Ikuti Kami

Kajian

Istri Harus Patuh pada Suami atau Orang Tua?

suami suara tuhan
gettyimages.com

BincangMuslimah.Com Sependek –atau sejauh- ini tak jarang saya menerima keluhan perempuan tentang rumah tangga mereka. Meski saya bukan anggota HAM atau komnas perempuan tapi naluri kemanusiaan saya meronta ketika mendengar keluhan yang mereka sampaikan (sekaligus naluri kejomloan bergidik ngeri pada laki-laki misoginis).

Seperti saudara saya fillah, dilarang oleh suaminya untuk mengunjungi orang tuanya dalam waktu yang relatif lama, jika sempat berkunjung seminggu sekali bahkan ketika lebaran hanya diantar sampai pintu rumah untuk salaman lalu kembali ke rumah suami dengan alasan ‘banyak kerjaan, banyak tamu’ dan alasan lain yang tak begitu penting dan mendesak.

Akhir Ramadan kemarin, teman saya yang ikut suaminya ke Jakarta diminta pulang oleh orang tuanya, selain untuk pulang kampung (bukan mudik lo yah) dia diminta merawat ibunya yang sedang sakit parah, tidak ada lagi saudara, satu-satunya harapan adalah anak perempuannya yang sedang ‘dicuri’ oleh mantunya sendiri ke Negeri nun jauh di sana. Simalakama, pulang kampung suami tak kunjung memberi izin dan terus mengepung, sedang menetap di Jakarta pikiran tak tenang pada ibu yang menderita.

Pertanyaannya sama, saya harus bagaimana? Harus menaati orang tua, pulang kampung dan merawat mereka atau menuruti suami saya? Dalam hukum Islam siapa yang harus saya prioritaskan, suami atau orang tua? Petanyaan yang dilematik, tapi sebelum menjawab itu saya auto mbatin dalam hati “Tuhan, tumbuhkan jiwa kemanusiaan lelaki itu”.

Di dalam al-Quran ada 4 kali peringatan berbuat baik pada kedua orang tua dan semuanya bersandingan dengan larangan menyekutukan Allah, lihat al-Baqarah (2): 83, an-Nisā’ (4): 36, al-An’ām (6): 151 dan al-Isrā’ (17): 23. Hal ini menurut al-Qurṭubī karena Allah adalah sumber kehidupan yang pertama dan orang tua melanjutkan kehidupan selanjutnya dengan melahirkan, mendidik dan membesarkannya (Al-Qurṭubī 2/13)

Baca Juga:  Apakah Mukmin dan Muslim Sama?

Dalam hadispun banyak sekali kita menemukan perintah Nabi untuk menaati orang tua. Salah satunya

الْكَبَائِرُ: الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ، وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ

Dosa-dosa besar antara lain; menyekutukan Allah dan durhaka pada orang tua”.

Perintah-perintah ini (menaati orang tua) ditujukan kepada laki-laki dan perempuan, sudah berpasangan atau belum. Maka tidak benar ‘bakti suami pada orang tuanya dan bakti istri pada suaminya’. Semua anak harus berbakti pada orang tuanya dan semua pasangan harus menghormati pasangannya.

Sementara menaati pasangan, istri ke suami dan suami ke istri, وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ  “dan saling bergaullah kalian dengan mereka dengan cara yang baik” dalam teori gramatikal arab kata عاشر adalah bentuk kata yang memiliki arti musyārakah/kesalingan. Maka sekalipun perintah ini tertuju pada ‘suami berbuat baik pada istrinya’, sejatinya tertuju pada kedua pihak untuk saling berbuat baik pada pasangannya karena kesalingan tak akan terjadi tanpa adanya pasangan.

Sedangkan hadis-hadis yang seringkali dijadikan dalih untuk menekan perempuan tunduk patuh pada seluruh perintah dan kemauan suami, sehingga dalam hal yang yang tidak baik (keluar dari koridor syariat atau mengabaikan perintah lain seperti menaati orang tua) maka sesungguhnya hadis itu telah dibaca dalam keadaan ‘telanjang’ dari semangat kasih sayang yang menjadi misi Nabi Muhammad. Dalam hal ini sudah banyak cendekiawan muslim yang meluruskan kesalahpahaman itu, tinggal pandangan masyarakat yang perlu dibuka dan dicerahkan.

Namun demikian, terasa naif sekali jika pernikahan melulu bergantung pada hukum boleh dan tidak boleh. Pernikahan yang masih bergelut dengan boleh-tidak boleh versi syariat seakan belum menemukan tujuan dari pernikahan itu. Tujuan pernikahan hanya satu, sakīnah (tenang) dengan berbekal mawaddah (cinta) dan rahmah (kasih sayang).

Baca Juga:  Bolehkah Perempuan Menjadi Pemimpin dalam Islam?

