BincangMuslimah.Com – Melempar jumrah merupakan salah satu wajib ibadah haji yang dilakukan setelah mabit di Muzdalifah. Setelah jamaah sampai di Mina, hendaknya dilanjut dengan melempar jumrah Aqabah.
Adapun pelaksanaanya dapat dilakukan sejak tengah malam qurban menurut Syafi’iyah dan Hambali, sedangkan pendapat lainnya mengatakan yang paling afdhal yaitu sesudah matahari terbit karena dahulu Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan Ummu Salamah untuk melontar jumrah aqabah sebelum terbit fajar. Sementara Malikiyah dan Hanafiyah mengatakan setelah terbit matahari pada hari Id.
Melontar jumrah Aqabah merupakan amalan yang pertama kali dilakukan setelah sampai di Mina sehingga hal ini disebut sebagai tahiyyah atau sapaan selamat datang kepada Mina.
Setelah itu, rangkaian ibadah selanjutnya adalah melempar ketiga jumrah pada hari tasyrik atau bertepatan pada tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah. Dari sini, kita dapat simpulkan bahwa melempar jumrah merupakan salah satu amalan yang spesial hingga dilakukan dua kali. Lalu apa filosofi yang terkandung dalam amalan ini? Berikut penjelasannya:
Melontar jumrah dalam Bahasa Arab yaitu ramyul jimaar yang memiliki arti melempar batu-batu kecil atau kerikil, jimaar merupakan bentuk jamak dari jumrah yang artinya batu kecil. Sedangkan secara istilah, dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah رَمْيُ الْجِمَارِ didefinisikan sebagai melempar kerikil dengan jumlah tertentu pada tempat yang khusus yang dilakukan di Mina.
Ketika melempar jumrah dianjurkan membaca doa berikut:
بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ رَجْمًا لِلشَّيَاطِينِ وَرِضًا لِلَّرْحْمَنِ اللَّهُمَّ اجْعَلْ حَجًّا مَبْرُورًا وَسَعْياً مَشْكُورًا
Dengan menyebut nama Allah, Allah Maha Besar. Laknat bagi setan dan keridhaan bagi Allah yang Maha Kasih. Ya Allah, jadikanlah hajiku ini diterima dan sa’iku ini disyukuri.
Dan disunnahkan membaca takbir:
اللَّهُ أَكْبَرُ. اللَّهُ أَكْبَرُ. اللَّهُ أَكْبَرُ. اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلاً، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ، مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ. لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ.
Di balik kewajiban pelaksanaan ramyul jimaar terdapat kisah di dalamnya. Pada saat Nabi Ibrahim a.s diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menunaikan ibadah qurban dengan menyembelih Nabi Ismail a.s. lalu datanglah iblis untuk menghasut dan membisikkan agar meninggalkan perintah yang telah Allah tetapkan untuk tidak menyembelih anaknya, tetapi Nabi Ibrahim tidak menghiraukan hasutan itu sehingga membuat iblis geram.
Iblis pun menampakkan dirinya dan berdiri tepat di jumrah Ula kemudian Nabi Ibrahim melemparinya dengan kerikil. Selepas itu, iblis kembali menghasut tetapi kali ini dia merayu istri Nabi Ibrahim dan rayuan itu tidak membuahkan hasil. Sehingga iblis menampakkan dirinya tepat di jumrah Wustha dan Siti Hajar melempari iblis itu dengan kerikil.
Tidak cukup sampai di situ, Iblis lalu menghasut Nabi Ismail dan usahanya sia-sia. Kemudian Iblis menampakkan dirinya lagi di jumrah Aqabah dan Nabi Ismail pun melemparinya dengan kerikil.
Di dalam hadits yang menyebutkan tentang kisah pelontaran jumrah yang telah diceritakan sebelumnya, terdapat tambahan kalimat dari Ibnu Abbas yaitu الشَّيْطَانَ تَرْجُمُونِ وَمِلَّةَ أَبِيكُمْ تَنْعُونَ. Kata rajam dalam kalimat ini tidak mengarah pada makna hakiki (melempari Iblis yang diikat di tugu jumrah sehingga merasa kesakitan), melainkan makna majazi (setan merasa hina dan kesakitan apabila melihat seorang mukmin yang patuh menjalankan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan senantiasa mengingat-Nya, sedang Iblis telah berusaha menggodanya).
Hikmah yang dapat kita petik yaitu bahwa melempar jumrah merupakan simbol perlawanan terhadap setan yang hendak menjerumuskan manusia dalam maksiat dan perilaku fasid. Ibadah yang dilakukan saat haji ini menjadi pengingat untuk waspada dengan bisikan setan dan selalu mengingat Allah baik dengan berdoa ataupun yang lainnya, serta kisah pelontaran jumrah ini menjadi tauladan bagi kita untuk kokoh dalam memerangi setan.
1 Comment