BincangMuslimah.Com – Pengertian mahar atau mas kawin ialah pemberian yang harus dipenuhi oleh mempelai laki-laki untuk diberikan kepada calon istri. Abdurrahman al-Sa’di, dalam Taisir al-Karim al-Rahman fi Tafsiri Kalami al-Mannan, jilid IV halaman 164 mendefinisikan mahar sebagai suatu pemberian yang diberikan kepada seorang perempuan, ketika ia seorang perempuan mukallaf (baligh dan sudah dibebankan kewajiban, dan perempuan itu berhak memiliki pemberian itu disebabkan adanya akad.
أن المهر يدفع إلى المرأة إذا كانت مكلفة، لأنها تملكه بالعقد، لأنه أضافه إليها، والإضافة تقتضي التمليك
Artinya: “Sesungguhnya mahar diberikan kepada seorang perempuan ketika ia seorang perempuan mukallaf, dan ia berhak memilikinya sebab adanya akad. Karena sesungguhnya sesuatu yang disandarkan pada akad, maka penyandaran itu berarti ditujukan untuk kepemilikan.”
Berdasarkan pendapat ulama fikih, mahar hukumnya adalah wajib. Oleh karena itu, seorang suami wajib hukumnya memberikan mas kawin pada istri. Pendapat ini sebagaimana dikatakan oleh Mustafa al-Khin dalam kitab al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhab al-Imam al-Syafi’i;
الصداق واجب على الزوج بمجرد تمام عقد الزواج، سواء سمي في العقد بمقدار معين من المال: كألف ليرة سورية مثلاُ، أو لم يسمِّ، حتى لو اتفق على نفيه، أو عدم تسميته، فالاتفاق باطل، والمهر لازم.
Artinya: “mahar hukumnya wajib bagi suami dengan sebab telah sempurnanya akad nikah, dengan kadar harta yang telah ditentukan, seperti 1000 lira Syria, atau tidak disebutkan, bahkan jika kedua belah pihak sepakat untuk meniadakannya, atau tidak menyebutkannya, maka kesepakatan tersebut batal, dan mahar tetap wajib.”
Kemudian, bagaimana jika istri menjual mahar nikah tersebut setelahnya? Menurut para ulama fikih, status mahar yang diberikan suami kepada istrinya, maka secara otomatis menjadi milik istri. Sebab itu, istri diperbolehkan menggunakan mahar tersebut untuk dipergunakan dalam pelbagai hal, termasuk dalam hal ini untuk dijual atau dijadikan modal usaha. Sebab kebolehan menjual mahar tersebut adalah mas kawin itu telah menjadi milik sah istrinya.
Sementara itu, dalil kebolehan menjual mahar oleh istri itu terdapat dalam firman Allah dalam surah Al-Nisa’ ayat 4, yang mengindikasikan bahwa mahar yang telah diterima istri bisa dikelola. Al-Qur’an menggunakan kata “makanlah atau nikmatilah” yang sedap lagi baik;
وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا
Artinya: “Berikanlah mahar kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (mahar) itu dengan senang hati, terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati.”
Atas dalil surah An Nisa ayat 4 tersebut ulama mengatakan mahar boleh dinikmati oleh istri, termasuk dalam hal ini menjual mas kawin tersebut. Pandangan itu salah satunya dikatakan oleh Fakhruddin Al-Razi dalam kitab Mafatih Al-Ghaib, ayat di atas khususnya “فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا maksudnya bukan saja untuk memakan, lebih jauh lagi istri juga boleh mempergunakan mahar dalam bentuk lain, misalnya menjual mahar, menjadikan barang usaha, dan sebagainya.
قُلْنَا: الْمُرَادُ بِقَوْلِهِ: فَكُلُوهُ هَنِيئاً مَرِيئاً لَيْسَ نَفْسَ الْأَكْلِ، بَلِ الْمُرَادُ مِنْهُ حِلُّ التَّصَرُّفَاتِ، وَإِنَّمَا خَصَّ الْأَكْلَ بِالذِّكْرِ لِأَنَّ مُعْظَمَ الْمَقْصُودِ مِنَ الْمَالِ إِنَّمَا هُوَ الْأَكْلُ
Artinya: “Maksud firman Allah ‘fakuluuhu hanii-an marii-aa’ bukan kebolehan makan saja, melainkan maksudnya adalah kehalalan semua bentuk tasharruf atau penggunaan. Makan disebutkan secara khusus karena biasanya tujuan utama dari harta adalah makan.”
Maka hukumnya adalah boleh bagi istri untuk menjual mahar yang diberikan oleh suami karena mahar tersebut sudah sah menjadi haknya.
2 Comments