Ikuti Kami

Kajian

Husein Bertanya pada Ali Tentang Muhammad

waktu disyariatkan membaca shalawat

BincangMuslimah.Com – Sosok Husein bin Ali, Ali bin Abi Thalib, dan Nabi Muhammad saw. memiliki hubungan darah. Husein adalah putra Sayyidah Fatimah binti Muhammad dengan Ali bin Abī Ṭalib. Suatu hari Husein bertanya pada bapaknya, Alī bin Abī Ṭālib tentang Nabi Muhammad. Ayahnya menjawab, “Ia tidak berbicara kecuali yang perlu-perlu saja. Meskipun begitu, ia tidak menjaga jarak dari orang lain hingga membuat mereka menjauh, justru sikapnya membuat orang-orang betah bersamanya sebab ketika ia berbicara tak ada kalimatnya yang kasar atau menyakiti”.

Hujjatu al-Islam Imam al-Ghazali mendefinisikan kata yang tidak penting (مَا لَايَعْنِي) adalah ketika kamu diam kamu tidak berdosa dan tidak akan celaka (Ihyā’ ‘Ulūmiddīn: 3/111). Kalimatmu diucapkan atau tidak, tak akan berpengaruh pada hal apapun, itulah kata yang tak penting dan sebaiknya kau tinggalkan.

Maka, Imam al-Ghazali  memberikan solusi, berbicara (termasuk juga menulis) seharusnya memperhatikan timing (waktu yang pas), placement (tempat), tidak mengajak debat orang sabar dan bodoh, berbicara tentang seseorang yang jika ia tidak adapun ia suka digunjing seperti itu, perlakukan orang lain dengan hal yang kamu sukai.

Keponakan Nabi melanjutkan “Menghormati setiap tokoh masyarakat menyikapi mereka sesuai dengan jabatannya. Memberi peringatan kepada orang yang baru masuk Islam dengan sangat manusiawi, tidak memberatkan dan dengan wajah sumringah. Mengunjungi sahabat-sahabatnya untuk mencari tahu keadaan mereka, senangkah? Susahkah? Membenarkan yang benar dan menyalahkan yang salah, sikapnya senantiasa berdasarkan pertimbangan yang seadil-adilnya

Proporsional, bertindak sesuai situasi dan kondisi. Ketika ia berposisi sebagai rakyat maka menghormati atasan adalah wajib. Bagaimanapun pribadi seorang pemimpin menaatinya merupakan keharusan, selama perintahnya tidak keluar dari koridor syariat. Jika dipandang salah menurut perspektif lain, sosial misalnya maka menegur juga keharusan bagi yang ahli. Yang tidak memiliki kualifikasi mengkritik sebaiknya tidak bicara sebab kemungkinan keliru lebih banyak.

Baca Juga:  Apakah Kepemilikan Aset Kripto Harus Dizakati?

Ketika berposisi sebagai tokoh atau atasan maka selain harus mengayomi dengan kasih ia mesti tegas tanpa pilih-pilih. Menegur jika terdapat kekeliruan diikuti dengan membimbing pada yang benar tanpa memberatkan. Lebih-lebih orang yang keislamannya masih lemah mengetahui hukum berat nan ketat adalah hal yang membuatnya lari dari Islam.

Sebagai sahabat tentu ia sangat perhatian pada sahabatnya, tak rela jika kabar mereka absen dari pendengarannya. Menjenguk sahabat adalah rutinitas yang tak lupa ia lakukan untuk sekedar bahagia atas kegemberiaan sahabatnya atau berduka jika musibah menimpa mereka. Praktik ini yang sudah mulai memudar dari kehidupan kita, silaturrahmi. Menyambung-eratkan tali persaudaraan sesama manusia apalagi sesama muslim.

Cucu Nabi itu melanjutkan pertanyaannya “Bagaimana Nabi saat dalam majelis?

Ia duduk dan berdiri hanya untuk mengingat Allah, duduk laiknya orang-orang di sekitarnya, tidak ada yang lebih mulia atau lebih hina, egaliter. Bahkan jika ada yang berkeluh kesah atau mengajaknya bicara tentang suatu hal maka ia menyimaknya dengan seksama tanpa menampakkan rasa bosan alih-alih memotong perkataannya, tidak berdiri sampai empunya hajat berdiri. Tidak meninggikan suara dan tidak merusak kehormatan manusia, tidak fokus pada kesalahan orang lain

Adab ini yang seharusnya dipakai dalam berdebat. Ya, jika benar dibutuhkan untuk mencari kebenaran boleh-boleh saja asal dengan etika yang benar; duduk dengan hati lapang fokuskan niat untuk mencari kebenaran bukan kemenangan dan keunggulan, memberikan hak berbicara pada yang memiliki, jika diberi waktu untuk berbicara maka biacaralah yang tidak menyakitkan, tidak meninggikan suara, memotong pembicaraan orang lain, fokus pada permasalahan yang dibahas bukan pada pribadi pembicara.

