BincangMuslimah.Com – Korban kekerasan seksual adalah kelompok mustadh’afin karena posisi dan relasinya dengan pelaku yang timpang. Mulai dari menghadapi orang terdekat yang tidak memberinya dukungan, sulit mendapatkan keadilan, juga menghadapi lingkungan masyarakat yang seringkali masih menyalahkan korban.
Faktanya, memang tidak sedikit orang yang menyalahkan pakaian perempuan sebagai penyebab dalam kasus pelecehan seksual, mereka berargumen bahwa “tidak akan ada asap, tanpa ada api” artinya tidak akan ada pelecehan tanpa adanya hal yang mengundang seperti korban tidak memakai pakaian yang menutup aurat. Hingga kini, masih banyak orang yang berpikir bahwa pakaian terbuka menjadi penyebab utama perempuan dilecehkan.
Habib Ali al-Jufri dalam sebuah video pernah menerangkan bahwa di zaman ini, masyarakat masih terjebak dengan kesalahan dalam cara pandang terhadap perempuan dan cara bergaul dengan mereka.
“Ketika kamu mengetahui ada orang yang melakukan pelecehan pada perempuan dan kamu menyetujui bahwa tindakan tersebut adalah sebab perempuan tidak menutup auratnya dengan baik, maka kamu sama saja dengan si-pelaku sebab membenarkannya,” kata Habib Ali.
Menutup aurat memang salah satu kewajiban bagi setiap muslim bagi laki-laki dan perempuan. Sedangkan pelecehan seksual adalah perbuatan amoral yang ditentang oleh agama dan sosial. Namun, kedua hal tersebut tidak memiliki keterkaitan dan bukan suatu legal permit untuk melakukan kesalahan lainnya apabila satu kesalahan dilanggar.
Pelecehan seksual yang banyak terjadi adalah murni dari niat dan pikiran kotor dari para pelaku. Tidak ada keterkaitan dengan pakaian yang digunakan. Sekalipun kita menganggap bahwa korban mengundang dengan mengenakan berpakaian terbuka, hal tersebut bukanlah alasan untuk membenarkan perilaku pelecehan dan kekerasan seksual.
Seperti penerangan dari Habib Ali, Allah jelas memerintahkan untuk melakukan tindakan preventif berupa kontrol diri dari hambaNya. Allah berfirman dalam Alquran, “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. an-Nur: 30) Begipula kepada perempuan, mereka juga diperintahkan untuk menjaga pandangan. Maka dari itu, ketika terjadi kasus pelecehan seksual, titik perkaranya ada pada si pelaku. Bukan pada pakaian yang dikenakan korban.
Kemudian mengapa diperintahkan menutup aurat, jika telah ada seruan menundukkan pandangan. Menurut Habib Ali al-Jufri sebab Allah yang menyuruh perempuan untuk menutup auratnya bukan karena laki-laki. Sehingga mereka yang memandang bahwa perempuan diperintah menutup aurat karena laki-laki, agar tidak digoda mereka adalah cara berpikir yang kuno.
Melainkan perintah tersebut murni karena kehendak Allah dan sebab ilmu Allah terhadap perempuan. Allah yang lebih mengetahui segala sesuatu. Habib Ali mengatakan, “Jangan terlalu percaya diri menganggap perintah menutup aurat bagi perempuan adalah demi laki-laki. Kita bukan poros kehidupan. Oleh karenanya, kesalahan perempuan yang tak menutup aurat itu urusannya dengan Allah, sebab ia tak menjalankan perintahNya. Tidak ada urusannya dengan kita.”
Maka anggapan tentang pakaian terbuka sebagai dalih untuk mengkambing-hitamkan perempuan yang berkembang di masyarakat ini harus diluruskan agar mereka yang menjadi korban kekerasan seksual dan dilecehkan tidak semakin merasa tertekan dan terintimidasi. Selain itu kita yang menjumpai korban pelecehan harus memberikan empati serta membantunya agar dirinya merasa aman dan berani melaporkan tindak pelecehan dan kekerasan seksual tersebut. Wallahu a’lam.[]