Bincangmuslimah.com – Masjid adalah tempat paling mulia di bumi. Menurut beberapa riwayat, ada tiga masjid yang paling mulia. Ketiganya adalah Masjidil Haram di Mekkah, Masjid Nabawi di Madinah, dan Masjidil Aqsha di Palestina. Ketiga masjid tersebut adalah masjid yang menjadi tempat peribadatan Nabi saat masih hidup. Adapun Masjidil Aqsha adalah masjid yang pernah beliau singgahi saat pelaksanaan Isra Mi’raj. Selain untuk tempat peribadatan, masjid juga menjadi tempat pengkajian ilmu. Selain itu, seringkali kita menemukan, beberapa masjid menjadi persinggahan musafir atau ada beberapa warga yang tidur di dalamnya. Bolehkah tidur di masjid? Apa hukumnya?
Masjid di beberapa kota memang terkadang ditutup aksesnya oleh pengurus demi keamanan. Tidak seperti masjid atau musholla di desa yang 24 jam bebas diakses oleh warga. Perbedaan kultur dan karakter masyarakat menjadikan pelayanan masjid berbeda. Ditutupnya masjid di kota saat malam hari bukan berarti mendadakan keharaman tidur di dalamnya. Adapun larangan yang ditetapkan oleh pengurus agar tidak tidur di dalamnya bukan karena Islam muthlak melarangnya, akan tetapi larangan tersebut bertujuan keamanan, kenyamanan, dan kebersihan di dalamnya.
Berdasarkan keterangan yang ditulis oleh Syekh Wahbah Zuhaili, dalam pandangan Islam, tidur di masjid hukumnya boleh. Ini ketetapan yang dikeluarkan oleh ulama Mazhab Syafii. Kebolehan ini bersifat muthlak dan tidak makruh. Kebolehan tersebut juga berdasarkan perbuatan Abdullah bin Umar:
أَنَّهُ كَانَ يَنَامُ وَهُوَ شَابٌّ أَعْزَبُ لاَ أَهْلَ لَهُ فِي مَسْجِدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
artinya: Bahwa Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma ketika masih muda, bujangan, dan belum berkeluarga, beliau tidur di masjid Nabawi. (HR. Bukhari 440)
Begitu juga kisah Ahli Shuffah, rombongan kaum fakir dari kalangan muhajirin atau orang-orang yang datang dari luar madinah yang tidur di masjid. Bahkan Rasulullah menyediakan tempat tersendiri di sudut bangunannya untuk tempat tidur mereka. Begitu juga kisah para sahabat yang melakukan hal tesebut seperti Ali bin Abi Thalib, Shofwan bin Umayyah, dan lainnya.
Adapun Imam Malik berpendapat bahwa tidur di masjid hukumnya boleh, baik untuk orang asing atau penduduk non mukim, dan juga penduduk setempat. Sedangkan ulama Mazhab Hanafi menghukumi makruh bagi penduduk mukim, mereka hanya membolehkan bagi muslim yang melakukan i’tikaf atau muslim yang sedang singgah.
Sedangkan Imam Ahmad dan Imam Ishaq menambahi kebolehan tersebut untuk orang yang musafir atau semacamnya. Bahkan jika mereka menjadikan tempat singgah untuk beberapa hari, hal itu boleh.
Demikian kebolehan tidur di masjid. Mayoritas ulama membolehkan tidur di dalamnya baik mukim ataupun yang singgah. Akan tetapi kebolehan ini sebaiknya diperhatikan agar tidak sembarangan mengotori masjid serta tetap menjaga kebersihan dan kenyamanan muslim yang sedang beribadah. Wallahu a’lam bisshowaab.