمِّعٍ ابْنَيْ جَارِيَةَ قَالَا فَلَا تَخْشَيْنَ فَإِنَّ خَنْسَاءَ بِنْتَ خِذَامٍ أَنْكَحَهَا أَبُوهَا وَهِيَ كَارِهَةٌ فَرَدَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَلِكَ. رواه البخاري.
Dari Al-Qasim; bahwa seorang wanita dari anak Ja’far merasa ketakutan (was-was) walinya menikahkannya sedang dia tidak suka, maka ia segera mengutus seseorang menemui dua syaikh dari kalangan Anshar, Abdurrahman dan Mujamma, dua anak Jariyah. Maka keduanya berkata, “Janganlah khawatir, sebab Khansa’ binti Khidzam pernah dinikahkan ayahnya, sedang dia tidak suka, maka Nabi saw. menolak pernikahannya.” (H.R. Al-Bukhari)
Kisah Khansa’ binti Khidzam, salah seorang sahabat perempuan yang menolak dijodohkan ayahnya itu memang sangat populer. Bahkan direkam oleh imam Al-Bukhari, imam Abu Daud, imam Malik, imam Ad-Darimi, dan imam An-Nasai.
Khansa’ binti Khidzam adalah seorang janda. Ketika itu ia merasa dipaksa menikah oleh keluarganya dengan lelaki dari Bani Auf. Ia pun mengadu kepada Rasulullah saw. Ia diberi hak untuk menolaknya dan diperbolehkan menikah dengan lelaki yang dikehendakinya. Akhirnya, ia menikah dengan Abu Lubabah bin Abdul Mundzir dan dikaruniai seorang anak bernama Saib bin Abu Lubabah.
Di dalam riwayat lainnya, Rasulullah saw. juga menegaskan agar seorang perempuan, baik janda maupun gadis harus diajak diskusi dan dimintai pendapatnya terlebih dahulu. Apakah setuju atau tidak dengan calonnya.
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تُنْكَحُ الْأَيِّمُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ وَلَا تُنْكَحُ الْبِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ وَكَيْفَ إِذْنُهَا قَالَ أَنْ تَسْكُتَ. رواه البخاري.
Dari Abu Hurairah r.a. bahwasannya Nabi saw. bersabda, “Janda tidak boleh dinikahi hingga diajak musyawarah, dan gadis tidak boleh dinikahi hingga dimintai izin.” Sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana cara mengetahui kesediaannya?” Beliau menjawab, “Jika ia diam.” (H.R. Al-Bukhari)
Dengan demikian, maka insya Allah perempuan terhindar dari hidup dalam pernikahan yang tidak diinginkannya. Pada riwayat hadis tersebut juga membuktikan bahwa betapa Rasulullah saw. sangat memuliakan dan memperhatikan hak-hak perempuan
Beliau mau mendengar keluhan para sahabat perempuan sekaligus memberi solusi kepada mereka. Beliau benar-benar memposisikan perempuan menjadi manusia seutuhnya yang berhak dimintai pendapatnya dan uneg-unegnya. Wa Allahu a’lam bis shawab.