Ikuti Kami

Kajian

Hukum Suami Menjadi Ateis, Bolehkah Istri Menuntut Cerai?

suami ateis istri cerai
Source: Gettyimages.com

BincangMuslimah.Com – Bagaimana hukum suami menjadi ateis, apakah boleh istri menuntut cerai? Ketika mengarungi bahtera rumah tangga, pasti akan menemui lika-liku kehidupan yang mungkin akan menyusahkannya. Terkadang resiko apapun, akan diambilnya, asal masalah yang ia hadapi bisa selesai.

Keluar dari Agama Islam pun tak terkecuali, hanya karena rezekinya seret, ia pun menganggap tiadanya peran tuhan dalam kehidupannya. Sehingga ia menjadi ateis atau murtad, sedang sang istri masih beragama Islam. Lalu bagaimana hukum suami menjadi ateis, kemudian sang istri meminta cerai, dengan alasan suaminya telah pindah agama?

Dalam Islam, cerai merupakan sesuatu yang tidak disukai. Namun, justru karena beberapa alasan, cerai dianjurkan. Termasuk dalam konteks ini, hanya saja konsep cerai ini hanya dimiliki oleh pihak suami. Sang istri juga memiliki hak serupa, namun harus dengan membayar kompensasi.

Konsep ini dikenal dengan nomenklatur khulu, yakni permohonan cerai dari pihak istri yang disertai dengan membayar kompensasi kepada pihak suami.

Namun karena syarat menikah ialah beragama Islam, maka dalam konteks ini, status pernikahannya otomatis cerai. Dan pihak istri tidak perlu meminta cerai, hanya saja dalam konteks negara, ia boleh mengajukan gugatan cerai ke pengadilan agama.

Demikian mekanismenya, adapun menurut konsep fikih, berikut penjelasan lengkap Syekh Wahbah Zuhaili dalam lintas madzhab;

ارتداد الزوجين أوأحدهما: قال الشافعية، والحنابلة والمالكية: لو ارتد الزوجان أو أحدهما قبل الدخول تنجزت الفُرْقة، أي انفسخ النكاح في الحال. وإن كانت الردة بعد الدخول، توقفت الفرقة أو الفسخ على انقضاء العدة، فإن جمعهما الإسلام في العدة، دام النكاح، وإن لم يجمعهما في العدة انفسخ النكاح من وقت الردة، لكن لو وطئ الزوج لا حد عليه للشبهة، وهي بقاء أحكام النكاح، وتجب العدة منه. وإذا أسلمت المرأة قبل الرجل فأسلم في عدتها، أو أسلما معاً، فتتقرر الزوجية بينهما، وإن أسلم أحدهما ولم يتبعه الآخر في العدة، انفسخ زواجهما.

Baca Juga:  Siti Badilah Zuber, Perintis Aisyiyah

Ulama Syafi’iyyah, Hanabilah dan Malikiyyah berpendapat bahwa Bila suami istri atau salah satu dari mereka murtad sebelum terjadinya dukhul (malam pertama), niscaya berakhirlah ikatan mereka dengan perceraian, dalam arti pernikahan mereka seketika menjadi rusak.

Namun bila murtadnya setelah terjadinya dukhul, maka perceraian dan rusaknya pernikahan ditangguhkan hingga selesainya masa iddah. Jika keduanya dikumpulkan kembali dalam agama Islam saat masa iddah, status nikahnya bisa lanjut. Dan sebaliknya, bila tidak terkumpulkan dalam masa iddah, maka nikahnya rusak terhitung semenjak terjadinya murtad.

