BincangMuslimah.Com – Menjalani kehidupan rumah tangga, diperlukan kerja sama antara dua manusia, istri dan suami. Kendali tidak sepenuhnya dipegang oleh suami dan istri tak bisa berkutik apapun, atau sebaliknya, istri yang mempimpin lalu suami hanya mengikuti. Keduanya berjalan beriringan dan membangunnya bersama. Sebab sebuah bangunan tidak mungkin dibangun oleh satu orang saja, begitulah rumah tangga. Maka terdapat hak dan kewajiban suami istri yang sama-sama wajib diketahui.
Islam telah mengatur sedemikian rupa tentang ini, seperti yang telah Allah firmankan dalam surat al-Baqoroh ayat 228:
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِيْ عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِ
Artinya: Dan mereka (para perempuan) mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut.
Dalam Mausu’atu al-Fiqh al-Islamiyah wa al-Qodhoya al-Mu’ashiroh karya Syekh Wahbah Zuhaili diterangkaan bahwa ayat ini berkenaan dalam urusan tangga yang mana para istri memiliki hak dan kewajiban yang seimbang. Artinya, kewajiban tidak lebih banyak dari pada hak atau sebaliknya.
Beliau membuat 3 klasifikasi mengenai hak dan kewajiban antara suami dan istri. Ketiganya adalah hak istri, hak suami, dan hak yang berkaitan dengan keduanya. Artinya, hak istri adalah kewajiban suami dan hak suami adalah kewajiban istri.
Berikut penjelasannya:
Hak-hak Istri atas Suami
Pertama, hak materi dan non materi.
Istri memiliki hak berupa materi berupa mahar dan nafkah. Sedangkan hak non materinya adalah mendapat perlakuan baik dan adil dari suami. Adapun hak harta telah dijelaskan dalam surat an-Nisa ayat 4:
وَاٰتُوا النِّسَاۤءَ صَدُقٰتِهِنَّ نِحْلَةً ۗ فَاِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوْهُ هَنِيْۤـًٔا مَّرِيْۤـًٔا
Artinya: Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati, terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati.
Sedangkan hak istri atas suami untuk mendapatkan mahar termaktub dalam surat al-Baqoroh ayat 233:
وَعَلَى الْمَوْلُوْدِ لَهٗ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ
Artinya: Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian (istri) mereka dengan cara yang patut.
Selebihnya ialah hak non materi yang juga Allah terangkan dalam surat an-Nisa ayat 19:
وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ
Artinya: Dan bergaullah dengan mereka menurut cara yang patut.
Suami diperintahkan untuk berkata dan berperilaku baik kepada istri. Tidak memukul, memenuhi hak-haknya dan tidak menampakkan kebencian kepadanya. Rasulullah pun pernah bersabda mengenai ini:
أكمل المؤمنين إيمانا أحسنهم خلقا وخياركم لنسائهم (رواه أحمد والترمذي)
Artinya: seorang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang baik akhlaknya dan baik memperlakukan istrinya.
Kedua, memenuhi kebutuhan biologis.
Kewajiban jimak dilimpahkan kepada suami dan hak untuk istri jika tidak ada uzur. Akan tetapi sebagian ulama melimpahkan kewajiban ini kepada keduanya. Artinya harus dilakukan dengan sama-sama rela dan bahagia.
Ketiga, tidak jimak melalui dubur.
Suami dilarang menyetubuhi istrinya melalui jalur belakang atau dubur berdasarkan hadis Nabi Muhammad Saw:
لا ينظر الله إلى رجل جامع امرأته في دبرها
Artinya: Allah tidak akan melihat kepada laki-laki yang jimak dengan istrinya melalui duburnya. (HR. Ibnu Majah dan Ahmad)
Begitu juga dilarang menyetubuhi istri saat ia sedang datang bulan.
Keempat, mengeluarkan mani di luar (Uzl).
Dalam fikih dikenal istiklah Uzl, yaitu mengeluarkan mani di luar farji sang istri agar ia tidak hamil. Ada perbedaan pendapat soal ini. Ulama dari kalangan Syafii mengatakan makruh berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Judzamah binti Wahab, ia berkata, :Rasulullah Saw hadir dan orang-orang bertanya kepadanya mengenai Uzl lalu beliau bersabda “bibit yang tersembunyi, ia adalah (dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur bertanya) QS. At-Takwir ayat 8. (HR. Ahmad dan Muslim)
Sedangkan Imam Ghazali berpendapat ‘Uzl diperbolehan dan dibenarkan oleh para ulama kontemporer berdasarkan perkataan Jabir : Kami melakukan Uzl pada masa Nabi dan (kemudian) Alquran (ayat) turun (HR. Ahmad, Bukhari, dan Muslim)
Kelima, mendapatkan keadilan di antara istri lain.
