BincangSyariah.Com – Pernikahan merupakan ajaran Islam untuk menghalalkan hubungan pasangan laki-laki dan perempuan agar tidak terjadi perzinaan. Di dalam kitab Lubbabul Hadis bab ke dua puluh lima, imam As-Suyuthi (w. 911) menuliskan sepuluh hadis tentang fadhilah atau keutamaan menikah yang perlu kita perhatikan sebagaimana berikut.
Hadis Pertama:
قَالَ النَّبِيُّ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: {التَّزْوِيْجُ بَرَكَةٌ وَالْوَلَدُ رَحْمَةٌ فَأَكْرِمُوْا أَوْلَادَكُمْ فَإِنَّ كَرَامَةَ الْأوْلَادِ عِبَادَةٌ}.
Nabi saw. bersabda, “Pernikahan itu keberkahan dan anak itu rahmat, maka muliakanlah anak-anak kalian, maka sesungguhnya memuliakan anak-anak itu ibadah.” Berdasarkan penelusuran kami, kami belum menemukan periwayat hadis ini. Begitu pula dengan imam An-Nawawi Al-Bantani ketika mensyarah hadis ini tidak menjelaskan periwayatnya.
Hadis Kedua:
وَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: {النِّكَاحُ سُنَّتِيْ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِيْ فَلَيْسَ مِنِّيْ}.
Nabi saw. bersabda, “Nikah itu sunnahku, siapa yang tidak suka dengan sunnahku maka ia tidak mengikuti jalanku.” Berdasarkan penelusuran kami, kami belum menemukan periwayat hadis ini. Begitu pula dengan imam An-Nawawi Al-Bantani ketika mensyarah hadis ini tidak menjelaskan periwayatnya.
Hanya saja kami menduga, redaksi hadis ini merupakan riwayat bilmakna sekaligus gabungan dari dua hadis riwayat imam Ibnu Majah dengan riwayat imam Al-Bukhari dan imam Muslim sebagai berikut.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “النِّكَاحُ مِنْ سُنَّتِيْ فَمَنْ لَمْ يَعْمَلْ بِسُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي وَتَزَوَّجُوا فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ الْأُمَمَ وَمَنْ كَانَ ذَا طَوْلٍ فَلْيَنْكِحْ وَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَعَلَيْهِ بِالصِّيَامِ فَإِنَّ الصَّوْمَ لَهُ وِجَاءٌ” رواه ابن ماجه
Dari Aisyah r.a., ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Menikah itu termasuk dari sunahku, siapa yang tidak mengamalkan sunnahku, maka ia tidak mengikuti jalanku. Menikahlah, karena sungguh aku membanggakan kalian atas umat-umat yang lainnya, siapa yang mempunyai kekayaan, maka menikahlah, dan siapa yang tidak mampu maka hendaklah ia berpuasa, karena sungguh puasa itu tameng baginya.” HR. Ibnu Majah.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم حَمِدَ اَللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَقَالَ لَكِنِّي أَنَا أُصَلِّي وَأَنَامُ وَأَصُومُ وَأُفْطِرُ وَأَتَزَوَّجُ اَلنِّسَاءَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Anas bin Malik ra., bahwasannya Nabi saw. memuji dan menyanjung-Nya, beliau bersabda, “Tetapi aku pun shalat, tidur, puasa, berbuka, dan menikahi wanita-wanita, siapa yang tidak suka dengan sunnahku, maka ia tidak mengikuti jalanku.” Muttafaqun ‘Alaih.
Hadis Ketiga:
وَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: {الحَرَائِرُ صَلَاحُ الْبَيْتِ وَالْإِمَاءُ فَسَادُ البَيْتِ}.
Nabi saw. bersabda, “Perempuan-perempuan merdeka itu baiknya rumah, sedangkan budak-budak perempuan itu rusaknya rumah.” Hadis ini diriwayatkan oleh imam Ad-Dailami dan Ats-Tsa’labi dari sahabat Abu Hurairah r.a.
Hadis Keempat:
وَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: {مَنْ أرَادَ أنْ يَلْقَى اللهَ طَاهِرًا مُطَهَّرا فَلْيَتَزَوَّجِ الحَرائِرَ}.
Nabi saw. bersabda, “Siapa yang ingin bertemu Allah dalam keadaan suci dan disucikan, maka menikahlah dengan perempuan-perempuan merdeka.” Hadis ini diriwayatkan oleh imam Ibnu Majah dari sahabat Anas bin Malik r.a. Imam An-Nawawi Al-Bantani menerangkan bahwa maksud suci dalam hadis tersebut adalah selamat dari dosa-dosa yang berhubungan dengan kemaluan.
