Bincangmuslimah.com- Sayyidah Nushrat al-Amin merupakan mufasir perempuan pertama yang menghasilkan karya lengkap 30 juz, di samping ia juga merupakan ahli hadis dan fikih. Lahir pada tahun 1308 H di Isfahan, Iran. Tafsir yang dihasilkan beliau ini bercorak tasawuf, ditulis dengan bahasa Farsi, dengan menitikberatkan pada akhlak dan pendidikan dari ayat Alquran. Kitab tafsirnya ini berjumlah 15 jilid, berjudul Makhjan al-‘Irfân fî Tafsîr al-Qur’an. Hal tersebut menjadikan ramainya pengajian tafsir di rumah beliau, jamaahnya yang hadir rata-rata berjumlah 500 Muslimah.
Latar belakang Sayyidah Nushrat al-Amin
Nushrat Amin adalah putri dari Sayyid Muhamad Ali bin Hasan yang dikenal orang yang salih dan dermawan. Ibu beliau juga dikenal seorang wanita salihah dan mulia. Selain itu, ia juga memiliki nasab hingga ke Rasulullah saw. melaui Fathimah az-Zahra dan Ali bin Abi Thalib. Dari aspek keturunan, Nushrat memang tidak diragukan lagi bahwa dirinya tumbuh dalam keluarga alim yang sangat mendukung keilmuan.
Awal masa kecil Nusrhat sudah memulai rihlah pendidikan ke Maktab (pusat pendidikan) untuk belajar Alquran dan baca tulis. Padahal, ketika itu masih jarang sekali keluarga yang mengirim anak perempuannya ke Maktab untuk belajar. Bahkan masyarakat pada saat itu tidak memperbolehkan anak peremuan untuk bersekolah.
Setelah menginjak remaja, ia melanjutkan pendidikan dalam bidang Fiqih, Ushul Fara’id, Kifayah al-Ushul bidang ilmu kalam (teologi). Beliau belajar kepada gurunya yang bernama Mir Sayyid Ali Najaf.
Ketika beranjak dewasa, Nushrat menikah dengan Haji Mirza dan dikenal dengan “Mu’in-e Tujjari”, suaminya merupakan saudagar terkenal di kota Isfahan. Meskipun sudah berkeluarga dan dikarunia anak, tidak mengurangi rasa semangat Nushrat untuk tetap terus belajar karena ia merasakan kenikmatan belajar.
Dengan kerja keras dan semangat cinta ilmu, sepanjang hidupnya beliau sampai akhir hayatnya menghabiskan waktunya untuk menulis kitab, mengajar, menjawab berbagai pertanyaan yang berkaitan dengan masalah-masalah keagamaan dan membimbing kaum perempuan. Hingga pada umur ke 44 tahun, beliau telah mencapai derajat ijtihad dan juga mendapatkan ijazah untuk berijtihad berkaitan dengan hukum syariat, ijazah diperoleh dari beberapa ulama besar salah satunya dari Sayyid Ibrahim Husaini Syirazi Ishthahbanati berasal dari Iran.
Karya-karyanya
Arba’in Hasyimiyah merupakan karya pertama beliau, yang berisi empat puluh hadis tentang tauhid, sifat-sifat Allah swt, akhlak, dan hukum syari’at.
Jaami’u asy-Syatat, sebuah karya Nusrhat yang berisi berbagai pertanyaan yang telah dilontarkan para guru besar salah satunya: Ayatullah Muhammad Ali Qadzi Thabathaba’i, Syeikh Muhammad Thaha al-Hindawi an-Najafi Zadeh, dan lain sebagainya, kemudian jawaban-jawaban gurunya ini beliau rangkum dalam bentuk tulisan.
Ma’ad yo Okharin Sairi Basyar merupakan karya yang menjelaskan tentang perjalanan manusia di alam dunia hingga menuju alam kesempurnaan. Pada buku ini dikemas menjadi Sembilan makalah.
An-Nafahaatu ar-Rahmaniyah fii al-Waaridaati al-Qalbiyah, kitab ini berisi tentang wirid-wirid.
Makhjan al-‘Irfân fî Tafsîr al-Qur’an. Tafsir ini berisi pembahasan irfan (mistik), pesan-pesan akhlak dan pembahasan menarik lainnya tentang keuamaan al-Qur’an dan lain sebagaiya. Karena karya Tafsir inilah beliau di juluki mufasir perempuan pertama yang menghasilkan karya lengkap 30 juz
Rawesy-e Khusybakhti wa Taushiyeh be Khoharan-e Imoni, kitab yang berisi tentang arti kebahgiaan.
Selain karya yang telah disebutkan di atas, masih banyak karya Sayyidah Nushrat al-Amin yang lainnya.
Giat Mengembangkan Intelektual Kaum Perempuan.
Semangat serta cintanya Nushrat al-Amin pada keilmuan tidak mengabaikan perhatian beliau kepada nasib pendidikan perempuan-permpuan disekitarnya pada saat itu. Pada tahun 1344 H, beliau mendirikan pusat pendidikan untuk perempuan dengan nama “Maktab-e Fathimeh as” dan Sekolah Menengah Atas (SMA) khusus perempuan.
Dalam perjalanan kiprah al-Amin yang dikontribusikan untuk para perempuan, ia tidak pantang semangat untuk selalu menggembar-gombarkan terkait ilmu kepada perempuan. Terlebih banyak orang beranggapan bahwa tokoh perempuan yang dapat dikenal keunggulannya masih terbilang sedikit. Mereka beranggapan bahwa seorang perempuan yang totalitas mengabdi pada inteletual yang tinggi, tetap saja, derajatya masih dibawah laki-laki.
Padahal perempuan yang mempunyai inteletual yang tinggi bukan untuk menyamai derajat laki laki, akan tetapi memberikan perihal kenikmatan mendapat ilmu pengetahuan. Apalagi hingga mampu berbagi dan memberikan pengaruh kepala pola pikir perempuan terhadap disiplin ilmu, itu sungguh sangat bermanfaat.
Beliau pun aktif mengajar ilmu-ilmu agama dan tafsir, juga menjawab berbagai pertanyaan di sebuah lembaga yang bernama “Pusat Dakwah dan Pendidikan Agama” di kota Isfahan. Yang jelas, beliau sampai akhir hayatnya selalu berusaha untuk membimbing dan meningkatkan perkembangan intelektual dan spiritual kaum perempuan. Hal tersebut menjadikan ramainya pengajian tafsir yang diadakan di rumah beliau, jamaahnya yang hadir rata-rata berjumlah 500 Muslimah.
Akhirnya, beliau menghembuskan nafas terakhirnya pada tahun 1363 H atau 1943 M, yakni pada usia 97 tahun. Meski beliau sudah tiada, namun perjuangan beliau dalam mengeman ilmu masih bisa dirasakan hingga sekarang, melalui karya-karyanya yang setia menemani dalam proses belajar kita.