Ikuti Kami

Kajian

Konsep Kafir Menurut Quraish Shihab dan Implikasinya Terhadap Keindonesiaan

Pembubaran Ibadah Katolik Pamulang
akurat.co

BincangMuslimah.Com – Cendikiawan muslim dalam khazanah Tafsir di Indonesia sampai saat ini telah banyak bermunculan, salah satu yang populer adalah M. Quraish Shihab dilahirkan pada 16 Februari 1944 di kabupaten Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan. 

Beliau pernah mempunyai kedudukan sebagai Asisten Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (1992-1998), Menteri Agama(1998), Ketua MUI, Staf Ahli Mendikbud, menjadi Duta Besar Indonesia untuk Republik Arab Mesir, menulis karya ilmiah, dan ceramahnya amat erat kaitannya dengan kegiatan pendidikan. Dengan kata lain bahwa ia adalah seorang ulama yang memanfaatkan keahliannya untuk mendidik umat. Hal ini ia lakukan pula melalui sikap dan kepribadiannya yang penuh dengan sikap dan sifatnya yang patut diteladani.

Konsep Kafir Quraish Shihab

Konsep Kafir dalam Tafsir Al-Misbah karya Quraish Shihab tidak selalu dimaknai orang non-muslim, karena menurutnya kata tersebut mempunyai pengungkapan yang beragam dalam Al-Qur’an. Antara lain bermakna Kafir tidak mempercayai agama Islam sebagai agama yang benar, Kafir bermakna kikir. Kafir jenis ini sering dinamai kufur nikmat dan lain sebagainya.

Ada juga pengungkapan Kafir dengan makna tidak mempercayai kewajiban shalat, dalam hal ini dia termasuk tidak mempercayai terhadap agama Islam. Apabila seseorang mengakui kewajiban shalat tetapi tidak mengerjakannya maka dia dihukumi durhaka. Dalam Tafsir Al Misbah, Quraish Shihab membagi konsep kafir menjadi 5 meliputi ; 

Pertama, Kafir bermakna tidak mengakui wujud dan ke-Esa-an Allah. pembagian yang pertama ini melingkupi pengingkaran terhadap wujud Tuhan, karena mereka beranggapan bahwa alam ini terjadi secara alami. Seperti yang diungkapkan Allah dalam Al-Qur’an surah Al-Kahfi ayat 29:

وَقُلِ ٱلْحَقُّ مِن رَّبِّكُمْ ۖ فَمَن شَآءَ فَلْيُؤْمِن وَمَن شَآءَ فَلْيَكْفُرْ ۚ إِنَّآ أَعْتَدْنَا لِلظَّٰلِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا ۚ وَإِن يَسْتَغِيثُوا۟ يُغَاثُوا۟ بِمَآءٍ كَٱلْمُهْلِ يَشْوِى ٱلْوُجُوهَ ۚ بِئْسَ ٱلشَّرَابُ وَسَآءَتْ مُرْتَفَقًا

Baca Juga:  Konsep Keluarga dalam Islam Menurut Quraish Shihab

Artinya: Dan katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir”. Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.

Kedua, Kafir bermakna tidak percaya kepada Nabi. Saat Nabi menyampaikan risalah kepada umat manusia tidak selalu berjalan dengan lancar, tidak sedikit yang menolak ajaran mereka bahkan sampai datang ancaman pembunuhan. Hal tersebut terjadi karena beberapa faktor seperti tertutupnya hati mereka untuk menerima wahyu, sifat angkuh, dengki dan iri hati kepada para nabi walaupun mereka tau yang disampaikan adalah kebenaran.

