Ikuti Kami

Kajian

Apakah Jamaah Perempuan Wajib Berhaji dengan Mahram?

keutamaan haji hadis rasulullah
Source: Gettyimages.com

BincangMuslimah.Com – Menunaikan ibadah haji adalah impian bagi semua umat muslim yang ingin menyempurnakan ibadahnya dengan meraih rukun islam yang kelima. Ibadah yang telah diwajibkan sejak sebelum islam datang ini sangat membutuhkan persiapan yang matang. Bagaimana tidak, syarat wajib dari pelaksanaannya pun haruslah istitha’ah (mampu). Dan apakah perempuan wajib berhaji dengan mahram?

Para ulama sendiri berbeda pendapat dalam menentukan ruang lingkup dari “kemampuan” tersebut. Sebagian dari mereka mendefinisikan mampu adalah kemampuan dalam bekal, perjalanan dan keamanannya. Sebagian lain mengatakan kemampuan tersebut dalam sehat jasmani, cukup dalam bekalnya, melunasi hutangnya, dan meninggalkan bekal bagi orang-orang yang menjadi tanggungannya selama ia melaksanakan haji.

Syarat wajib yang demikian tadi (istitha’ah) tidak hanya ditujukan untuk laki-laki, melainkan juga untuk prempuan. Hal ini sebagaimana riwayat hadis Sayyida Aisyah Radhiyallahu Anha:

عن عائشة رضي الله عنها قالت، قلت رسول الله  ! هل على النساء جهاد؟ قال : نعم، عليهن جهاد لا قتال فيه : الحج والعمرة

Diriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu Anha ia berkata “Wahai Rasulullah, apakah wanita juga wajib berjihad?” Beliau menjawab “iya, dia wajib berjihad tanpa ada peperangan di dalamnya, yaitu dengan haji dan Umrah” (HR. Imam Ahmad dan Ibnu Majah).

Dalil di atas menunjukkan bahwa seorang perempuan yang hakikatnya diciptakan dengan kelembutannya boleh melaksanakan jihad namun tidak wajib dalam ranah perang. Jika kita kaitkan dengan kewajiban berhaji adalah mampu, seorang wanita saja diwajibkan untuk berhaji dan umrah, apalagi untuk seorang laki-laki. Artinya, tidak ada perbedaan diantara keduanya selama telah memenuhi syarat wajib haji.

Namun tidak cukup sampai di sini, disebutkan dalam kitab Fiqh Islam, H. Sulaiman Rasyid menambahkan satu lagi syarat mampu bagi wanita, yaitu bepergian bersama mahramnya, suaminya, atau perempuan yang tsiqah (dipercaya). Dari ibnu Abbas, Nabi SAW bersabda: “Tidak boleh bagi perempuan bepergian selain beserta mahramnya, dan tidak pula boleh bagi laki-laki mendatangi perempuan itu selain apabila ia beserta mahramnya.” Berkata seorang laki-laki, “Ya Rasulullah, sesungguhnya saya bermaksud akan pergi berperang, sedangkan istriku bermaksud akan pergi haji.” Jawab Rasulullah SAW. “pergilah bersama-sama dengan istrimu (naik haji).” (HR. Bukhari).

Baca Juga:  Jenis-jenis Pekerjaan Perempuan pada Masa Rasulullah

Dalam tinjauan fikih, terjadi perbedaan pendapat dari Imam Madzhab empat terkait boleh atau tidaknya perempuan yang pergi terutama berhaji tanpa ditemani mahramnya.

Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad (juga mayoritas ulama ahli hadis) berpendapat wajib bagi perempuan yang bepergian terutama dalam melaksanakan ibadah haji ditemani oleh mahram atau suami. Jika tidak ada mahram dalam pelaksanaannya, maka hukum berhajinya haram dan kewajiban wanita tersebut telah gugur.

Terdapat ketentuan syarat pula diperbolehkannya jamaah perempuan pergi haji tanpa mahram yakni jika jarak rumah menuju Mekah bisa ditempuh kurang dari 3 hari. Jika syarat itu terpenuhi, maka wanita tersebut wajib melaksanakan haji. Jika waktu tempuh atau jaraknya lebih dari 3 hari, kewajiban haji wanita tersebut gugur kecuali ditemani mahram atau suaminya (belum wajib melaksanakan haji).

Menurut ulama dari mazhab Hambali berpendapat bahwa hukum perempuan berhaji wajib ditemani oleh mahramnya, karena mayoritas mereka mengklasifikasikan adanya mahram bagi wanita ke dalam syarat wajib haji berupa istitha’ah (mampu). Jika tidak ada mahram, otomatis tidak ada kewajiban haji bagi wanita tersebut. 

Ulama dari mazhab Malikiyah berpendapat bahwa perempuan yang bepergian terutama melaksanakan haji diperbolehkan tanpa mahram dengan syarat selama perjalanan bersama jamaah perempuan terpercaya. Jamaah disini berarti harus dengan 2 atau lebih wanita atau mahram yang bersamanya. Adapun perihal haji sunnah, wanita tidak boleh melaksanakannya kecuali bersama mahramnya.

