BincangMuslimah.Com – Islam sangat mencintai kebersihan. Tak heran, berbagai teks-teks agama menegaskan tentang anjuran untuk menjaga kebersihan, baik secara fisik maupun non fisik. Begitu juga dalam literatur fikih, suci dari hadas kecil dan hadas besar dikategorikan sebagai syarat keabsahan ibadah.
Hadas sendiri memiliki dua macam, hadas kecil yang bisa dihilangkan dengan wudhu dan hadas besar yang hilang dengan mandi besar. Namun, seringkali kita dihadapkan pada kondisi selalu dalam keadaan hadas, atau biasa disebut dengan daimul hadas. Siapa sajakah yang termasuk dalam kategori daimul hadas? Simak penjelasan artikel berikut ini.
Apa Daimul Hadas?
Daimul hadas berasal dari dua kata, daim dan hadas. Daim bermakna selalu, sedangkan hadas adalah keadaan tidak suci yang menyebabkan seseorang tidak bisa melakukan beberapa ibadah seperti shalat, thawaf, dan sebagainya. Dengan demikian, daimul hadas berarti orang yang selalu dalam keadaan hadas.
Jika darah haid keluar, seseorang berada dalam keadaan berhadas besar. Namun, jika darahnya terus menerus keluar tidak sesuai dengan kebiasaan haid, bisa dikatakan darah itu darah istihadhah. Nah, sebenarnya seseorang tidak boleh shalat dengan membawa najis dan dalam keadaan hadas. Namun, karena keadaan yang memang tidak memungkinkannya dalam keadaan suci, maka ia diperbolehkan untuk ibadah dalam kondisi tersebut.
Siapa Sajakah yang Termasuk Daimul Hadas?
Ada dua gambaran yang termasuk kategori ini:
Pertama, seseorang yang masih memiliki waktu meskipun sebentar untuk melaksanakan shalat dalam keadaan suci, maka ia dianjurkan untuk menunda shalat sampai ia suci.
Kedua, seseorang yang tidak memiliki waktu dalam keadaan suci sama sekali. Artinya ia selalu berhadas, baik air kening maupun darahnya selalu keluar. Ia bisa wudhu ataupun mandi besar maupun tayamum sesuai waktunya.
Daimul hadas yang sering kita jumpai adalah orang yang beser, orang yang selalu kentut, orang terus keluar air madzi , dan orang terus keluar kotoran pup. Selain itu, mazhab Hanafi menambahkan, orang yang mengeluarkan darah dari hidung dan orang terluka yang darahnya termasuk mengalir juga termasuk daimul hadas.
Ketentuan Daimul Hadas
Pertama, sebelum melakukan shalat, ia harus beristinja terlebih dahulu. Jika ia istihadhah maka ia harus mengganti pembalutnya dengan yang baru. Meskipun ternyata darahnya keluar di tengah-tengah shalat, hal tersebut tidak menjadi masalah.
Persoalan istihadhah ini pernah ditanyakan langsung oleh Sayyidah Aisyah ra,
جَاءَتْ فَاطمَةُ بِنتُْ أَبِي حُبَيْش إِلَى النَّبِيِّ – صَلَّى اللهُ عَلَيِهِ وَسَلَّمَ – وَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنِّي امْرَأَةٌ اُسْتَحَاضُ فَلَا أَطْهُرُ، أَفَأَدَعُ الصَّلَاةَ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – “لَا، إِنَّمَا ذَلكَ عِرْقٌ وَلَيْسَ بِحَيْضٍ، فَإذَا أَقْبَلَتْ حَيْضَتُكِ فَدَعِى الصَّلَاةَ، وَإذَا أَدْبَرَتْ فَاغْسِلى عَنْكِ الدَّمَ وَصَلِّى”
Artinya: “Suatu ketika Fatimah binti Abi Hubaisy mendatangi Nabi, kemudian berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku mengalami istihadhah, dan aku (selalu) tidak dalam keadaan suci. Apakah aku tinggalkan shalat?’ Rasul SAW menjawab, ‘Tidak, sungguh itu (darah yang keluar) adalah penyakit, bukan bagian dari haid. Ketika kamu mendapati haid, maka tinggalkanlah shalat. Tetapi jika masanya sudah selesai, maka basuhlah darah itu, kemudian shalatlah.’”
Kedua, wudhu ketika sudah masuk waktu shalat
Dalam keadaan normal, ketika seseorang masih memiliki wudhu, dalam artian tidak batal, ia bisa langsung melaksanakan shalat. Misalnya, ia berwudhu untuk shalat Subuh dan tetap menjaga wudhunya sampai waktu Zuhur tiba. Maka, ia bisa langsung melaksanakan shalat tanpa harus berwudhu kedua kalinya. Sedangkan daimul hadas harus mengambil wudhu kembali ketika ia akan megerjakan shalat fardhu lainnya.
Imam Nawawi menjelaskan dalam kitab I’anatu at-Thalibin halaman 46,
دخول وقت لدائم حدث) كسلس ومستحاضة. ويشترط له أيضا ظن دخوله، فلا يتوضأ – كالمتيمم – لفرض أو نفل مؤقت قبل وقت فعله
Artinya: “Masuk waktu shalat bagi orang yang daimul hadas seperti orang yang beser dan istihadhah. Disyaratkan juga menduga telah masuk waktunya. Maka mereka seperti orang yang tayamum, tidak berwudhu untuk shalat fardhu dan sunah sebelum masuk waktunya.”
Ketiga, satu kali wudhu hanya berlaku untuk satu kali shalat fardhu dan beberapa kali shalat sunnah. Artinya, ketika daimul hadas berwudhu untuk shalat Magrib, maka ia harus mengambil wudhu kembali untuk melaksanakan shalat isya. Sedangkan untuk shalat sunnah ba’diyah Magrib, masih tetap bisa dikerjakan.
Itulah siapa saja yang dikatakan sebagai daimul hadas beserta konsekuensinya. Perlu diperhatikan bahwa daimul hadas tetap memiliki kewajiban shalat.
1 Comment