Ketiga, Kafir bermakna ingkar nikmat dari Allah, nikmat yang diberikan oleh Allah kepada manusia sangatlah banyak, mulai dari nikmat yang kecil hingga besar. Kendati begitu, tidak sedikit dari manusia lupa untuk bersyukur atas nikmat yang diberikan, seperti yang dijelaskan Allah dalam surah Al-Anbiya ayat 9,

فَمَن يَعْمَلْ مِنَ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَا كُفْرَانَ لِسَعْيِهِۦ وَإِنَّا لَهُۥ كَٰتِبُونَ

Artinya: Maka barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, sedang ia beriman, maka tidak ada pengingkaran terhadap amalannya itu dan sesungguhnya Kami menuliskan amalannya itu untuknya

Keempat, meninggalkan tuntunan agama tetapi masih beriman. Risalah yang dibawakan oleh Nabi untuk disampaikan kepada umatnya memuat perintah dan larangan, yang mana keduanya harus dikerjakan. Apabila ada seorang muslim tidak mengerjakan perintah Nabi dan tidak meninggalkan hal yang dilarang, maka ia termasuk dalam kategori Kafir. Akan tetapi, Kafir di sini tidak mengindikasikan bahwa ia telah keluar dari agama Islam, ia hanya tidak melaksanakan perintah dan menjauhi larang tatapi masih beriman.

Baca Juga:  Benarkah Cincin Tunangan Bid’ah dan Haram?

Kelima, Kafir bermakna berlepas diri dan tidak Merestui. Secara bahasa, makna Kafir adalah menutup, kata tersebut memiliki implikasi berubahnya suatu keadaan. Seperti malam dapat disebut dengan istilah Kafir, karena ia menutupi dari keadaan sebelumnya yakni siang, atau seperti memisahan diri dari kelompok yang semulanya satu. 

Implementasi Penafsiran Quraish Shihab dalam Konteks KeIndonesiaan

Indonesia termasuk salah satu negara yang potensi konflik mengataskan agama cukup tinggi, karena mayoritas masyarakatnya memeluk agama Islam. Salah satu dari konflik sesuai perkembangan global gerakan Takfiri yang sering kali memicu perpecahan antar sesama muslim bahkan terjadi di nusantara, Lambat laun gejala ini menjadi gerakan dengan fatwa-fatwa yang berlandaskan Al-Qur’an dan hadis sebagai legitimasinya. Tidak menutup kemungkinan gejala “Takfiri” (mengkafirkan) pada tahapan selanjutnya, akan menjadi tindakan teror bukan hanya sekedar visual, dan ini menurut mereka adalah bagian dari ibadah.

Keadaan Indonesia akan semakin keruh dikarenakan adanya gerakan tersebut, hal ini menyebabkan hubungan antar warga negara semakin renggang dan solidaritas terpecah. Dalam hal ini diperlukan pembiasaan di dalam berperilaku, baik untuk menumbuhkan sikap toleransi. sesuatu yang dilakukan secara terus-menerus dipastikan dapat menjadi tradisi. Dan tradisi yang mendarah daging dalam diri setiap individu, secara otomatis akan menjadi budaya.

Jihad intelektual yang sejati dalam era milenial yaitu bukan dengan pedang, bambu runcing, panah dan sebagainya melainkan dengan ilmu dan amal. Kita sebagai masyarakat Indonesia harus cerdas dan berpola hidup intelektual dalam bermasyarakat jika ingin Indonesia tetap damai dalam bertoleransi. Apalagi sebagai masyarakat yang beragama kita juga harus mematuhi kewajiban yang sudah dijelaskan hukum-hukumnya oleh agama. Menjalankan toleransi umat beragama perlu adanya pemahaman dari masyarakat Indonesia bukan hanya melihat minoritas dan mayoritas namun dari semua elemen bangsa Indonesia khususnya dapat benar-benar menjalankan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

Baca Juga:  Parenting Islami: Cara Mendidik Anak Menurut Quraish Shihab

Di Indonesia yang beragam ini, kita harus menegakkan sikap dasar yang baik dan kualitas yang mapan. Dalam artian bermasyarakat lah yang intelektual baik pemikiran, beragama maupun berperilaku agar toleransi di Indonesia tetap langgeng dan lancar. Kata Kafir dalam Al-Qur’an memiliki pengungkapan yang sangat beragam tidak hanya untuk non muslim saja tetapi bisa bermakna syirik, tidak mempercayai kebenaran, durhaka dan lain sebagainya. 

