BincangMuslimah.Com – Bicara tentang penciptaan, tentu kita tahu teori penciptaan Adam Hawa selalu menjadi pijakan khususnya dalam tafsir penciptaan perempuan. Dalam al-Quran tidak ada penjelasan penciptaan Hawa (perempuan pertama) secara eksplesit nama Adam dan Hawa, tetapi tersirat dengan kata nafs wahidah yang merupakan Adam, dan zaujaha adalah Hawa, perempuan pertama yang menjadi istri Adam.
Penciptaan Perempuan Menurut al-Quran
Dalam pandangan sebagian ulama klasik, penciptaan Hawa dari bagian tubuh (tulang rusuk) Adam, sebagaimana dalam QS. al-Nisa’ ayat 1 dengan dari padanya (minha). Namun menurut al-Razi terdapat perbedaan pandangan di kalangan ulama. Mayoritas ulama memang menafsiran penciptaan Hawa dari bagian tubuh Adam. Sementara yang lain tidak memahami demikian, tetapi mengatakan bahwa nafs wahidah adalah jenis yang satu. Sehingga penciptaan Hawa pun dari hal yang sama dengannya. Begitulah kontruksi yang dibangun sejak dahulu kala.
Sebenarnya sejak kedatangan Islam telah membantah pembahasan ini . Kaum perempuan menemukan kembali jati diri kemanusiaan mereka yang sempat diragukan. Perempuan sadar bahwa mereka adalah manusia sebagaimana halnya kaum lelaki. Dalam makna laki-laki dan perempuan sama dan setara.
Sebab terjadinya perubahan kedudukan perempuan itu adalah karena Islam dengan tegas menolak anggapan bahwa Hawa adalah sumber malapetaka di dunia karena telah menggoda Adam sehingga terjatuh dari surga. Sedangkan al-Quran menjelaskan bahwa yang menggoda Adam dan Hawa secara bersamaan adalah setan, bukan Hawa. Penjelasan ini sebagaimana dalam QS. al-Isra’: 70.
Kesetaraan Penciptaan Perempuan dan Laki-Laki
Meskipun Islam telah datang sebagai patron yang meyatakan setaranya perempuan dan laki-laki dari segi penciptaan, tetapi sebenarnya terjadi perdebatan panjang dalam tafsir al-Manar di kalangan para ulama klasik.
Menurut Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha dalam tafsir al-Manar tentang ayat-ayat penciptaan Hawa. Sumber primer dan tafsir al-Manar hanya terdiri dari jilid 1 sampai 12 atau al-Qur‟an juz 12 awal surat yusuf. Sedangkan juz selanjutnya sampai 30 belum ditulis. Akan tetapi tiga ayat yaitu: QS. al-Nisa’: 1, QS. al-An’am: 98, QS. al-A’raf: 189, sudah mewakili dalam memahami penfasiran ayat-ayat tentang penciptaan perempuan dalam tafsir al-Manar.
Dalam konteks ini, tidak menyebutkan ayat-ayat tentang penciptaan Hawa secara jelas dan terperinci. Para ulama klasik hanya merujuk pada QS. Al-Nisa’:1, karena pada ayat ini lebih jelas mengungkapkan konsep asal usul dan perkembangan manusia, termasuk Hawa.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. Al-Nisa: 1)
Para ulama terdahulu menafsirkan ayat di atas dengan memahami kata nafs wahidah pada ayat ini dalam arti Adam. Akan tetapi al-Qasimi, Muhammad Abduh memaknainya dalam arti jenis manusia lelaki dan wanita.
Kedudukan Manusia yang Sama
Kemudian ayat di atas sama penafsirannya dengan QS. al-Hujurat: 13 berikut
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat: 13)
Kedua ayat di atas membicarakan hal sama yaitu tentang asal kejadian manusia dari seorang ayah dan ibu, yakni sperma ayah dan ovum ibu. hanya tekanannya saja yang berbeda. Jika ayat pertama dalam konteks menjelaskan tentang berkembang biaknya manusia dari seorang ayah dan ibu, maka ayat kedua konteksnya adalah persamaan hakikat kemanusian tiap individu manusia. Di mana setiap orang walau berbeda-beda ayah dan ibunya, tetapi unsur dan proses kejadian mereka sama. Sehingga tidak dibenarkan seseorang menghina atau merendahkan orang lain. (A. Musthofa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi)
Dengan menafsirkan kata nafs wahidah dalam arti dari jenis yang satu. Thabathaba’i dalam tafsirnya menyebutkan bahwa ayat tersebut juga memberi penegasan bahwa penciptaan istri Adam yang merujuk kata zaujaha dari jenis yang sama dengan Adam yakni dari tanah dan hembusan ruh Ilahi. Menurutnya sedikitpun ayat itu tidak mendukung faham yang beranggapan bahwa penciptaan Hawa dari tulang rusuk Adam sebagaimana pemahaman para ulama terdahulu.
Perdebatan Penciptaan Hawa
Perdebatan terjadi pada penciptaan Hawa dalam ayat ini menggunakan kalimat wa khalqa minha zaujaha. Persoalannya apakah penciptaan Hawa dari tanah sama seperti penciptaan Adam, atau dari (bagian tubuh) Adam itu sendiri. Kata kunci penafsiran yang perdebatan ini terletak pada kalimat minha. Apakah kalimat ini menunjukkan bahwa untuk penciptaan Adam dan istri dari jenis yang sama dengan dirinya, atau dari (diri) Adam itu sendiri.
Menurut Abduh, nafs wahidah bukanlah Adam. Karena kalimat selanjutnya yaitu wa bathth minhuma rijal katsir wa nisa, berbentuk nakirah (tidak menunjukkan arti tertentu). Kalau nafs wahidah dipahami Adam, maka seharusnya kalimat berikutnya adalah wa bathth minhuma rijal katsir wa al-Nisa’, berbentuk ma’rifah. Menurutnya, ayat itu tidak dapat dipahami sebagai jenis tertentu, karena panggilan (khitab) yang ada dalam ayat itu ditunjukkan kepada segenap bangsa yang tidak semuanya mengetahui Adam.
Pemahaman tentang Adam sebagai nenek moyang yang kemudian menjadi dasar penafsiran ayat tersebut. Karena lebih berakar pada sejarah bangsa Ibrani dari pada al-Qur’an itu sendiri. Karena al-Quran tidak memberikan penjelasan tentang hal itu.
Penyebutan kata rijal dan nisa’ dalam bentuk nakirah pada ayat tersebut dikuatkan dengan kata minhuma bukanlah Adam dan Hawa, tetapi zaujain (suami dan istri). Hal ini menurut Abduh, karena keterangan zauj (pasangan) setelah keterangan tentang penciptaan manusia tidak menunjukkan selang waktu, dan kata sambung waw (dan) tidak menunjukkan arti tertentu, tetapi merupakan tafsil (perincian) dari yang ijmal (global).
Dengan mengutip penafsiran al-Razi, Abduh mengemukakan ada tiga macam takwil terhadap ayat ini:
Pertama, ayat tersebut adalah penyamaan (ala sabil darb al-mithl) bahwa Allah menciptakan setiap manusia dari nafs wahidah. Lalu menciptakan dari jenisnya istri yang memilki jenis kesamaan di dalam sifat kemanusiaannya.
Kedua, maksud nafs wahidah adalah Quraish, karena ayat tersebut merujuk kepada bangsa Quraish pada masa Nabi Muhammad.
Ketiga, Maksud nafs wahidah di sini adalah Adam. (Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Qur‟an al-Hakim, hal. 323).
1 Comment