BincangMuslimah.Com – Dalam sejarah dunia intelektual, perempuan mempunyai sejarah intelektual tersendiri terutama dalam dunia penafsiran al-Qur’an. Dalam sejarah penafsiran banyak ditemukan mufasir perempuan yang mereka torehkah bentuk tulisan seperti, Aisyah Abdurrrahman bint Syati’, Zainab al-Ghazali, Sayyidah Nushrat Amin, Sayyidah Nailah Hasyim Shabri dan tak terkecuali ada Kariman Hamzah dari bumi Mesir yang juga melakukan penafsian terhadap ayat-ayat perempuan dan memiliki karya.
Kariman Hamzah lahir di Mesir pada tahun 1948, nama aslinya adalah Fatimah Kariman Hamzah Abdul Latif. Nama Hamzah merupakan laqab (julukan) dari ayahnya yang bernama abdul Latif Hamzah merupakan salah satu professor jurnalis di salah satu Fakultas Informasi dan Konseling Kairo Mesir.
Kariman Hamzah adalah seorang wartawan dan jurnalis, ia merupakan sosok perempuan yang gesit dalam dunia intelektual perempuan. Karena profesinya seorang wartawan dan Jurnalis ia sering memandu acara ulama terkenal seperti yusuf Qardhawi, Mutawallî al-Syaʽrâwî dan Muhammad al-Gahazâlî.
Dalam dunia studi Islam ia menjadi sosok yang terkenal di masanya sampai sampai ia diapresiasi oleh Universitas al-Azhar bersama kawannya Fauqiyah Sherbini. Kariman Hamzah mempunyai satu karya yang monumental dalam bidang tafsir al-Qur’an yakni al-Lu’lu’ wa al-Marjân fî Tafsîr al-Qur’ân. Kitab ini menjadi daya tarik tersendiri dalam kalangan peminat kajian tafsir al-Qur’an.
Berbicara kitab al-Lu’lu’ wa al-Marjân fî Tafsîr al-Qur’ân mempunyai ciri khas tersendiri dari penulisnya. ia merupakan kitab tafsir al-Qur’an utuh dan lengkap 30 juz persembahan dari seorang intelektualis perempuan. ia menulis kita tersebut kurang lebih tiga tahun, dengan salah satu metode tafsir yang masih mengambil pendapat (referensi) ulama-ulama terdahulu (dikenal dengan bil-Ma’tsur dan juga menulis pendapat tersendiri dalam penafsirannya yang dikenal dengan (bil- Ra’yi).
Salah satu latar belakang penulisan kitab tafsir ini berangkat dari jarangnya seorang penulis dari kalangan perempuan yang menulis kitab tafsir utuh 30 juz, meskipun ada itu hanya terbatas pada surah-surah tertentu seperti Aisyah bintu Syati’.
Sebagai salah satu contoh penafsiran Kariman Hamzah meskipun ia mufassir perempuan tetapi ayat-ayat al-Qur’an yang ia tafsirkan tidak selalu berbau gender, kadang di penafsirannya ia lebih membela kaum laki-laki sebagaimana contoh dalm surah al-Ahzab (33): 33
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlul bayt dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.
Asbabun Nuzul surah al-Ahzab ini secara implisit sebenarnya dikhususkan kepada istri Nabi, karena memang ruang gerak perempuan pada waktu itu masih dibatasi ruang geraknya. Ditambah masyarakat Madinah waktu itu, masih ditarik ke dalam sistem patriarki sehingga, laki-laki lebih dominan memimpin baik dalam masyarakat maupun organisasi.
Dalam kitab -Lu’lu’ wa al-Marjân fî Tafsîr al-Qur’ân vol. III halaman 47, Kariman Hamzah menyebutkan bahwa perempuan itu harus tetap di rumah, tidak boleh mereka keluar rumah kecuali ada kebutuhan. Perempuan juga dilarang berhias (tabarruj) dan mempercantik diri seperti orang Jahiliyah. Dari hal ini terlihat jelas bahwa penafsiran Kariman Hamzah bias patriaki dan tenggelam dalam persepsi tafsir klasik, artinya, dia tidak setuju jika perempuan keluar rumah kecuali memang ada kebutuhan mendesak, meskipun dia sendiri adalah seorang figur publik dengan profesinya sebagai wartawan.
Oleh sebab itu, dari Kariman Hamzah ini belajar bahwa perempuan juga bisa menyumbangkan aspirasi mereka dengan kekayaan intelektual melalui tulisan (karya). Menjadi produktif itu tidak gampang apalagi seorang perempuan karena disitu dibutuhkan yang namanya ketekunan serta keuletan dalam menuangkan gagasan mereka. Wallahu a’lam.
2 Comments