BincangMuslimah.Com – Selain kisah pemuda yang bersembunyi di gua dan Allah tidurkan ratusan tahun lamanya, juga kisah pemilik kebun dan temannya, ada juga kisah pertemuan Nabi Musa dan Nabi Khidir dalam surat al-Kahfi. Surat yang memiliki keutamaan jika dibaca pada hari Jumat.
Kisah tersebut tercatat dalam ayat 60-82. Awalnya, Nabi Musa sedang melakukan perjalanan bersama pelayannya. Kisah ini tercatat dalam hadis Nabi yang ditulis oleh Imam Bukhari dalam catatan hadisnya, Shahih Bukhari nomor 4725 melalui jalur periwayatan Abu bin Ka’b.
Suatu hari Nabi Musa sedang melakukan khutbah atau pidato di depan kaumnya, yaitu Bani Israil. Lalu, salah satu kaumnya bertanya, siapa manusia yang paling cerdas, Nabi Musa menjawab bahwa manusia paling cerdas dan mengetahui adalah dirinya sendiri. Kemudian Allah menegurnya, dengan mencabut pengetahuannya dan tidak mengambilnya. Lalu Allah mengirimkan wahyu bahwa terdapat hamba yang lebih pandai dari Musa yang bisa menyatukan dua lautan. Musa pun memohon kepada Allah agar bisa bertemu dengan hamba Allah tersebut.
Kemudian tersebutlah kisah itu dalam surat al-Kahfi. Nabi Musa diperintahkan oleh Allah pergi menuju suatu tempat, melewati lauatan dan padang sahara. Dalam ayat ke-60, Nabi Musa berkata pada pendampingnya untuk tidak berhenti, bahkan rela berjalan hingga ratusan tahun sampai bisa bertemu dengan hamba Allah yang menurut banyak ulama adalah Nabi Khidir.
Dalam pertemuannya dengan Nabi Khidir, Nabi Musa berharap bisa mengikutinya dan menimba ilmu darinya. Mulanya Nabi Khidir menolak, dengan alasan bahwa Nabi Musa takkan sabar mengikuti perjalanan bersamanya. Tapi Nabi Musa berkomitmen untuk bersabar.
Selama perjalanan bersama Nabi Khidir, Nabi Musa dilarang bertanya sesuatu sebelum dijelaskan oleh Nabi Khidir. Nabi Musa pun menyetujui dan ber Ada tiga peristiwa yang kemudian membuat mereka berpisah dan menyadarkan Nabi Musa bahwa ada yang lebih pandai darinya, dan sebagai teguran agar ia tidak tinggi hati.
Pertama, dikisahkan saat perjalanan pertama keduanya mencari perahu dan menaikinya. Ada kejadian yang kemudian membuat Nabi Musa heran, yaitu saat Nabi Khidir justru melubangi perahu yang ditaikinya dan menenggelamkannya. Nabi Musa tidak kuat untuk tidak bertanya, mengapa Nabi Khidir justru melakukan itu. Nabi Musa melanggar komitmennya satu kali. Nabi Khidir pun mengingatkannya, dan Nabi Musa memohon maaf akibat kelalaian dan kelupaan akan janjinya di awal pertemuan.
Kedua, pada perjalanan berikutnya, Nabi Khidir membunuh anak muda yang tak bersalah. Dalam ayat ini pun tidak diterangkan bagaimana Nabi Khidir membunuh anak ini. Tidak diketahui pula apa agama yang dianutnya, sedang bersama siapa kala itu, dan merupakan keturunan siapa. Alquran menyebutkannya dengan lafadz “ghulam” yang dalam tafsir Mafatih al-Ghaib karya Imam ar-Razi adalah seorang pemuda yang sudah baligh.
Nabi Musa pun bertanya lagi, mengapa justru membunuh anak kecil yang tak bersalah bahkan tak membunuh siapapun. Nabi Khidir kembali mengingatkannya bahwa mengikutinya akan menimbulkan perasaan tidak sabar. Nabi Musa pun sadar dan berjanji, jika bertanya sekali lagi, ia akan mundur dari perjalanan bersama Nabi Khidir.
Ketiga, perjalanan dilanjutkan. Keduanya lalu sampai di sebuah desa yang penduduknya tak mau menyambutnya. Nabi Khidir kembali melakukan tindakan yang menimbulkan pertanyaan bagi Nabi Musa. Dilihat olehnya, Nabi Khidir justru menegakkan sebuah rumah yang sudah hampir roboh. Nabi Musa tak bertanya, tapi mengusulkan untuk meminta imbalan dari apa yang dilakukannya untuk memperbaiki rumah itu.
Nabi Khidir pun berkata bahwa itu adalah pertemuan terakhir sekaligus perpisahannya dengan Nabi Musa. Kemudian Nabi Khidir menjelaskan tentang peristiwa-peristiwa sebelumnya. Pertama, perihal membocorkan kapal yang dinaikinya. Nabi Khidir mengatakan bahwa kapal yang dinaikinya akan diserang oleh perompak utusan kerajaan. Maka Nabi Khidir membocorkannya demi menyelamatkan sang pemilik dari kejahatan itu.
Peristiwa pembunuhan anak kecil itu, Nabi Khidir mengetahui bahwa di masa depan, anak itu akan membawa kesesatan dan kekafiran bagi kedua orang tuanya. Dan Nabi Khidir mengetahui bahwa Allah akan menggantikannya dengan anak yang lain. Lalu yang terakhir, Nabi Khidir merenovasi rumah yang hampir roboh karena beliau tahu bahwa di dalam rumah tersebut yang dimiliki oleh dua anak yatim tersimpan harta yang akan menjadi bekal bagi mereka di masa depan.
Semua yang dilakukan oleh Nabi Khidir tentu bukan atas kemauannya sendiri yang didorong oleh nafsu, melainkan perintah Allah dan anugerah pengetahuan yang lebih dari Allah. Demikian kisah Nabi Khidir dan Musa yang bisa kita petik hikmahnya agar kita tidak merasa tinggi, paling bisa dan hebat. Lalu, dari peristiwa itu juga kita bisa merefleksikan bahwa proses belajar harus disertai dengan niat yang kuat dan kesabaran yang tinggi. Tidak semua yang kita pelajari bisa langsung dipahami.
Semoga apa yang dikisahkan oleh Allah dalam Alquran tentang pertemuan Nabi Musa dan Nabi Khidir bisa kita jadikan pelajaran dan dipraktikkan. Wallahu a’lam bisshowab.