Jika istri islam duluan sebelum suaminya yang kemudian juga Islam kembali saat masa-masa iddah atau keduanya Islam bersama-sama maka ikatan perkawinannya tetap dan tidak rusak, dan bila salah seorang di antara mereka islam dengan tidak diikuti oleh lainnya maka rusaklah pernikahannya. (Fikih al-Islami wa Adillatuh, Juz 9 Hal. 6659)

Permasalahan ini juga disitir dalam ensiklopedia fikih 4 madzhab, dijelaskan sebagaimana redaksi berikut;

وَرِدَّةُ أَحَدِ الزَّوْجَيْنِ مُوجِبَةٌ لاِنْفِسَاخِ عَقْدِ النِّكَاحِ عِنْدَ عَامَّةِ الْفُقَهَاءِ . بِدَلِيل قَوْله تَعَالَى : { لاَ هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلاَ هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ }، وَقَوْلِهِ سُبْحَانَهُ : { وَلاَ تُمْسِكُوا بِعِصَمِ الْكَوَافِرِ } .

Menurut mayoritas fuqaha, kemurtadan merupakan salah satu pasangan bisa menyebabkan batalnya akad nikah. Hal ini didasarkan pada firman Allah Azza wa jalla dala surat al-mumtahanah ayat 10. (Mausu’ah al-Fikhiyyah al-Kuwaitiyyah, Juz 7 Hal. 34)

Dalam kitab tersebut, dijelaskan lebih detail lagi, bahwa jika ada salah satu pasutri (suami atau istri ) yang murtad, maka ketika ia belum bersenggama dengan pasangannya, niscaya status pernikahannya selesai seketika dan tidak ada harta gono gini.

Namun beda halnya ketika murtad pasca berhubungan badan, maka menurut kalangan Syafi’iyah. Penjelasan ini sama dengan salah satu qaul yang ada di madzhab Hambali, status pernikahan keduanya ditangguhkan hingga selesainya masa iddah.

Baca Juga:  Cara Mencapai Tujuan Hidup Menurut Imam Ghazali

Jika kembali ke Islam, yakni muallaf, maka status pernikahannya kembali lagi. Jika tidak, maka status pernikahannya benar-benar selesai. Namun, ini tidak menyentuh ranah cerai atau talak. Yakni pernikahannya selesai, namun tidak mengurangi jumlah talak yang ada di pernikahannya.

Adapun menurut Abu Hanifah dan Abu Yusuf, dan ini merupakan salah satu riwayat yang ada di madzhab Hambali, bahwa murtadnya pasangan (suami dan istri) akan memutus status perkawinan. Baik ia telah bersenggama atau tidak, namun ini tidak mengurangi jumlah talak yang ada.

Qaul ini merujuk pada kitabnya Ibnu Abidin al-Hanafi yang berjudul radd al-muhtar ala al-durr al-mukhtar dan Al-Mughni nya Ibnu Qudamah Al-Hambali.

Sedangkan menurut madzhab Maliki, dan juga ini sama dengan pendapatnya Muhammad bin Hasan Al-Syaibani (ulama’ dari madzhab Hanafi), bahwa murtadnya pasangan suami dan istri akan berimplikasi pada rusaknya status perkawinan, dan ini jatuhnya menjadi konsep talak bain.

Yakni talak yang dijatuhkan sebanyak 3 kali, di mana ini menyebabkan keduanya (suami dan istri) tidak bisa nikah, kecuali dengan adanya muhallil. Yaitu orang yang menikahi istrinya, dan telah menyetubuhinya. Berarti, Jika keduanya hendak rujuk, harus muallaf dan harus ada muhallil. Di catatan kaki, Qaul ini merujuk pada kitab al-Dasuqi Halaman 270 Juz 2.

Demikianlah penjelasan mengenai murtadnya suami, jadi status pernikahannya otomatis hilang menurut agama. Tanpa meminta dicerai pun, menurut agama, status perkawinan keduanya sudah hilang. Sehingga keduanya tidak lagi menjadi suami istri, yang tidak bisa berhubungan badan.

Adapun dalam konteks sekarang, maka silahkan pihak istri melayangkan gugatan cerai ke pengadilan. Agar status pernikahannya juga resmi cerai, dan mendapatkan legitimasi negara.