Dari saking enggannya Nabi pada kata yang menyakitkan ia pernah melarang Aisyah mengatakan ‘alaikum as-sām wa al-la’nah (matilah kamu dan laknat bagimu) kepada seorang Yahudi mengatakan as-sām ‘alaikum (matilah kamu) pada Rasul. Aisyah tidak terima perlakuan itu pada utusan Allah “Apa kau tidak mendengar ia berkata apa ya Rasul?” Nabi mengangguk dan menyuruhnya membalas dengan kata ‘alaika. (HR. Muslim)

Baca Juga:  Benarkah Perempuan Menjadi Sumber Fitnah?

Meski bukan muslim Nabi masih menghormati dengan tidak menyakitinya dengan kata-kata kasar (mati dan laknat) karena masih memandangnya sebagai manusia, makhluk yang memiliki kehormatan. Inilah inti dari agama kita dan untuk itulah Nabi diutus, menjadi rahmat menyebar kasih sayang di antara umat.

*Tulisan ini saya sadur dari kitab Muhammad Insan Kamil karya Abuya Sayyid Muhammad bin ‘Alawi al-Maliki hlm 245-248

Rekomendasi

Apakah Nabi Juga Berijtihad? Apakah Nabi Juga Berijtihad?

Pandangan Michael Hart Terhadap Nabi Muhammad

Rasulullah pekerjaan rumah tangga Rasulullah pekerjaan rumah tangga

Rasulullah Juga Melakukan Pekerjaan Rumah Tangga

Nama Nabi Muhammad Nama Nabi Muhammad

Siapa Saja Teman Masa Kecil Rasulullah?

Kehidupan Muhammad Sebelum Nabi Kehidupan Muhammad Sebelum Nabi

Kehidupan Muhammad Sebelum Menjadi Nabi (2)

Ditulis oleh

Santriwati Nurul Islam Dasuk Sumenep

Komentari

Komentari

Terbaru

Zakiyah Daradjat; Pencetus Konsep Psikologi Agama di Dunia Pendidikan Islam

Muslimah Talk

Membekali Air Spiritual; Menyingkap Rahasia di Balik Bulan Sya’ban Membekali Air Spiritual; Menyingkap Rahasia di Balik Bulan Sya’ban

Membekali Air Spiritual; Menyingkap Rahasia di Balik Bulan Sya’ban

Ibadah

fatimah ahli fikih uzbekistan fatimah ahli fikih uzbekistan

Haruskah Laki-Laki Memberikan Kursi pada Perempuan di dalam Transportasi Umum?

Muslimah Talk

puasa istri dilarang suami puasa istri dilarang suami

Potret Istri yang Tidak Disukai Allah dalam Al-Qur’an

Keluarga

Eyelash Extension: Sahkah untuk Wudhu? Eyelash Extension: Sahkah untuk Wudhu?

Eyelash Extension: Sahkah untuk Wudhu?

Kajian

Refleksi Peristiwa Isra Mi’raj Dalam Tafsir Surah Al-Isra Ayat 1 Refleksi Peristiwa Isra Mi’raj Dalam Tafsir Surah Al-Isra Ayat 1

Refleksi Peristiwa Isra Mi’raj Dalam Tafsir Surah Al-Isra Ayat 1

Kajian

ummu haram periwayat perempuan ummu haram periwayat perempuan

Asma’ binti Umais : Perempuan yang Riwayat Hadisnya Tersebar dalam Kutub As-Sittah

Muslimah Talk

Tujuh Keutamaan Membaca Shalawat Tujuh Keutamaan Membaca Shalawat

Kapan Kita Dianjurkan Bertasbih?

Ibadah

Trending

Perempuan Memakai Anting-anting, Sunnah Siapakah Awalnya?

Muslimah Daily

Citra Perempuan dalam alquran Citra Perempuan dalam alquran

Lima Keutamaan Asiyah Istri Firaun yang Disebut Dalam Hadis dan al-Qur’an

Kajian

https://www.idntimes.com/ https://www.idntimes.com/

Ratu Kalinyamat: Ratu Jepara yang Memiliki Pasukan Armada Laut Terbesar di Nusantara

Muslimah Talk

Tata Cara Mengurus Bayi yang Meninggal

Kajian

Tujuh Keutamaan Membaca Shalawat Tujuh Keutamaan Membaca Shalawat

Kapan Kita Dianjurkan Bertasbih?

Ibadah

ummu haram periwayat perempuan ummu haram periwayat perempuan

Asma’ binti Umais : Perempuan yang Riwayat Hadisnya Tersebar dalam Kutub As-Sittah

Muslimah Talk

Karir Perempuan dalam Pandangan Islam  

Kajian

Zakiyah Daradjat; Pencetus Konsep Psikologi Agama di Dunia Pendidikan Islam

Muslimah Talk

Connect