Hadis Kelima:
وَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: {اِلْتَمِسُوا الرِّزْقَ بِالنِّكَاحِ}.
Nabi saw. bersabda, “Carilah rezeki dengan menikah.” Hadis ini diriwayatkan oleh imam Ad-Dailami dari sahabat Ibnu ‘Abbas r.a. Imam An-Nawawi Al-Bantani menerangkan bahwa pernikahan itu menarik keberkahan dan dekat kepada rezeki jika niatnya benar. Di mana pada kenyataannya pernikahan menjadi suntikan semangat bagi pasangan suami istri untuk mencari rezeki demi menghidupi kehidupan mereka.
Hadis Keenam:
وَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: {مَنْ تَزَوَّجَ فَقَدْ أُعْطِيَ نِصْفَ الْعِبَادَةِ}.
Nabi saw. bersabda, “Siapa yang menikah maka sungguh ia telah diberi setengahnya ibadah.” Hadis matruk ini diriwayatkan oleh imam Abu Ya’la dari sahabat Anas bin Malik r.a.
Hadis Ketujuh:
وَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: {شِرَارُكُمْ عُزَّابُكُم}.
Nabi saw. bersabda, “Seburuk-buruknya kalian adalah orang-orang jomblonya kalian.” Hadis ini diriwayatkan oleh imam Abu Ya’la, imam Ath-Thabarani, dan imam Ibnu ‘Adi dari sahabat Abu Hurairah r.a.
Hadis Kedelapan:
وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {شِرَارُكُمْ عُزَّابُكُمْ وَأَرَاذِلُ مَوْتَاكُمْ عُزَّابُكُمْ}.
Nabi saw. bersabda, “Seburuk-buruknya kalian adalah orang-orang jomblonya kalian dan sehina-hinanya orang-orang matinya kalian adalah orang-orang jomblonya kalian.” Hadis ini diriwayatkan oleh imam Ahmad bin Hanbal r.a. dari sahabat Athiyyah r.a.
Hadis Kesembilan:
وَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: {شِرَارُكُمْ عُزَّابُكُمْ رَكْعَتَانِ مِنْ مُتَأَهِّلٍ خَيْرٌ مِنْ سَبْعِيْنَ رَكْعَةً مِنْ غَيْر مُتَأَهِّلٍ}.
Nabi saw. bersabda, “Seburuk-buruknya kalian adalah orang-orang jomblonya kalian. Dua rakaat dari orang yang bersuami/beristri itu lebih baik dari pada tujuh puluh rakaatnya orang yang tidak bersuami/beristri.” Hadis ini diriwayatkan oleh imam Ibnu ‘Adi dari sahabat Abu Hurairah r.a. Imam An-Nawawi Al-Bantani menerangkan bahwa maksud hadis ini adalah anjuran untuk menikah bukan makna sebenarnya.
Hadis Kesepuluh:
وَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: {مَا أطْعَمْتَ زَوْجَتَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ}.
Nabi saw. bersabda, “Apa yang kamu nafkahkan kepada istrimu, maka bagimu hal itu adalah shadaqah.” Hadis ini diriwayatkan oleh imam Ahmad dan imam Ath-Thabarani dari sahabat Al-Miqdam bin Ma’di Kariba.
Demikianlah sepuluh hadis yang telah dijelaskan oleh imam As-Suyuthi tentang keutamaan menikah di dalam kitabnya yang berjudul Lubbabul Hadits. Di mana di dalam kitab tersebut, beliau menjelaskan empat puluh bab dan setiap bab beliau menuliskan sepuluh hadis dengan tidak menyantumkan sanad untuk meringkas dan mempermudah orang yang mempelajarinya.
Meskipun begitu, di dalam pendahuluan kitab tersebut, imam As-Suyuthi menerangkan bahwa hadis nabi, atsar, maupun riwayat yang beliau sampaikan adalah dengan sanad yang shahih (meskipun menurut imam An-Nawawi di dalam kitab Tanqihul Qaul Al-Hatsits ketika mensyarah kitab ini mengatakan ada hadis dhaif di dalamnya, hanya saja masih bisa dijadikan pegangan untuk fadhailul a’mal dan tidak perlu diabaikan sebagaimana kesepakatan ulama). Wa Allahu A’lam bis Shawab
*Artikel ini pernah dimuat BincangSyariah.Com