BincangMuslimah.Com – Dalam tulisan sederhana ini penulis akan sedikit mengupas tentang masalah cemburu menurut Ibnu Qoyyim Al-Jauzi dalam kitab Raudhatul Muhibbin. Kitab ini merupakan karya Imam Syamsuddin Muhammad bin Abi Bakar, atau yang sering dikenal dengan sebutan Ibnu Qayyim al-Jauzi.
Cemburu (Ghairah) menurut Ibnul Qoyyim al-Jauzi terbagi menjadi dua macam. Ghairah lil Mahbub dan Ghairah alal Mahbub, beliau mendefinisikan ghairah lil mahbub dengan:
الغيرة له فهي الحمية له والغضب له إذا استهين بحقه وانتقصت حرمته وناله مكروه من عدوه
Ghairah lil mahbub adalah rasa cemburu dan tidak terima yang timbul saat ada orang yang meremehkan, menyakiti dan berbuat tak baik kepada sang kekasih.
Ini adalah kecemburuan para pecinta sejati, dan itu adalah salah satu kecemburuan para Rasul dan para pengikutnya Ketika melihat ada orang yang menyekutukan Allah, dan mendurhakai perintah-Nya. Rasa cemburu ini juga merupakan tolok ukur seberapa besar kecintaan kita terhadap agama yang kita anut.
Semakin besar rasa cemburu, semakin besar pula kecintaan kita terhadap agama. Cemburu semacam inilah yang mendorong pencinta dengan sangat kuat mengorbankan jiwa, harta, dan kehormatannya demi yang sesuatu yang dicintai.
Sedangkan yang dimaksud dengan Ghairah alal Mahbub adalah
وأما الغيرة على المحبوب فهي أنفة المحب وحميته أن يشاركه في محبوبه غيره
“rasa cemburu atau tidak senang saat orang yang kita cintai mulai mendekat dan meilirik-lirik orang lain.”
Rasa cemburu inilah yang sering dirasakan oleh kebanyakan orang. Ibnul Qayyim al-Jauzi membagi cemburu yang kedua ini menjadi dua bagian. Pertama, cemburu saat kekasihnya mendua. Kedua, cemburu saat ada orang lain yang mencintai kekasih kita. Seperti tak suka ketika melihat istri kita didekati oleh orang lain.
Perasaan cemburu membuat hidup lebih berwarna, ketika dimaknai sebagai perasaan cinta kepada sosok yang dicintai, bukan sekedar cemburu buta yang lebih didasari nafsu, namun cemburu kasih sayang yang mampu mempererat hubungan.
Ibnul Qayyim al-Jauzi juga menjelaskan dalam kitabnya bahwa kecemburuan seorang hamba terhadap kekasihnya ada dua jenis.
وغيرة العبد على محبوبه نوعان: غيرة ممدوحة يحبها الله، وغيرة مذمومة يكرهها الله. فالتي يحبها الله أن يغار عند قيام الريبة، والتي يكرهها أن يغار من غير ريبة، بل من مجرد سوء الظن، وهذه الغيرة تفسد المحبة، وتوقع العداوة بين المحب ومحبوبه؛
Kecemburuan seorang hamba terhadap kekasihnya ada dua jenis: kecemburuan terpuji yang dicintai Allah, dan kecemburuan tercela yang dibenci Allah. Kecemburuan yang dicintai Allah adalah cemburu ketika timbul kecurigaan, dan kecemburuan yang dibenci-Nya adalah cemburu tanpa curiga, melainkan hanya karena buruk sangka, dan kecemburuan ini hanya akan merusak cinta, dan menimbulkan permusuhan antara sang pecinta dan yang dicintainya.
Terlepas dari pembagian rasa itu semua, rasa cemburu juga ada batasannya. Ketika memiliki rasa cemburu yang berlebihan, bukan kebaikan yang akan kita peroleh, justru rasa cemburu yang berlebihan akan berdampak buruk bagi kehidupan kita.
Ibnul Qayyim menjelaskan mengenai batasan tersebut, bahwa cemburu juga mempunyai batasan, jika batasan ini dilanggar maka ia akan berubah menjadi tuduhan dan persangkaan yang buruk terhadap orang yang baik, dan jika kurang dari batasan ini, maka ia akan berubah menjadi kelalaian dan kesembronoan.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa cemburu merupakan hal manusiawi yang bisa dirasakan semua manusia. Ada cemburu yang dicintai Allah, cemburu yang dimaksud di sini adalah cemburu karena Allah.
Sedangkan cemburu yang dilatarbelakangi oleh duniawi, semisal karena harta dan sebagainya adalah cemburu yang tidak di sukai Allah dan harus kita jauhi. Cemburu yang berakhir indah Ketika kita mampu mengelolanya dengan bijak, bukan api cemburu yang berakhir tragis dengan kesengsaraan dan penyesalan.
Demikian penjelasan terkait cemburu menurut Ibnu Qoyyim Al-Jauzi. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam Bisshawab.
*Tulisan ini sudah pernah diterbitkan di Bincangsyariah.com.
1 Comment