BincangMuslimah.Com – Pengesahan UU No. 18 tahun 2019 tentang pesantren telah menjadi tonggak baru dalam sejarah tradisi pendidikan Islam di Indonesia, terutama bagi model pendidikan yang berbasis masyarakat. Pengertian pendidikan pesantren meliputi model lembaga pendidikan seperti, pondok pesantren, dayah, surau, meunasah (madrasah), dan lainnya, baik yang dikelola oleh non-pemerintah atau swasta ataupun dikelola oleh pemerintah. Masyarakat Indonesia semakin sadar akan pentingnya pesantren sebagai model pendidikan Islam walaupun lahir dari tradisi masa lalu.
Surau, meunasah dan langgar menjadi cikal bakal pesantren. Pesantren menjadi lembaga pendidikan tradisional di Indonesia yang lahir dari asimilasi budaya hindu-budha. Cikal bakal dari pesantren adalah surau dan meunasah. Dalam perkembangannya, corak pesantren di Indonesia dikategorikan menjadi dua yakni pesantren Salafiyah dan pesantren Khalaf.
Pesantren Salafiyah merupakan bentuk pesantren yang didirikan paling awal di Indonesia. Mahfud Ihsanudin, Pesantren Dan Dinamika Politik Lokal Studi Kasus Pondok Pesantren Assalam menyebutkan bahwa pembelajaran di pesantren salafiyah yang paling menonjol sebagai ciri khas adalah pembelajaran dengan metode sorogan atau bandongan. Metode pembelajaran ini yaitu kiai atau ustaz mengajarkan santri-santrinya kitab-kitab klasik (kuning) berbahasa Arab dengan cara memaknai atau menterjemahkan kitab tersebut. Dalam sistem ini, santri bisa mendengarkan bacaan kitab atau santri membacakan kitab pada kiai atau ustaz.
Unsur-unsur utama terbentuk pesantren salafiyah, adalah kiai, santri, masjid, dan pondokan. Pondokan adalah bangunan untuk bermukim para santri. Figur kiai menjadi tokoh sentral dalam pesantren salafiyah. Kiai adalah simbol eksistensi pesantren yang memiliki kharisma serta otoritas dalam agama Islam. Jamaluddin Muhammad, dalam Metamorfosis Pesantren Di Era Globalisasi menjelaskan bahwa ciri khas pensantren salafiyah dalam pengajaran ilmu-ilmu keislaman dengan menggunakan kitab-kitab klasik (turat) atau dikenal oleh masyarakat santri dan awam dengan istilah “kitab kuning”. Kitab-kitab tersebut merupakan karya dari para ulama yang dicetak dalam kertas berwarba kuning.
Kitab-kitab yang dikaji di pesantren salafiyah juga memiliki sanad keilmuan yang jelas, yaitu bersambung ke atas dengan salah satu otoritas mazhab. Kitab-kitab yang diajarkan adalah kitab-kitab bermanhaj Ahlussunnah wal jamaah. Secara umum, kitab yang dipelajari di pesantren salafiyah dapat dibagi kedalam 4 ilmu: fikih, teologi, tasawuf, dan hadis. Kitab fikih yang dikaji adalah kitab-kitab karya ulama empat mazhab (Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hanbali), namun, kitab-kitab fikih yang diajarkan di pesantren salafiyah di Indonesia adalah dari ulama Safiiyah. Kitab teologi yang dikaji adalah kitab-kitab ulama Asy’ariyah dan Maturudiyah. Kitab tasawuf yang dikaji adalah kitab-kitab karya Al-Ghazali, serta hadis karya Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Sedangkan pesantren kalaf merupakan jenis pesantren yang mengadopsi sistem sekolah, yaitu santri dibagi ke dalam tingkatan kelas. Kemudian, kekhasan pesantren khalaf ini adalah memasukkan kurikulum pemerintah ke dalam kurukulum mata pelajaran pesantren. Kurikulum pemerintah yang diadopsi untuk diajarkan adalah pelajaran nonagama atau pelajaran umum seperti: bahasa Inggris, matematika, sains dan ilmu pengetahuan alam, dan lain-lain. Chamid dalam jurnalnya Transformasi Kurikulum Pesantren menjelaskan pesantren khalaf adalah model pesantren yang menggabungkan kurikulum pesantren dengan kurikulum umum.
Pesantren khalaf juga menyelenggarakan pendidikan jalur sekolah. Pendidikan ini berupa pembukaan sekolah formal dari tingkat pra sekolah, sekolah dan perguruan tinggi. Jenjang bisa berupa sekolah umum atau sekolah agama. Untuk jenjang pendidikan tinggi berupa ma’had aly. Keberadaan Ma’had Aly jumlahnya semakin berkembang sebagai basis pencetak kader ulama intelektual. Ciri lain yang membedakan antara pesantren khalaf dan salaf ini adalah sistem manajemen pendidikannya. Pada pesantren salafiyah sosok kiai menjadi figur sentral, maka pada pesantren khalaf ini peran kiai sudah direduksi oleh para pengurus pesantren.
Pembelajaran di pesantren menggunakan kitab berbahasa Arab. Santri dididik membaca dan memahami isi kitab yang umumnya tidak menggunakan harakat (syakal). Kitab yang dipelajari di pesantren dapat dikelompokkan dalam delapan cabang ilmu keislaman, yaitu: nahwu dan sharaf, fikih, ushul fikih, hadis, tafsir, tauhid, tasawuf dan etika yang meliputi: tarih, balaghah, tajwid, mantik dan akhlak. Corak kedua pesantrean ini berasal dari asimilasi budaya yang terjadi di Indonesia.
1 Comment