BincangMuslimah.Com – Psikolog anak Paul Harris dalam artikel yang berjudul This Is The Real Reason Kids Ask ‘Why’ So Much , And What To Do About It, dari kanal Scarymommy.com menyebutkan pada rentang usia 2-5 tahun, anak-anak akan menanyakan sebanyak 40 ribu pertanyaan. Pertanyaan itu muncul banyak akibat dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggal dan pergaulan sehari-hari.
Kendati demikian, Paul Haris menjelaskan bahwa berbagai pertanyaan yang dilontarkan oleh anak-anak, merupakan inisiatif dari anak. Pertanyaan itu juga bukan semata-mata anak ingin mengganggu aktivitas kedua orang tuanya. Untuk itu, sudah semestinya orang tua menjawab pertanyaan anak-anak tersebut. Sudah sebaiknya juga orang tua yang baik memberikan jawaban yang dibutuhkan oleh anak. Tentu dengan jawaban yang jelas, sekaligus mudah dimengerti oleh anak-anak.
Adapun pertanyaan yang biasa ditanyakan oleh anak-anak adalah berteman dengan orang kafir. Yang biasanya dijumpai di lingkungan sekolah, atau pun teman sesama bermain. Terlebih, di negara seperti Indonesia yang beragam, tentu akan mudah menjumpai non muslim. Kadang anak tak mengerti, dan butuh penegasan dari orang tua terkait temannya bermain. Pada sisi lain, terkadang anak juga ragu, apakah ia diperbolehkan berkawan dengan orang kafir— yang beragama di luar agama Islam.
Hal itu tentu bisa dimalumi, sebab jamak ia dengar dari guru, teman, ustadz, atau bahkan televisi atau video yang melarang berteman dengan orang kafir. Sebab orang yang non muslim itu memakan babi dan anjing. Nah keduanya adalah najis yang harus dijauhi oleh orang Islam.
Seharusnya, bagaimana sikap orang tua menerima pertanyaan ini dari anak? Bagaimana sebaiknya orang tua menjawab pertanyaan ini. Sebab jawaban orang tua, kelak akan mempengaruhi anak ke depan.
Terlebih bila jawaban tersebut jauh dari nilai-nilai kebangsaan Indonesia. Apalagi jika sampai mengandung nada yang penuh kebencian dan intoleransi. Lihat saja, data Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang menunjukkan pengaruh intoleransi dan radikalisme menjalar ke banyak sekolah dan universitas di Indonesia.
Menurut survei ini, mengutip dari portal Tirto.id, sebanyak 51,1 persen mahasiswa/siswa beragama Islam yang memiliki opini intoleran terhadap aliran Islam minoritas. Ada lagi, sebanyak 34,3 persen yang memiliki opini intoleransi kepada kelompok agama lain selain Islam.
Lebih lagi, sebanyak 48,95 persen responden dari kalangan siswa/mahasiswa sebab kepercayaan agama yang mereka anut, menyebabkan mereka tidak mau bergaul dengan pemeluk agama lain. Tentu ini sangat mengejutkan di tengah keberagaman Indonesia.
Untuk itu, ketika orang tua ditanya oleh anak tentang kebolehan bergaul atau berteman dengan non muslim, maka hendaknya jawaban tersebut berasaskan pada nilai Islam yang murni, dan juga menganut asas kebangsaan yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila.
Orang tua bisa menjawab dengan menjelaskan bahwa Nabi juga bersahabat baik dengan non muslim. Misalnya, dalam kitab Muhammad : kisah hidup Nabi berdasarkan sumber klasik, karya dari Marthin Lings dijelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW, juga berteman baik dengan Raja Habsyah dari Ethiopia. Padahal sang raja adalah orang Kristen.
Nabi juga menyuruh anak perempuannya, Ruqayyah dan suaminya, Ustman bin Affan untuk meminta perlindungan pada raja Krsiten itu. Nabi juga menyuruh sahabat beliau yang ditindas orang Quraisy di Mekah untuk hijrah ke Habsyah. Ini menunjukkan Nabi sendiri mengajak sahabat yang lain untuk berteman dengan orang Krsiten.
Pada kisah lain, Nabi juga berteman baikdengan Abu Thalib. Keluarga dekat, paman Nabi sendiri. Padahal paman Nabi ini enggan memeluk Islam. Ia lebih memilih agama nenek moyangnya, yang menyembah berhala.
Kendati demikian sikap pamannya yang tidak masuk Islam, Nabi tidak memusuhinya. Nabi justru menyayanginya, sehingga ketika Abu Thalib wafat, maka dinamakan tahun duka cita (‘amul khusni). Ini pertanda tak mengapa bersahabat dengan non muslim.
Panduan model seperti ini, bisa dijelaskan oleh orang tua pada anaknya. Sehingga mereka mengerti, bahwa bersahabat dengan non muslim itu boleh. Sehingga ke depan, mereka tidak benci pada non muslim. Demikian sikap yang harus dilakukan oleh orang tua saat anak bertanya tentang berteman dengan non muslim yaitu, dengan menceritakan kisah-kisah relasi Nabi Muhammad dan sahabat.