Demikian penjelasan hukum suami menjadi ateis, bolehkah istri menuntut cerai? Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

Baca Juga:  RUU PKS Resmi Disingkirkan dari Prolegnas 2020, Bagaimana Islam Memandang Pemimpin yang Menyia-nyiakan Umat?

Tulisan ini pernah diterbitkan di Bincangsyariah.com.

Rekomendasi

Ditulis oleh

Redaksi bincangmuslimah.com

4 Komentar

4 Comments

Komentari

Terbaru

Berikut Keutamaan Memberi Bantuan Kepada Korban Bencana Alam! Berikut Keutamaan Memberi Bantuan Kepada Korban Bencana Alam!

Berikut Keutamaan Memberi Bantuan Kepada Korban Bencana Alam!

Muslimah Talk

pelestarian lingkungan alquran hadis pelestarian lingkungan alquran hadis

Upaya Pelestarian Lingkungan dalam Alquran dan Hadis

Kajian

 Air Meluap, Hutan Menyusut, Membaca Akar Banjir Ekologis di Sumatera  Air Meluap, Hutan Menyusut, Membaca Akar Banjir Ekologis di Sumatera

 Air Meluap, Hutan Menyusut, Membaca Akar Banjir Ekologis di Sumatera

Muslimah Talk

Aleta Baun Aktivis Ekofeminisme Aleta Baun Aktivis Ekofeminisme

Aleta Baun, Aktivis Ekofeminisme dari Timur Indonesia

Muslimah Talk

Koalisi Masyarakat Sipil Minta Presiden Segera Menetapkan Status Darurat Bencana Nasional Banjir Besar di Sumatera Koalisi Masyarakat Sipil Minta Presiden Segera Menetapkan Status Darurat Bencana Nasional Banjir Besar di Sumatera

Koalisi Masyarakat Sipil Minta Presiden Segera Menetapkan Status Darurat Bencana Nasional Banjir Besar di Sumatera

Berita

memberi daging kurban nonmuslim memberi daging kurban nonmuslim

Hukum Menerima Bantuan dari Non Muslim Saat Bencana

Kajian

Perempuan Istihadhah mandi shalat Perempuan Istihadhah mandi shalat

Wajibkah Perempuan Istihadhah Mandi Setiap Hendak Shalat?

Kajian

Hukum Berhubungan Intim saat Belum Mandi Wajib Hukum Berhubungan Intim saat Belum Mandi Wajib

Hukum Menyetubuhi Istri yang Sedang Istihadah

Kajian

Trending

Hukum Berhubungan Intim saat Belum Mandi Wajib Hukum Berhubungan Intim saat Belum Mandi Wajib

Hukum Menyetubuhi Istri yang Sedang Istihadah

Kajian

pendarahan sebelum melahirkan nifas pendarahan sebelum melahirkan nifas

Apakah Darah yang Keluar Setelah Kuret Termasuk Nifas?

Kajian

Darah nifas 60 hari Darah nifas 60 hari

Benarkah Darah Nifas Lebih dari 60 Hari Istihadhah?

Kajian

flek cokelat sebelum haid flek cokelat sebelum haid

Muncul Flek Coklat sebelum Haid, Bolehkah Shalat?

Kajian

Darah Kuning Larangan bagi Perempuan Istihadhah Darah Kuning Larangan bagi Perempuan Istihadhah

Apakah Darah Kuning dan Hitam Disebut Darah Haid?

Kajian

Perempuan Istihadhah mandi shalat Perempuan Istihadhah mandi shalat

Wajibkah Perempuan Istihadhah Mandi Setiap Hendak Shalat?

Kajian

masa iddah hadis keutamaan menikah masa iddah hadis keutamaan menikah

Nikah Siri Sah dalam Islam? Ini Kata Pakar Perbandingan Mazhab Fikih

Keluarga

Darah Haid yang Terputus-putus Darah Haid yang Terputus-putus

Rumus Menghitung Darah Haid yang Terputus-putus

Kajian

Connect