Sumber:

Widya, Bella. “Pemahaman Takfiri Terhadap Kelompok Teror Di Indonesia Studi Komparasi Jamaah Islamiyah Dan Jamaah Ansharut Daulah.” Jurnal Studi Diplomasi Dan Keamanan 12, no. 2 (2020): 76–93.

Amir, and Lina Nur Aini. “Penguatan Pendidikan Aswaja An-Nahdliyah Untuk Memperkokoh Sikap Toleransi.” Jurnal Islam Nusantara 04, no. 02 (2020): 189–202. 

Rekomendasi

Pernikahan Mencegah Zina Pernikahan Mencegah Zina

Quraish Shihab: Pernikahan Anak Usia Dini Bukan Cara Bijak Mencegah Zina

Hubungan Gender dan Tafsir Agama Menurut Quraish Shihab

Menghakimi Orang Sebutan Kafir Menghakimi Orang Sebutan Kafir

Bolehkah Kita Menghakimi Orang dengan Sebutan Kafir?

Hukum Memakai Pakaian Sinterklas Hukum Memakai Pakaian Sinterklas

Hukum Memakai Pakaian Sinterklas karena Tugas Kerja

Ditulis oleh

Alumni Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam

2 Komentar

2 Comments

Komentari

Terbaru

Sekjen IIFA: Syariat Islam Terbentuk Dari Fondasi Kemaslahatan Sekjen IIFA: Syariat Islam Terbentuk Dari Fondasi Kemaslahatan

Sekjen IIFA: Syariat Islam Terbentuk Dari Fondasi Kemaslahatan

Berita

Prof. Dr. Nasaruddin Umar: Syariah Bukan fenomena Agama Tetapi Fenomena Ekonomi Juga Prof. Dr. Nasaruddin Umar: Syariah Bukan fenomena Agama Tetapi Fenomena Ekonomi Juga

Prof. Dr. Nasaruddin Umar: Syariah Bukan fenomena Agama Tetapi Fenomena Ekonomi Juga

Berita

Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin, M.A. : SHARIF 2024 Membahas Prinsip Syariah yang inklusif Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin, M.A. : SHARIF 2024 Membahas Prinsip Syariah yang inklusif

Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin, M.A. : SHARIF 2024 Membahas Prinsip Syariah yang inklusif

Berita

Apakah Komentar Seksis Termasuk Pelecehan Seksual?

Diari

Jangan Insecure, Mari Bersyukur

Muslimah Daily

Pentingnya Self Love Bagi Perempuan Muslim

Diari

Mengenal Ingrid Mattson, Cendekiawan Muslimah dari Barat Mengenal Ingrid Mattson, Cendekiawan Muslimah dari Barat

Mengenal Ingrid Mattson, Cendekiawan Muslimah dari Barat

Muslimah Talk

anjuran menghadapi istri haid anjuran menghadapi istri haid

Haid Tidak Stabil, Bagaimana Cara Menghitung Masa Suci dan Masa Haid?

Ibadah

Trending

Jangan Insecure, Mari Bersyukur

Muslimah Daily

anjuran menghadapi istri haid anjuran menghadapi istri haid

Haid Tidak Stabil, Bagaimana Cara Menghitung Masa Suci dan Masa Haid?

Ibadah

Siapa yang Paling Berhak Memasukkan Jenazah Perempuan Ke Kuburnya?

Ibadah

keadaan dibolehkan memandang perempuan keadaan dibolehkan memandang perempuan

Adab Perempuan Ketika Berbicara dengan Laki-Laki

Kajian

Pentingnya Self Love Bagi Perempuan Muslim

Diari

Sya’wanah al-Ubullah: Perempuan yang Gemar Menangis Karena Allah

Muslimah Talk

anak yatim ayah tiri luqman hakim mengasuh dan mendidik anak anak yatim ayah tiri luqman hakim mengasuh dan mendidik anak

Hukum Orangtua Menyakiti Hati Anak

Keluarga

ayat landasan mendiskriminasi perempuan ayat landasan mendiskriminasi perempuan

Manfaat Membaca Surat Al-Waqiah Setiap Hari

Ibadah

Connect