BincangMuslimah.Com – Grand Syekh Al-Azhar, Syekh Ahmad Thayyib menegaskan, bahwa kehidupan pernikahan tidak dibangun atas dasar hak-hak, kewajiban-kewajiban, maupun tuntutan suami atas istri dan sebaliknya—sebagaimana perbincangan khlalayak akhir-akhir ini menyoal hubungan suami-istri, yang kebanyakan berkutat di pembahasan hak dan kewajiban suami-istri. Akan tetapi, kehidupan pernikahan dibangun atas dasar cinta, kasih, dan sayang, sehingga keduanya dapat saling bersandar satu sama lain dengan perasaan tenang dan bahagia. Yang dengannya, sepasang suami-istri dapat bahu-membahu membangun keluarga yang baik.
Menyikapi kasus kesewenang-wenangan seorang suami terhadap istri yang banyak terjadi, Syekh Ahmad Thayyib membantah keras anggapan bahwa kunci keluarga sakinah adalah ketaatan istri terhadap suami. Ketaatan istri terhadap suami seringkali dipahami bersifat mutlak, dan hal tersebut merupakan bagian dari ajaran Islam. Padahal yang dimaksud Islam tidak demikian.
Anjuran Islam kepada istri untuk harus taat terhadap suami, tidak lain sebab ketaatan atau pelayanan merupakan salah satu bentuk ungkapan cinta seseorang kepada insan yang dicintai. Saat istri memberikan pelayanan kepada suami, keduanya akan sama-sama merasa bahagia. Sang suami bahagia sebab mendapat bantuan dari istri, sang istri pun senang karena dapat memberikan pelayanan baik yang bisa membuat hati sang suami senang. Yang diinginkan oleh Islam adalah perasaan bahagia kedua belah pihak (yang salah satunya diperoleh dari pelayanan), bukan ketaatan istri terhadap suami secara mutlak.
Alquran menjelaskan konsep hubungan suami dan istri dengan redaksi mu’âsyarah bil ma’rûf, yang mengandung makna bergaul atau berinteraksi dengan baik. Sehingga hal-hal yang bisa mendatangkan ketentraman, kedamaian, serta kebahagiaan kedua belah pihak masuk dalam kategori hal-hal yang diperintahkan oleh Islam untuk diterapkan dalam rumah tangga. Sedangkan hal-hal yang justru mendatangkan kebencian, kerugian, serta kesengsaraan kepada suami dan istri harus dijauhi dalam kehidupan berumah tangga. Sehingga keliru jika kemudian Islam dinilai tidak ramah terhadap perempuan sejak dari batasan-batasannya terhadap seorang istri.
Syekh Ahmad Thayyib secara lantang menyatakan bahwa perempuan merupakan rukun atau pondasi paling penting dari sebuah bangunan keluarga, bahkan sebuah bangsa. Oleh karenanya, Islam begitu memuliakan perempuan dengan memenuhi segala hak-haknya sebagai manusia. Sehingga dalam kehidupan berumah tangga, dalam Islam tidak berlaku sikap suami menuntut dan memaksa istri, yang tidak berlandaskan konsep mawaddah, saling mengasihi dan menghormati, serta saling mengisi satu dengan yang lain.
Di banyak kesempatan sambutan, seminar, atau pun talkshow, Syekh Ahmad Thayyib secara khusus membahas ihwal hak-hak serta fatwa-fatwa tentang perempuan. Hal ini beliau lakukan dengan tujuan membuka pemikiran khalayak, serta meluruskan paham-paham keliru tentang perempuan yang selama ini diyakini masyarakat termasuk istri yang konon harus taat pada suami. Sebab menurut Imam Akbar, faktor utama terjadinya kelaliman serta kesewenang-wenangan yang selama ini menimpa perempuan, tidak lain adalah pemahaman yang keliru terhadap teks-teks Alquran dan hadits, serta warisan paham budaya tentang perempuan yang diskriminatif dan diyakini mentah-mentah tanpa dikaji terlebih dahulu.
Atas perhatiannya terhadap persoalan perempuan, Imam Akbar menyeru kepada khalayak untuk bersama-sama menjaga nilai-nilai kemanusiaan kepada setiap insan, khususnya menghilangkan segala bentuk kezaliman dan diskriminasi yang selama ini menimpa perempuan. Pun memberikan hak-hak perempuan secara penuh, sebagaimana keberadaannya di bumi adalah sebagai mitra laki-laki untuk membangun bangsa yang berkemajuan.