BincangMuslimah.Com-Salah satu rukun sekaligus yang menjadi pilar utama dari melaksanakan ibadah haji adalah melakukan wukuf di Arafah. Sampai-sampai Nabi saw. bersabda الحَجُّ عَرَفَةُ (haji adalah Arafah). Salah satu maknanya adalah Arafah menjadi tempat untuk ma’rifah atau pengetahuan sejati tentang diri sendiri hingga perjalanan hidup.
Wukuf sendiri berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti berhenti atau berdiam. Dalam serangkaian proses ibadah haji, wukuf adalah ibadah yang dilakukan dengan berdiam diri di padang Arafah tepat di tanggal 9 Dzulhijjah, dimulai saat tergelincirnya matahari waktu zuhur sampai tenggelamnya matahari.
Proses wukuf ini pada hakikatnya bermakna menghentikan seluruh kesibukan dalam rangka untuk intropeksi dan mengenal diri hingga mengenal Allah Swt. Hal tersebut sesuai dengan makna dari kata “arafah” yang berarti mengenal. Selain itu, ada makna simbolis yang terkandung saat melakukan wukuf di Arafah, di antaranya adalah:
Pengingat saat di Padang Mahsyar
Wukuf di Arafah mengingatkan manusia perihal berkumpulnya semua makhluk di Padang Mahsyar. Hari itu menjadi hari persaksian dihisabnya setiap hamba untuk mempertanggungjawabkan segala yang telah dilakukan semasa hidup di dunia. Maka dari itu, saat wukuf di Arafah dianjurkan untuk memperbanyak istighfar, berzikir dan berdoa memohon rahmat kepada Allah Swt.
Sehingga momen ini, menurut KH. Afifuddin Muhajir, adalah waktu yang tepat untuk merenungi dan melakukan reorientasi kehidupan yang lebih baik di dunia dan akhirat.
Simbol dari Kesetaraan
Dalah surah al-Baqarah [2]: 199 disebutkan:
ثُمَّ أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya: Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (‘Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dalam Tafsir al-Mishbah dijelaskan bahwa ayat ini merupakan kritik terhadap kaum Quraish yang enggan untuk berkumpul di Arafah bersama dengan kabilah-kabilah yang lain. Padahal, mereka tahu bahwa Arafah tempat wukufnya leluhurnya, yaitu Nabi Ibrahim as., namun mereka tidak mau sebab perasaan superioritasnya. Dalam Tafsir Jalalain juga disebutkan, kaum Quraish melakukan wukuf di Muzdalifah.
Menurut kaum Quraish, mereka berdomisili di tanah haram dan posisi mereka adalah sebagai penjaga dari rumah Allah Swt. Maka, dengan tidak melakukan wukuf di Arafah mereka mengklaim bahwa tindakan itu merupakan salah satu pengejawantahan dari sikap hormatnya terhadap tanah haram. Sebab, ketika pergi ke Arafah yang berada di luar tanah haram, mereka merasa telah meninggalkan tanah haram.
Dengan adanya firman di atas, Allah memerintahkan kepada kabilah Quraish untuk meninggalkan kebiasaan jahiliahnya tersebut. Sekaligus sebagai penegas bahwa tidak ada perbedaan di antara kabilah atau suku, semuanya harus melakukan wukuf di Arafah.
Waktu yang Tepat untuk Musyahadah
Ibadah haji merupakan mujahadah, yakni upaya jiwa yang bersungguh-sungguh untuk mencapai musyahadah atau penyaksian. Dalam sudut pandang kaum sufi, melakukan wukuf di Arafah adalah waktu yang tepat untuk musyahadah, maksudnya menyaksikan kehadiran Allah dalam hati sekalipun hanya sebentar. Kalau itu tidak tercapai, maka belum dinyatakan wukuf.
Oleh sebab itu, kaum sufi memberikan komentar bahwa bisa saja orang memandang Ka’bah, melakukan wukuf, namun ia tidak mendapatkan makna haji, sebab belum tercapainya musyahadah. Karenanya kaum sufi berkata, “Yang tidak berada bersama Tuhan di Mekah, bagaikan berkunjung ke rumah yang tak berpenghuni, dan yang tak berkunjung ke rumah Tuhan tetapi merasakan kehadiran-Nya, maka Tuhan telah mengunjungi rumahnya. Aku heran terhadap mereka yang mencari Ka’bah-Nya di sana, mengapa tidak menyaksikan-Nya di hati mereka. Yang tergelap di dunia ini adalah rumah kekasih tanpa kekasih.”
Ada dua cara untuk agar mencapai musyahadah, yakni dengan kepercayaan kepada Allah dengan sempurna atau dengan kehangatan cinta kepada Allah yang membara. Sebab, dengan kehangatan cinta, seseorang akan mengalami fana, yakni meleburnya diri dan hilang sama sekali, sehingga tidak ada yang disaksikannya kecuali yang dicintainya. Demikianlah kiranya makna simbolis dari ibadah wukuf di Arafah.
Wallahu A’lam.
Sumber Bacaan:
Nuhasanah Namin, Rahasia Kedahsyatan 12 Waktu Mustajab Untuk Berdoa, 31-32.
Brilly el-Rasheed, Manasik ‘Umrah Nabi Muhammad, 52-53.
Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, 436-438.
Quraish Shihab, lentera Hati: Pijar Hikmah dan Teladan Kehidupan, 262-264.