BincangMuslimah.Com – Imam Ghazali terlahir dengan nama lengkap Abu Hamid Ibn Muhammad Ibn Ahmad Al-Ghazali, atau lebih dikenal dengan Al-Ghazali. Ia lahir pada tahun 450 H (1058) di sebuah desa kecil dekat kota Tus, provinsi Khorasan, Republik Islam Irak. Nama Al-Ghazali berasal dari kata ghazal yang artinya penenun, karena menenun benang merupakan tugas ayahnya. Ghazali juga berasal dari nama kampung halaman Imam Al-Ghazali, ghazalah, yang diterima secara luas, dan namanya berasal dari pekerjaan atau tempat lahir ayahnya.
Di antara para gurunya saat itu adalah Ahmad bin Muhammad al-Radzikani. Sebagai seorang pemuda, ia belajar di Nisiapur dan Khorasan, yang saat itu merupakan salah satu pusat ilmiah penting dunia Islam. Gurunya bernama Imam al-Haramain al-Juwaini, beliau adalah guru besar di Madrasah an-Nizhfirniyah Nisyapur. Al-Ghazali mempelajari Teologi, Hukum Islam, Filsafat, Logika, Tasawuf, dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Dia mulai menemukan kedamaian dalam perjalanan ke Damaskus dengan cara Sufi. Tujuan hidup yang didapatkan oleh Imam Ghazali didapatkan dari kekuatan cahaya yang diberikan Tuhan kepada hamba-hamba-Nya yang dengan tulus menuntut kebenaran sekaligus akal. Dari Damaskus ia kembali ke Bagdad dan kembali ke desanya di Tus. Di sini ia menghabiskan satu hari mengajar dan beribadah, pada usia 55, sampai ia menerima panggilan Tuhan pada Jumadil Ahir ke-14 tahun 505 H (1111 M). Beliau meninggalkan beberapa anak perempuan, namun disisi lain ada yang menyebutkan jika Imam Ghazali wafat saat usianya menginjak 54 tahun.
Karya-karya tulisnya meliputi berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Berikut salah satu warisan dari karya ilmiah yang paling besar pengaruhnya terhadap pemikiran umat Islam: Maqfishid Al Falisifah (tujuan-tujuan para filosof), karangan pertama yang berisi masalah-masalah filsafat, dan Tahfifut Al Faldsifah (kebingungan pikiran sang filosof) yang terjadi ketika jiwanya terpukul, dan kecurigaan Bagdad dan Al-Ghazali mengecam keras filsafat sang filosof.
Kesempurnaan Manusia
Tujuan hidup bagi setiap manusia menurut Imam Ghazali adalah marifah ila Allah. Tujuan hidup manusia adalah pembinaan jiwa, yang dapat mengantarkan kepada Marifa. Sebab itu, kesempurnaan manusia berhubungan dengan substansi hakikinya, yakni jiwa (al-Nafs).
Karena jiwa memiliki fitrah ilmu dan bisa menggapai dari ilmu tertinggi, ma’rifa kepada Allah. Al-Ghazali juga memahami bahwa orang yang berwawasan luas adalah orang yang mampu memadukan makna lahir dan batin. Orang yang sempurna adalah orang yang tidak memadamkan cahaya Bara sebagai cahaya pengetahuan (selektif, pilihan tindakan) dan tidak melampaui Syariah dalam pencapaian esensi. Orang seperti itu, katanya, dibentuk oleh kesempurnaan jiwa.
Menurut Imam Ghazali, kesempurnaan manusia sangat ditentukan oleh al-Fadhail (kebajikan), yakni bermanfaatnya usaha yang ada dalam diri manusia sejalan dengan syarat kesempurnaannya. Al-Fadha’il tersebut adalah: al-Hikmah sebagai keutamaan dari daya akal; al-Syaja’ ah sebagai keutamaan dari daya al-Ghadab (nafsu untuk mengungkapkan kemarahan); al- Iffah (kemampuan menahan diri) sebagai keutamaan dari daya al-Syahwah (keinginan melibatkan kecintaan akan materi), serta al-Adalah dijadikan variabel penyesuai untuk ketiga daya diatas. Al-adalah merupakan keseimbangan dari dua aspek, keseimbangan yang menempatkan masing-masing kebajikan ini di antara dua kejahatan dan menempatkan pikiran sebagai alat kendali. Dengan demikian, sebagai makhluk yang bermoral, manusia memiliki rasa kearifan, dan juga berperan dalam penyeimbangan sesuatu.
Cara Mencapai Tujuan Akhir Hidup
Menurut Al-Ghazali, kebahagiaan di akhirat hanya dapat dicapai dengan hidup di dunia ini dan melakukan persiapan yang diperlukan. Persiapan ini adalah tujuan orang mengumpulkan bekal berupa amal kebajikan ketika mereka hidup di dunia ini. Ada banyak kebajikan yang harus dimiliki seseorang untuk mencapai kebahagiaan, yang semuanya disebut wasilah, atau sarana. Tidak semua wasilah sama utamanya guna mencapai kebahagiaan. Beberapa dari mereka mutlak diperlukan dan yang lain cuma berguna. Beberapa dari mereka sangat erat kaitannya dengan kebahagiaan ini, sementara yang lain sangat jauh. Empat golongan wasilah ialah (1) keutamaan jiwa, (2) keutamaan badan, (3) keutamaan lahiriah, dan (4) keutamaan taufiq (tuntunan ilahi).
Kebajikan spiritual meliputi iman (dianggap identik dengan pengetahuan) dan akhlak mulia. Iman terbagi menjadi ilmu Mukasyafah dan ilmu Muamalah. Moral yang baik terdiri dari empat kebajikan spiritual dasar: kebijaksanaan, keberanian, meninggalkan perbuatan dosa, dan keadilan. Kebajikan fisik juga dianggap sebagai sarana penting untuk mencapai kebahagiaan, karena tidak mungkin mencapai kebajikan mental sepenuhnya. Kebajikan fisik meliputi kesehatan, kekuatan, umur panjang, dan kecantikan.
Selain itu, bahwa tujuan hidup yang hakiki menurut Imam Ghazali, kebahagiaan di dunia lain, tidak dapat dicapai tanpa ilmu dan rahmat. Ilmu yang dimaksud di sini termasuk dalam kategori ilmu syar’i dan ilmu terpuji. Amal yang dimaksud adalah amal lahir dan amal hati. Amal dibagi menjadi dua bagian: ibadah kepada Allah dan perbuatan baik (muamalah) dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Sedangkan, amal hati terbagi atas perbuatan yang mensucikan jiwa dari sifat perilaku yang tercela (tazkiyah al-Qolb) dan yang menghiasi jiwa dengan sifat-sifat yang baik (tahliyat al-Qolb).
Al-Ghazali menjelaskan bahwa ilmu jalan menuju kebahagiaan akhirat terbagi menjadi dua bagian yaitu, ilmu mukasyaf dan ilmu muamal. Ilmu Mukashapa yang disebutkan di sini adalah pengetahuan tentang pikiran, yang dianggap sebagai puncak dari semua pengetahuan. Pengetahuan ini seperti cahaya di hati ketika sifat-sifat yang tercela dihilangkan. Ilmu sebagai cahaya yang muncul dalam pikiran ketika pikiran disucikan dan perbuatan disucikan adalah hal yang memalukan. Di sini, ilmu muamala yang dimaksud dibagi menjadi bagian-bagian yang terpuji dan yang hina. Maka dari itu, pengetahuan tentang batas masalah dan cara pengobatannya termasuk kepada ilmu menuju jalan kebahagiaan.
2 Comments