Dalam Irsyādus Sārī Syarh Shahih Bukhari karya Ibn Battal mengatakan bahwa perempuan bersuami boleh menyambung silaturrahmi dengan orang tuanya tanpa izin suami. Pendapat ini disimpulkan dari hadis tentang Asma putri Abu Bakar yang meminta fatwa pada Nabi perihal ibunya yang ketika itu musyrik (dalam keadaan sehat) ingin menyambung ikatan sosial dengan anaknya, nabi menyuruhnya tetap menyambung silaturrahmi “ṣilī ummaki”. (sambunglah silaturahmi dengan ibumu)

Hadis ini menggambarkan bahwa ketenangan dalam pernikahan bisa dicapai jika semua pihak berusaha memberikan yang terbaik. Suami memberikan yang terbaik pada istrinya dengan memenuhi hak-haknya sebagai istri dengan cara yang baik. Begitupun istri memberikan yang terbaik pada suaminya dengan ketaatan dalam kebaikan. Karena dengan ini, keduanya akan bisa mempertimbangkan kebaikan mana yang harus didahulukan. Kebaikan merawat orang tua yang sedang membutuhkan atau kebaikan menemani suami yang  enak-enakan? Keduanya memang suatu kebaikan tapi akal sehat akan bisa menakar frekuensinya dengan benar.

Akhir kata saya ingin mengutip prinsip mubadalah yang digagas oleh kiai Faqih Abdul Qadir, hidup itu adalah bahagia dan membahagiakan. Maka jika anda ingin merasa hidup, berbahagialah. Dan jika ingin hidup berarti, membahagiakanlah.

Rekomendasi

Langkah mengesahkan Pernikahan Siri Langkah mengesahkan Pernikahan Siri

Langkah Hukum Mengesahkan Pernikahan Siri

Mahar Transaksi Jual Beli Mahar Transaksi Jual Beli

Tafsir Surat An-Nisa Ayat 4; Mahar Bukan Transaksi Jual Beli

Hukum Talak Via Online Hukum Talak Via Online

Hukum Talak Via Online, Bagaimana dalam Pandangan Islam?

perempuan memilih calon suaminya perempuan memilih calon suaminya

Tidak Hanya Lelaki, Perempuan Juga Berhak Memilih Calon Suaminya

Ditulis oleh

Santriwati Nurul Islam Dasuk Sumenep

Komentari

Komentari

Terbaru

isu perempuan najwa shihab isu perempuan najwa shihab

Kekerasan, Kesenjangan, dan Krisis Percaya Diri: Isu Penting Perempuan Menurut Najwa Shihab

Kajian

sikap rasulullah masyarakat adat sikap rasulullah masyarakat adat

Meneladani Sikap Rasulullah terhadap Masyarakat Adat

Khazanah

puasa wajib segera diganti puasa wajib segera diganti

Meninggalkan Puasa Wajib dengan Sengaja, Haruskah Segera Diganti?

Kajian

Keuntungan Menggunakan Pembalut Kain Keuntungan Menggunakan Pembalut Kain

Keuntungan Menggunakan Pembalut Kain dan Pesan Menjaga Bumi dalam Islam

Muslimah Daily

doa terhindar dari keburukan doa terhindar dari keburukan

Doa Nabi Muhammad ketika Bangun Tengah Malam untuk Shalat

Ibadah

nama bayi sebelum syukuran nama bayi sebelum syukuran

Hukum Memberi Nama Bayi Sebelum Acara Syukuran

Ibadah

Teungku Fakinah Teungku Fakinah

Zainab binti Jahsy, Istri Rasulullah yang Paling Gemar Bersedekah

Kajian

Fatimah az zahra rasulullah Fatimah az zahra rasulullah

Sayyidah Sukainah binti Al-Husain: Cicit Rasulullah, Sang Kritikus Sastra

Kajian

Trending

Surat Al-Ahzab Ayat 33 Surat Al-Ahzab Ayat 33

Tafsir Surat Al-Ahzab Ayat 33; Domestikasi Perempuan, Syariat atau Belenggu Kultural?

Kajian

perempuan titik nol arab perempuan titik nol arab

Resensi Novel Perempuan di Titik Nol Karya Nawal el-Saadawi

Diari

Fatimah az zahra rasulullah Fatimah az zahra rasulullah

Sayyidah Sukainah binti Al-Husain: Cicit Rasulullah, Sang Kritikus Sastra

Kajian

Nyai Khoiriyah Hasyim mekkah Nyai Khoiriyah Hasyim mekkah

Nyai Khoiriyah Hasyim dan Jejak Perjuangan Emansipasi Perempuan di Mekkah

Kajian

Laksminingrat tokoh emansipasi indonesia Laksminingrat tokoh emansipasi indonesia

R.A. Lasminingrat: Penggagas Sekolah Rakyat dan Tokoh Emansipasi Pertama di Indonesia

Muslimah Talk

Teungku Fakinah Teungku Fakinah

Zainab binti Jahsy, Istri Rasulullah yang Paling Gemar Bersedekah

Kajian

Mahar Transaksi Jual Beli Mahar Transaksi Jual Beli

Tafsir Surat An-Nisa Ayat 4; Mahar Bukan Transaksi Jual Beli

Kajian

Definisi anak menurut hukum Definisi anak menurut hukum

Definisi Anak Menurut Hukum, Umur Berapa Seorang Anak Dianggap Dewasa?

Kajian

Connect