Menurut ulama dari madzhab Syafiiyyah membolehkan perempuan berhaji tanpa mahram atau suami, namun terdapat wanita yang terpercaya. Disebutkan dalam kitab al-Imla’, al-Syafi’i menyebutkan bahkan boleh seorang wanita tersebut hanya ditemani oleh satu wanita yang bisa dipercaya dan bukan budak.

Sejatinya, perbedaan pendapat para ulama’ tadi adalah untuk mencapai kesejahteraan umat tersebut terutama kaum wanita. Adanya larangan pada zaman dahulu dimaksudkan untuk melindungi para wanita yang notabene saat itu harus melewati medan berupa padang pasir jika akan bepergian, yang mana akan berbahaya apabila dilalui seorang diri. Namun jika dikaitkan dengan zaman sekarang, tersedianya teknologi serta sistem yang matang seperti halnya jasa travel umroh haji yang memudahkan dan mengamankan perjalanan jamaah. Bahkan mereka akan berangkat bersama tour guide dan jamaah haji yang tidak sedikit jumlahnya, maka hal yang diperdebatkan ulama di atas tidaklah menjadi hal yang krusial lagi karena telah mencapai kemaslahatan umat terutama jamaah wanita.

Baca Juga:  Raden Siti Jenab, Pendiri Sekolah Pertama di Cianjur

Wallahu A’lam Bisshawab.

Rekomendasi

Pray the Devil Back Pray the Devil Back

Pray the Devil Back to Hell, Cerita Powerfull Perempuan Mengusung Perdamaian

Cara Tahallul Orang Botak Cara Tahallul Orang Botak

Hukum dan Cara Tahallul Orang yang Botak

Perempuan Bekerja saat Iddah Perempuan Bekerja saat Iddah

Bolehkah Perempuan Bekerja saat Masa Iddah?

denda larangan haji denda larangan haji

Denda yang Harus Dibayar saat Melanggar Larangan Haji

Ditulis oleh

Mahasiwi Fakultas Dirasat Islamiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Mahasantriwati Pesantren Luhur Sabilussalam.

1 Komentar

1 Comment

Komentari

Terbaru

Sekjen IIFA: Syariat Islam Terbentuk Dari Fondasi Kemaslahatan Sekjen IIFA: Syariat Islam Terbentuk Dari Fondasi Kemaslahatan

Sekjen IIFA: Syariat Islam Terbentuk Dari Fondasi Kemaslahatan

Berita

Prof. Dr. Nasaruddin Umar: Syariah Bukan fenomena Agama Tetapi Fenomena Ekonomi Juga Prof. Dr. Nasaruddin Umar: Syariah Bukan fenomena Agama Tetapi Fenomena Ekonomi Juga

Prof. Dr. Nasaruddin Umar: Syariah Bukan fenomena Agama Tetapi Fenomena Ekonomi Juga

Berita

Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin, M.A. : SHARIF 2024 Membahas Prinsip Syariah yang inklusif Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin, M.A. : SHARIF 2024 Membahas Prinsip Syariah yang inklusif

Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin, M.A. : SHARIF 2024 Membahas Prinsip Syariah yang inklusif

Berita

Apakah Komentar Seksis Termasuk Pelecehan Seksual?

Diari

Jangan Insecure, Mari Bersyukur

Muslimah Daily

Pentingnya Self Love Bagi Perempuan Muslim

Diari

Mengenal Ingrid Mattson, Cendekiawan Muslimah dari Barat Mengenal Ingrid Mattson, Cendekiawan Muslimah dari Barat

Mengenal Ingrid Mattson, Cendekiawan Muslimah dari Barat

Muslimah Talk

anjuran menghadapi istri haid anjuran menghadapi istri haid

Haid Tidak Stabil, Bagaimana Cara Menghitung Masa Suci dan Masa Haid?

Ibadah

Trending

Jangan Insecure, Mari Bersyukur

Muslimah Daily

anjuran menghadapi istri haid anjuran menghadapi istri haid

Haid Tidak Stabil, Bagaimana Cara Menghitung Masa Suci dan Masa Haid?

Ibadah

Siapa yang Paling Berhak Memasukkan Jenazah Perempuan Ke Kuburnya?

Ibadah

keadaan dibolehkan memandang perempuan keadaan dibolehkan memandang perempuan

Adab Perempuan Ketika Berbicara dengan Laki-Laki

Kajian

Pentingnya Self Love Bagi Perempuan Muslim

Diari

Sya’wanah al-Ubullah: Perempuan yang Gemar Menangis Karena Allah

Muslimah Talk

anak yatim ayah tiri luqman hakim mengasuh dan mendidik anak anak yatim ayah tiri luqman hakim mengasuh dan mendidik anak

Hukum Orangtua Menyakiti Hati Anak

Keluarga

ayat landasan mendiskriminasi perempuan ayat landasan mendiskriminasi perempuan

Manfaat Membaca Surat Al-Waqiah Setiap Hari

Ibadah

Connect