Apabila seorang suami memiliki istri lebih dari satu, maka suami harus bersikap adil kepada mereka. Adil dalam pemenuhan nafkah lahir dan batin. Rasulullah adalah suami yang paling adil dalam mempraktikkan poligami. Akan tetapi praktik poligami yang dilakukan oleh Rasulullah memiliki misi dakwah, bukan semata memenuhi nafsu semata. Beliau menikahi wanita tua dan janda dan berasal dari suku-suku yang berbeda. Berdasaran hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah: Rasulullah membuat jadwal kepada setiap istrinya satu hari satu malam. (HR. Baihaqi)
Hak-hak Suami atas Istri
Seperti halnya seorang istri yang mendapatkan hak atas suami dan berarti hak-hak tersebut merupakan kewajiban suami, begitu juga suami yang mendapatkan hak atas istri yang merupakan kewajiban istri.
Hak-hak suami atas istri ialah:
Pertama, memiliki mandat izin.
Apabila seorang perempuan telah menikah maka jika ia hendak berpergian harus izin kepada suami. Izin tersebut untuk urusan hal-hal yang sangat urgen dan sang suami tidak boleh mempersulit istri mendapatkan nafkah. Artinya, larangan suami kepada istri untuk keluar tanpa izin bukan untuk menyulitkan dan membatasi geraknya. Sehingga larangan-larangannya tidak bersifat mutlak. Begitulah penjelasan Syekh Wahbah Zuhaili.
Juga seorang suami memiliki mandat untuk dipenuhi kebutuhan biologisnya. Sama halnya seperti istri, suami pun memiliki hak ini. Mengapa keduanya sama-sama hak, bukan menjadi hak bagi seorang dan wajib bagi seorang lainnya? Sebab berhubungan badan bagi suami istri harus penuh kerelaan dan kelembutan. Tidak boleh ada paksaan di dalamnya.
Kedua, amanah.
Seorang istri haruslah amanah dalam menjaga harta suaminya saat ia tak bersama suami di rumahnya. Istri juga harus amanah menjaga anak-anaknya berdasarkan hadis:
عن عبد الله بن عمر قال: قال النبي صلى الله عليه وسلم “كلكم راع وكلكم مسؤول، والرجل راع على أهله وهو مسؤل والمرأة راعية على بيت زوجها وهي مسؤولة العبد راع على مال سيده وهو مسؤول. ألا فكلكم راع وكلكم مسؤول
Artinya: Dari Abdullah bin Umar berkata: Nabi Saw bersabda: “setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggung jwabannya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawabannya. Seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang wanita adalah pemimpin atas rumah suaminya, dan ia pun akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang budak juga pemimpin atas harta tuannya dan ia juga akan dimintai pertanggungjawabannya. Sungguh setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya.” (HR. Bukhari)
Ketiga, mendapat perlakuan baik.
Sebagaimana istri mendapatkan hak berupa sikap lembut dari suami, begitu juga suami yang berhakt mendapatkan perlakuan baik dari istrinya. Tidak menyakiti dan berkata kasar.
Keempat, mendapatkan hak untuk mendidik istri.
Seorang suami berhak untuk mengajarkan kebaikan kepada istri atau menasihatinya ketika istri berbuat salah. Adapun memberi nasihatnya dengan cara yang bijak dan lemah lembut. Apabila sang istri senntiasa taat dan melaksanakan kewajiban-kewajibannya maka ia tak perlu mendapatkan peringat dari sang suami. Hal tersebut berdasarkan firman Allah yang berbunyi:
وَالّٰتِيْ تَخَافُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّ ۚ فَاِنْ اَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًا ۗاِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيْرًا
Artinya: Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar.
Memukul dalam hal ini adalah pukulan tanpa menyakiti, itupun sebagai jalan terakhir dalam mengingatkan istri dan menasihatinya. Anggota-anggota tubuh yang dipukul pun adalah anggota tertentu, tidak boleh di bagian wajah, perut atau anggota tubuh yang menyebabkan kematian. Bahkan sebaiknya tindakan jangan pernah dilakukan sebab Rasulullah pun tidak pernah melakukannya. Berdasarkan hadis dari Aisyah:
“Rasulullah Saw tidak pernah memukul istrinya maupun pembantunya, ia tidak tidak pernah memukul apapun dengan tangannya kecuali dalam rangka membela agama Allah atau melarangmu dari hal-hal yang dilarang Allah, ia pun membalas perbuatan keji karena Allah.” (HR. An-Nasai)
Kelima, mendapati istrinya mandi setelah haid, nifas, dan janabah.
Seorang suami berhak memerintahkan istrinya untuk segera membersihkan diri apabila telah selesai dari hadas besar. Sebab hal tersebut akan menghalanginya untuk mendapatkan hak yang lain berupa pemenuhan kebutuhan biologis dan perintah solat wajib.
Keenam, berpergian bersama istri.
Setelah suami selesai membayar mahar pada akad, maka suami boleh membawa istrinya untuk pergi dan tinggal bersama selama suami menjamin keamanan bagi istri.
Mengenai hak-hak yang berkaitan dengan keduanya sebenarnya adalah bagaimana masing-masing hak yang dimiliki oleh suami maupun istri bisa sama-sama terpenuhi dengan cara yang bijak. Begitulah penjelasan Syekh Wahbah Zuhaili. Wallahu a’lam bisshowaab.